22- SS: Sebatang Rokok

3.7K 486 178
                                    

Happy Reading

"Aku masih nggak ngerti, kenapa jawabannya bisa ini, Newa. Kamu bisa jelasin nggak, Newa?"

Newa yang tengah menatap lembaran kertas di tangannya, kini meletakkan lembaran kertas itu dan beralih dengan buku milik Kencana. Newa menatap sejenak, lalu mengambil penanya kembali.

"Oh ini, jadi begini!"

Newa menjelaskan dengan sangat rinci kepada Kencana, begitupun dengan Kencana yang cepat mengerti dengan penjelasan dari Newa. Sehingga Kencana memberikan senyuman lebar.

"Aku suka kalau Newa menjelaskan, lebih cepat dimengerti. Kalau Max yang jelasin, dia suka marah-marah, Kencana teh nggak suka."

Newa terkekeh kecil, dia menatap Kencana dengan tatapan yang terlihat menggoda. "Kalau Sakha, gimana?"

Seketika, Newa melihat pipi Kencana yang memerah, Newa tersenyum. "Are you really in love with him?"

Kencana menutup wajahnya yang terasa memanas. "Newa, stop teasing me!"

Newa tertawa dan menjauhkan wajahnya dari Kencana, dia kembali mengambil lembaran kertasnya. Menurut Newa, menggoda Kencana adalah hal yang menyenangkan di sela-sela tugas yang memusingkan. Tidak lama, Kencana juga kembali tenang, tapi dia memperhatikan Newa yang kembali sibuk menulis di lembaran kertas yang telah dipenuhi dengan tulisan tangan Newa.

"Kamu belum juga menyelesaikan esai itu, Newa?" tanya Kencana sambil mengikat rambutnya.

Suasana sore hari di taman asrama, memang sangat terasa panas.

"Gue belum yakin dengan esai yang gue buat."

Terdengar helaan napas yang berat dari Kencana. "Mrs. Sunny nggak minta kamu buat cari tahu tentang siapa pelakunya, Newa. Dia hanya menjadikan kasus ini, sebagai temanya. Misalnya kamu bisa buat tentang kesehatan mental mengenai kasus ini atau apa pun yang berhubungan dengan kekerasan yang terjadi. Hanya itu!"

Mendengar ucapan Kencana, membuat Newa menghela napas panjang, dia terlihat lelah dalam berpikir.

"Gue tahu kereta Kencana, tapi gue benar-benar penasaran sama pelakunya. Terlebihm korban di kasus pertama nggak bangun-bangun dari komanya, nggak capek apa tidur mulu."

Kencana menahan tawanya mendengar keluhan Newa. "Setelah bangun, bilangin ke dia, Wa. Kenapa harus lompat dari atas gedung itu."

"Terus nih, si cewek yang mulutnya dijahit, mana dia harus di rawat juga. Ah, kapan selesainya ini, waktunya bentar lagi, Kencana," ujar Newa frustasi sambil mengacak rambut panjangnya.

Lagi dan lagi, Kencana hanya bisa menawan tawanya sambil menggelengkan kepalanya. Kencana kembali fokus kepada mata pelajaran fisika kesukaannya, daripada esai itu.

"Emangnya, dua kasus aja nggak cukup apa, buat kamu tahu apa yang terjadi?" tanya Kencana.

Newa menggeleng. "Nggak cukup! Eh, tapi bukan berarti gue mau ada kasus terbaru. Cuma, gue nggak bisa pungkiri, dua kasus belakangan ini, cukup menghibur." Newa tersenyum tipis, namun senyuman itu seperti ada misteri dan imajinasi yang sedang bermain dalam pikirannya.

"Dari awal kamu masuk, aku teh udah curiga kalau Newa pasti nggak waras." Kencana menampilkan ekspresi berpura-pura takut dan merinding melihat Newasena.

Newasena langsung menatap sinis Kencana, terlebih gadis itu terlihat sedang meledeknya.

"Ana!"

"Ana?" Kerutan halus terlihat di dahi Kencana.

"Kencana kepanjangan, cukup Ana aja. Boleh kan?"

Kencana tersenyum. "Iya boleh, kenapa?"

"Kalau lo, ketemu sama pelaku sebenarnya, apa yang bakal lo tanyain ke dia?"

SEPASANG SAYAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang