dua puluh dua.

8.5K 807 67
                                    

Besoknya, setelah semalaman menangis menyusun kembali emosi, Abian sakit. Pagi-pagi sekali sudah bangun mengeluh sakit, suhu tubuhnya juga makin tinggi, membuat Juna makin khawatir, untung saja ini hari Minggu, Juna bisa seharian penuh merawat suaminya.

"Selamat pagi sayang," ucap Juna memberikan satu kecupan manis pada dahi, mendapatkan itu Abian memejamkan mata, "Makin panas loh ini, Mas bawa ke rumah sakit ya dek ya." Lanjut Juna memandangi Abian khawatir, saat ini ia memfungsikan satu tangan untuk menyangga kepalanya, satu tangannya lagi setia menepuk-nepuk lembut bahu Abian dari balik selimut tebal mereka.

Abian merasa kepalanya sungguh terasa berat, tapi tidak setuju untuk pergi ke rumah sakit, maka dari itu ia menggeleng, lalu masuk lebih dalam pada pelukan Juna, membenamkan wajah pada dada bidang suaminya, menghirup aroma Juna seakan berhasil meringankan berat pada kepala.

"Aku minum panadol aja langsung sembuh ini, ngga mau keluar, mau di rumah aja," balas Abian, suaranya teredam.

Juna ikut memeluk suami kecilnya, berharap dengan itu panas si manis berpindah padanya, "Tapi kepalanya udah ngga sakit memang nya?" tanya nya khawatir sebelum membunuhi kecupan-kecupan sayang pada kepala Abian.

Yang lebih muda kembali memejamkan mata, tersenyum lembut begitu ia diberi afeksi sebegitu banyak, kemudian ia membawa kepalanya untuk lebih naik, mendongak menatap Juna.

Senyum hangat Juna berikan ketika melihat kepala Abian menyembul keluar dari pelukannya "Hmm? Mau apa sayang," bisiknya sambil memainkan ujung hidungnya pada ujung hidung si manis.

Hidung Abian ia kerutkan seraya terkekeh kecil, lalu menggeleng lucu, "Mas wangi banget, aku suka."

Suara tawa geli dari Juna terdengar mendapati Abian membenamkan wajah pada ceruk lehernya, bisa Juna rasakan hangat saat lehernya bersentuhan langsung dengan wajah suaminya yang sedang demam.

Sedangkan Abian memejamkan mata seraya menghidu aroma suaminya dengan rakus, entah kenapa pagi ini ia sangat menyukai aroma Juna, padahal biasanya juga ia merasa biasa saja.

"Padahal mas belum mandi loh."

"Ya ngga tau, aku suka aja."

Juna membiarkan, setidaknya menunggu sampai ia benar-benar tidak bisa lagi menahan geli, bulu kuduknya meremang, suaminya pagi hari ini sangat membahayakan bagi Juna sendiri.

Hingga akhirnya Juna bangkit, karena matanya melirik jam pada dinding yang telah menunjukkan waktu agar dia segera pergi memasak sarapan jika tidak ingin Abian terlambat sarapan, apalagi saat ini pria itu sedang sakit.

Namun baru saja ia bangkit dari kasur, terlihat Abian juga ikut terduduk dengan ekspresi protes akan kegiatannya yang tiba-tiba terhenti.

Abian tiba-tiba menutup mulut nya, ia tiba-tiba mual, matanya sampai berkaca-kaca menahan rasa ingin muntah itu. Abian menatap Juna dengan wajah berkaca-kaca nya itu, "Mau ke mana? Sinii, aku mual ngga nyuim bau nya mas," ujarnya, tangannya ia gerakkan memanggil manggil Juna agar kembali duduk di sampingnya.

Karena Juna belum juga bergerak, bening pada mata Abian makin terlihat, "Mas sini, bau mas hilang, aku mual, ngga suka nyium bau ruangan ini," rengek nya setelah melihat Juna masih berdiam diri menatapnya bingung.

Melihat suaminya sebentar lagi menangis, Juna segera naik ke atas kasur mereka, bergabung dengan Abian yang langsung memeluknya dan kembali membenamkan wajah di sana, "Kok tiba-tiba jadi manja banget gini sih sayang, biasanya juga kamu lanjut tidur dulu waktu mas lagi masak. Kenapa sih hmm?" Ujar Juna kembali menyelimuti punggung Abian, bagaimanapun juga Abian masih sedang sakit.

Sedangkan ditanya seperti itu Abian menggeleng, tidak tau juga kenapa tiba-tiba hidungnya hanya mau menerima aroma suaminya, "Ngga tau, beneran mual  kalau bau nya mas ngga kecium," balas Abian terdengar bergumam.

𝙎𝙚𝙢𝙥𝙪𝙧𝙣𝙖 [𝙝𝙮𝙪𝙘𝙠𝙧𝙚𝙣] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang