rutinitas.

8K 576 61
                                    

Suasana rumah keluarga Juna pagi-pagi sekali sudah ramai akan suara dua balita, keduanya sudah ikut bangun ketika sang ayah akan pamit untuk bekerja. Semuanya bermula dari Juna yang memasuki kamar dua buah hati, niatnya ingin berikan satu ciuman selamat tinggal, namun tidak menyangka ternyata putrinya malah terbangun.

"Yayah Yayah," rengek Kila yang sudah bisa berjalan dan berlari dengan sendirinya.

Juna pandangi putri nya yang baru saja terbangun, membuat tidur anaknya yang lain menjadi terusik. Panik tentu saja, karena Juna bisa menebak pamitnya pada pagi ini tidak akan mudah jika kedua bayi gembul nya terbangun.

Sedangkan Abian yang baru saja ingin menyiapkan keperluan mandi sang anak, terpaksa menghentikan kegiatannya setelah telinga mendengar tangis putri kecilnya di kamar sebelah. Sebelum pergi menghampiri, Abian menghela napas lumayan panjang.

Langkah kaki Abian membawa tubuhnya masuk pada kamar yang pada pagi hari ini sudah heboh, sipitnya dapat melihat Juna yang berusaha mengajak main anak mereka agar tidak mengeluarkan tangisan lagi.

"Kan. Kenapa ke kamar mereka lagi sih mas, kamu susah sendiri kan kalau udah gini. Aku udah bilangin padahal."

Juna tersadar akan kehadiran suaminya yang langsung mengambil alih putri kecil mereka dari gendongan, "Maaf sayang, mas kira mereka ngga bakal kebangun," balasnya memperhatikan Abian dengan kegiatan mengalihkan perhatian Kila, namun tidak lama, karena setelahnya Kala sudah terbangun, buat Juna harus mengambil sang putra dalam kasur khusus mereka.

"Ayah mau pergi kerja sayang, Kakak Kila ngga boleh ikut, oke?" Abian berbicara pada balita digendongan. Kila langsung menghentikan tangisnya, dua matanya memperhatikan sang Papi dengan seksama, sambil segugukan kecil terdengar dengan sisa air mata pada area mata.

Kila melihat Ayah, di sana Ayah sedang menggendong Kala yang kembali tertidur pada bahu, sesekali Ayah akan menepuk-nepuk punggung Kala lembut.

"Kila Kut Papi. Yayah." Terakhir, kembali terdengar rengekan Kila dengan dua tangannya meminta gendong pada sang Ayah.

"Kakak mau sama Ayah?" Setelah Juna mengatakan itu, anggukan kecil ia dapatkan dari putri kecilnya yang berada dalam gendongan sang suami.

Karena takut anaknya yang satu lagi kembali terbangun dan ikut menangis, maka Juna biarkan sang putra digendong Abian, dan dirinya yang akan menggendong sang putri. Bersiap menenangkan.

"Sini, Kakak sama mas aja sayang, takut Adek juga ikut kebangun lagi." Ujar Juna sebelum mendapatkan Kila pada gendongan nya.

"Makanya lain kali ngga usah izin dulu mas, tunggu mereka ngerti dan ngga rewel, udah tau Kakak itu maunya nempel mulu sama kamu." Abian berujar.

Diantara dua anak mereka, Kila itu paling rewel, juga, paling tidak bisa jauh dari Ayah, dan hal seperti ini bukanlah yang pertama kali, tapi Juna tetap saja ingin mengunjungi kamar anak mereka sebelum memulai kerja. Walau sudah tau, jika Kila sudah melihatnya berdiri, maka putrinya akan meminta gendong, ingin ikut.

"Kakak dengerin Ayah dulu," ujar Juna memberikan jeda, ia turunkan sang anak, biarkan balita itu berdiri menggunakan kakinya sendiri, "Ayah mau pergi Kerja, Kakak ngga boleh ikut. Kalau Kakak Kila ikut, Papi bakal sedih karena ngga ada temannya. Kakak mau Papi jadi sedih?"

Bayi berusia dua tahun itu tidak mengerti sepenuhnya, hanya kalimat terakhir sang Ayah yang sekiranya masuk dalam kepala kecil miliknya, terbukti dengan ia yang menolehkan pandangan untuk melihat sang Papi yang menampilkan senyum hangat, tergambar jelas pada wajah, lalu Abian ikut berjongkok setelah kembali meletakkan Kala di atas kasur.

Kila menggeleng pelan, buat Juna mengembangkan senyum, "Kalau Kakak ngga mau buat Papinya sedih berarti harus ditemenin, Papi sedih ngga ada temannya kalau Kakak ikut sama Ayah."

𝙎𝙚𝙢𝙥𝙪𝙧𝙣𝙖 [𝙝𝙮𝙪𝙘𝙠𝙧𝙚𝙣] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang