15: Brengsek

45.5K 578 14
                                    

Keesokan harinya tidak ada kabar dari Zein hingga dua minggu kemudian masih tetap tidak ada kabar dari laki-laki itu.

Eca pergi sekolah seperti biasa, soal kehamilannya dia belum memberitahu siapapun termasuk kakaknya dan teman sebangkunya.

Hari-harinya terasa berat karena Eca mulai merasakan hal-hal yang terjadi saat mengandung, seperti mual dan hal-hal sensitif lainnya.

Sudah dua minggu juga teman-teman Zein tidak pergi ke sekolah. Hal itu yang membuat Eca susah untuk bertemu Zein.

Tapi hari ini Eca memberanikan diri untuk pergi ke rumah Zein.

Gadis itu sudah tiba di rumah Zein sepuluh menit lalu. Tapi dia belum berani untuk memencet bel rumah laki-laki itu.

Eca menghela nafasnya pelan. Tangannya bergerak memencet bel rumah tersebut.

Beberapa kali tapi tak ada tanda-tanda orang di dalam rumah tersebut.

Hingga setengah jam kemudian Eca masih setia berdiri di depan pagar rumah Zein karena saking ingin bertemu dengan laki-laki tersebut.

Panas terik matahari membuat Eca mulai merasakan pusing, ditambah karena keadaannya yang memang kurang baik.

Dalam hitungan detik Eca tumbang di depan rumah Zein.

Eca tidak peduli jika dia mati hari ini.

💦💦💦

Eca menatap sekeliling, aroma lavender semerbak masuk kedalam indra penciuman nya.

Huek

Eca langsung merasa mual dan memuntahkan semua isi perutnya ke sembarang arah.

Terdengar helaan nafas berat yang langsung membuat Eca menoleh ke asal suara.

"Padahal tadi pagi baru di pel" ujarnya sambil keluar kamar untuk mengambil lap pel.

Dia lalu kembali lagi kedalam kamarnya dan membersihkan bekas muntahan Eca.

Setelah itu dia lalu duduk di sebelah Eca.

"Apa kabar?" tanya nya.

Eca menggeleng.

Lagi-lagi orang itu menghela nafasnya.

"Marahan sama Zein?"

Eca terdiam.

"Ka Zein dimana ka?" tanya Eca.

"Udah dua minggu Zein gaada dirumah" jawab Ejay.

"Berarti kaka belum tau?"

Ejay mengernyit.

"Soal apa?" tanya Ejay.

Eca menghela nafasnya berat.

"Berarti sore itu ka Zein ga pulang ke rumah"

"Ada apa?" tanya Ejay.

Eca melepaskan hoodie yang dia kenakan lalu melepaskan juga seragam yang dia pakai. Dia memakai baju kaos sebagai daleman.

"Perut Eca udah keliatan besar ya" ucap Eca sambil tertawa miris.

Ejay terkejut bukan main, jantungnya serasa berhenti berdetak. Dia menatap Eca yang sedang mengelu-elus perutnya.

"Ca..."

Eca menatap Ejay sambil tersenyum.

"Eca hamil ka, kasih selamat dong" ujar Eca dengan mata berkaca-kaca dan senyuman manisnya.

Ejay langsung memeluk Eca, dan Eca langsung menangis.

"Eca hamil ka, Eca hamil"

Ejay belum membuka mulutnya, dia hanya bisa memeluk gadis itu dengan erat.

BULLY [18+] [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang