Waktu cepat berlalu, sudah tiga hari semenjak kedatangan Juna, dan tanpa sadar pernikahan sudah akan dilaksanakan besok.
Sebenarnya memang tidak memerlukan persiapan yang banyak, karena sepakat untuk melakukan pernikahan di salah satu gereja dengan sederhana saja, hanya melakukan pemberkatan nikah dan lain sebagainya, itupun hanya akan di saksikan oleh beberapa orang.
Abian bawa kedua kakinya menuruni tangga, netra mata memutar malas setelah menangkap sang kembaran sedang menempeli pria yang besok akan mengikat janji dengannya.
Dapat terbaca dengan jelas bahwa adik selisih beberapa menit, sungguh menyimpan rasa pasa pria bernama Juna itu. Abian tidak peduli sih, bagaimanapun ia bersikap, tidak ada yang akan berubah nantinya.
Kehadiran Abian mengambil atensi Juna serta Anin. Keduanya sedang berada di ruang tengah, membicarakan hal yang Abian tidak ketahui itu apa. Bahkan pertemuan tiga hari lalu hanya Abian anggap angin lalu, tidak lebih, hanya sekedar pertemuan untuk mengetahui wajah apa yang akan dia nikahi nanti.
Tiga hari ini Abian lalui seperti biasa, seperti tidak akan ada kejadian besar terjadi, berbicara dengan Juna juga hanya sepatah kata, itupun hanya dalam kondisi yang mengharuskan mereka bertukar kalimat.
Mata Juna menangkap perawakan pria yang baru saja menuruni tangga, kakinya membuat langkah, mendekati pria itu, menuju ke arah dapur. Sedangkan ada wanita cantik merasa kecewa akibat kepergian itu.
"Abian, saya boleh bicara sama kamu?"
Abian melihat ke arah Juna yang mendekat, "Apaan sih." Kembali ia fokus menuangkan air mineral kedalam gelas kaca.
"Nanti kita harus keluar ambil baju, kata om Arya sama tante Tiara. Mereka sibuk urus gereja, jadi kita yang diminta untuk ambil."
Dahi Abian mengerut, tanda tidak suka, "Lo aja yang ambil sendiri, gue ogah." ujar nya menolak ajakan.
"Saya ngga tau alamatnya, makanya kamu disuruh ikut." Melirik pintu kulkas, Juna jalan mendekat, ia tahan sudut pintu kulkas atas, saat Abian buka untuk memasukkan air kembali, mencegah sudut itu mengenai dahi.
Abian terdiam mendapat pergerakan tiba-tiba, perlahan ia tutup pintu kulkas, posisi Juna sekarang memang tidak terlalu dekat, masih ada jarak, sekitar setengah meter.
"Suruh aja Anin yang temenin, dia pasti tau, gue sibuk." Abian beranikan membalas tatapan Juna dengan sedikit mendongak.
"Yang mau nikah sama saya itu kamu, bukan Anin. Jadi yang harus ikut itu kamu."
Suara dering panggilan masuk terdengar dari ponsel Abian yang memang senantiasa ia bawa, sipit itu melirik nama yang tertera pada layar, setelahnya menghela napas lelah.
"Yaudah, kapan? Jamber?" tanya Abian beruntun, pada akhirnya ia harus ikut, soalnya jika tidak, dapat dipastikan nama Mama nya akan terus naik dalam mode panggilan masuk.
"Kamu bisa jam berapa, saya ikut mau kamu aja."
"Kalau maunya gue, gue ngga ikut."
Juna menatap wajah di depannya, berusaha sabar, "Saya tanya beneran Bian, takutnya kalau saya yang tentuin, kamunya yang ngga nyaman." ucap Juna.
Beberapa detik Abian memperhatikan wajah si lebih tua, baru selanjutnya berdecak kesal, "Sekarang aja, gue naik ganti baju bentar."
Juna akhirnya mengangguk, "Yaudah saya tunggu."
Juna memperhatikan langkah Abian yang berjalan keluar dapur, sepertinya harus banyak sabar untuk menghadapi calon suaminya itu.
~
KAMU SEDANG MEMBACA
𝙎𝙚𝙢𝙥𝙪𝙧𝙣𝙖 [𝙝𝙮𝙪𝙘𝙠𝙧𝙚𝙣] ✓
Fanfictionberisikan lika-liku sebuah pernikahan dari dua pribadi yang berbeda. -fanfic homo -jangan salpak -jaga² mpreg