enam belas.

7.7K 811 59
                                    

Di gazebo sebuah rumah, tiga pria sedang asyik bermain sebuah kartu yang berjumlah lima puluh dua lembar dengan beberapa ibu-ibu juga bapak-bapak, ada beberapa yang tidak ikut bermain, yakni Nanang dan beberapa bapak atau ibu-ibu yang ada di sana, mereka hanya menjadi suporter, ikut serius memperhatikan kelima pemain.

Sorakan dari kubu Abian terdengar, karena lagi-lagi ia menang, ternyata skill judi nya dahulu tidak rugi atau terbuang sia-sia. Kedekatan Abian dengan beberapa warga desa sekarang tidak hanya sekedar kenal, bisa dibilang sekarang ini Abian sudah berhasil berbaur, berhasil mendapatkan respon ramah dari mereka.

Dua telinga Danu sudah dipenuhi jepitan kain masing-masing tiga, para bapak-bapak dan ibu lainnya juga sama, Abian juga punya tapi hanya ada satu di telinga kanannya.

"Ini mah namanya curang, kamu hapal kartu kan Bian? Jujur aj deh." Danu kesal, telinganya sudah panas dan merah sebenarnya, tapi ia masih harus menambah jepitan kain pada area wajahnya lagi.

Abian tertawa, "Lah gue mah main nya pake trik, ngga asal main Nu," jawabannya dengan senang, melihat Danu tersiksa sekarang itu sangat lucu dan konyol, bukannya hanya Abian yang tertawa.

"Kamu kok lembek banget main nya Danu, tukar Nanang aja." Bapak-bapak di sebelah bersuara, sedangkan Danu hanya bisa memasang wajah kesakitan.

"Saya kira Danu sudah sempurna, ternyata payah main kartu."

Perkataan dari salah satu wanita paruh baya terdengar, mengundang tawa semua orang yang berkumpul di gazebo rumah Nanang.

Nanang menggeser Danu kebelakang, menggantikan posisi Danu, "Udah sana, gantian. Biar aku yang akan menghilangkan poin minus mu ini Nu, tenang aja ada abang Nanang."jawabnya bersemangat.

"Tante hati-hati, pokoknya kalau Nanang udah main kartu tante ngga akan selamat dari lirikannya," ujar Abian, wanita yang di bilang tante tadi meninggikan kartunya, hingga Nanang yang saat itu mencoba menyontek kartu jadi terhalang.

"Diam atuh Bian."

Akhirnya hingga beberapa jam kedepan, tiga pria yang paling muda di sana bermain dengan serunya bersama tetangga Nanang yang tidak sengaja melihat mereka bermain kartu, dan berakhir mereka bermain bersama.

"Besok kalian berdua ikut Desa sehat? Harus ikut ya, temenin aku, lagian hampir semua warga ikut tau besok nya, seru pasti."

Saat ini hanya tersisa mereka bertiga, duduk santai pada gazebo rumah Nanang yang sejuk.

Danu membaringkan tubuhnya, menggunakan tangan sebagai bantal, "Aku kayaknya malas deh, Nang," jawabnya masih ragu.

Sedangkan Abian mengerutkan dahinya bingung, tidak mengerti apa yang keduanya bicarakan, "Kalian bahas apaan sih, Desa sehat? Apaan lagi itu," tanya nya penasaran.

Danu bangun dari posisinya," Desa sehat tuh semacam acara senam bersama, yang dilakukan beberapa bulan sekali, sekalian gotong royong dan segala macam," jelas Danu, Abian mengangguk paham.

"Ikut aja Bian, biarin aja Danu ngga ikut sendirian,"

Sipit Abian beralih memandang ke arah Nanang, "Nanti deh gue info kalau jadi pergi ya."

"Nah kalau Abian ikut aku juga ngikut deh,"

"Dihh mending kamu ngga usah ikut aja udah Nu, ngga penting banget," cibir Nanang sewot yang mengundang tawa dari Abian maupun Danu.

***

Setelah sudah lumayan sore, Abian dihantar pulang oleh Danu, karena tidak mungkin Nanang, soalnya mereka bermain hari ini di rumah pria pengusaha pabrik beras itu.

𝙎𝙚𝙢𝙥𝙪𝙧𝙣𝙖 [𝙝𝙮𝙪𝙘𝙠𝙧𝙚𝙣] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang