dua puluh tiga.

7.8K 798 40
                                    

Kekhawatiran Juna ternyata benar terjadi, suaminya tidak ingin ditinggal kerja, saat ini ia telah siap dengan seragam kerja, sarapan juga telah selesai mereka lakukan, tapi Abian merengek meminta ikut atau bahkan membiarkan Juna tetap tinggal.

Abian duduk pada pinggiran kasur, tangannya melingkari pinggang Juna yang berdiri diantara dua kaki nya yang selonjoran. Sipit yang lebih muda mendongak, memandangi suaminya dengan tatapan memelas.

"Mas mau kerja sayang." Juna mengarahkan tangannya untuk menyelipkan anak rambut Abian yang mulai panjang ke belakang telinga.

"Jadi aku gimana? Aku ikut aja bisa ngga, aku duduk diam di samping mas aja ga papa," rengek nya, ujung  bibir melengkung kebawah.

Yang lebih tua tersenyum, "Kalau bisa, mas ngga bakal biarin kamu ngerek gini sayang, lagian mau ngapain di sana, bikin kamu capek aja," jawab Juna, Abian makin mengeratkan pelukannya sambil membenamkan wajah pada dada suaminya yang tertutupi seragam kerja.

"Aku ngga suka muntah tau, nanti kalau ngga cium bau nya mas selama itu pasti bakal muntah terus," ucap Abian lelah, dagunya telah menempel sempurna pada permukaan dada bidang Juna.

Untuk beberapa saat Juna hanya memandangi Abian, kepalanya mencari solusi, hingga matanya tertuju lemari baju, "Yaudah kalau gitu kamu pake baju mas aja sampai mas pulang dari kerja lagi."

Abian membalas tatapan suaminya masih dengan ekspresi memelas, sedikit berat untuk menerima itu, soalnya selain ingin mencium bau nya Juna, Abian juga ingin mendapatkan afeksi dari suaminya, ia cemberut, hatinya bimbang untuk memberikan jawaban.

Sedangkan Juna dapat membaca itu, ia bingkai wajah Abian, kemudian merendahkan kepala, memberikan kecupan sayang pada seluruh wajah cemberut suaminya, "Bisa ya sayang nya mas, ngga sore banget juga kan mas pulang nya, nanti kalau udah pulang, mau kamu minta peluk sampai pagi juga mas kasih," ujarnya, wajahnya masih ia rendahkan.

Hingga pada akhirnya dengan berat hati, mau tidak mau Abian mengangguk, melihat itu Juna terkekeh gemas, terlihat sekali suaminya yang tidak ingin ditinggal barang sedetik saja.

Dan rupanya memakai baju Juna memang sedikit membantu, bau suaminya menempel di sana, tapi tetap saja Abian lebih memilih untuk menghidu secara langsung.

Yang lebih muda masih cemberut walau telah dipakaikan baju suaminya yang kebesaran jika berada di tubuhnya, bagaimana tidak soalnya setelah ini Juna akan benar-benar pamit untuk bekerja.

"Coba lepas dulu deh sayang tangannya," pinta Juna bermaksud untuk Abian melepaskan pelukan, setelah terbebas ia rendahkan tubuh, mensejajarkan wajah pada perut rata Abian, ia tersenyum hangat.

"Kalau ayah lagi kerja, jagoan ayah jangan bandel ya di dalam sana, jangan bikin papi nya susah ya sayang, ayah lagi ngga ada soalnya. Anak ayah kan pinter, jadi jagain dulu ya papi nya, nanti kalau ayah pulang kita gantian, oke?" Setelah berbicara dengan calon anaknya, Juna memberikan kecupan singkat pada permukaan perut Abian.

Melihat itu perasaan Abian menghangat, padahal percuma Juna bilang seperti itu, anak mereka juga masih terlalu kecil.

"Mas beneran berangkat ya sayang." Pamit Juna mengusak surai lembut Abian.

"Mas..."

Juna berbalik, memandangi suaminya yang tiba-tiba memanggil, tapi setelah melihat Abian menunjuk area dahi Juna tertawa, terpaksa ia berjalan mendekati si kecil lagi untuk memberikan kecupan singkat di sana.

Tapi baru saja Juna ingin kembali berbalik, Abian kembali bersuara, "Kok itu doang, ini belum," ucap Abian sebal, sambil menunjuk bibirnya.

Kembali Juna tertawa, ia pandangi perawakan suaminya yang sangat menggemaskan dengan segela tingkah nya pagi ini, "Kamu kalau gini bikin mas malas pergi kerja nya sayang," balas Juna mencubit gemas hidung si manis, setelahnya memainkan pipi suaminya gemas menggunakan ujung hidung, Abian terkekeh geli dibuatnya.

𝙎𝙚𝙢𝙥𝙪𝙧𝙣𝙖 [𝙝𝙮𝙪𝙘𝙠𝙧𝙚𝙣] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang