Ini chapter 04

269 8 0
                                    

"Rambutku jadi aneh gitu gak sih, Jeng?" Milka meraba-raba rambutnya yang telah kembali ke warna alaminya, untuk yang kesekian kalinya. Dia merasa benar-benar tidak percaya diri dengan warna rambutnya yang sekarang dan tidak bisa berhenti untuk bertanya pada Ajeng sejak mereka bertemu di kelas tadi pagi hingga sekarang di perpustakaan dalam rangka mengerjakan tugas.

"Cantik kok Mil… serius deh, aku gak bohong," kata Ajeng yang sudah putus asa atas pertanyaan Milka yang itu-itu saja.

"Ah, masa sih. Tapi kata temanku, aku lebih baik dengan rambut hijau. Kalau rambut hitam jadi biasa aja gitu lho."

Entah teman yang mana yang Milka maksud, siapapun itu Ajeng benar-benar menaruh kekesalan padanya, karena gara-gara dia Milka terus menanyakan hal yang tidak benar adanya. Milka itu benar-benar cantik, dengan atau tanpa rambut hijaunya apalagi dengan warna rambut aslinya, jadi bagaimana bisa teman Milka itu mengatakan Milka lebih baik dengan rambut hijaunya. Benar-benar aneh.

"Kok diem. Aku beneran jelek ya?" Milka memelas ketika tak mendapat tanggapan dari Ajeng.

Ajeng menghirup napas dalam-dalam lalu menghembuskannya pelan-pelan. Selama ini Ajeng di kenal sangat sabar dalam segala situasi, tapi jika terus didesak, Ajeng juga bisa marah. Seperti sekarang ini, dia marah karena Milka tidak mempercayai ucapannya dan terus merasa tidak percaya diri. Lalu terus menanyakan pertanyaan yang sama.

"Berhenti nanya-nanya. Kamu cantik, titik. Lebih baik sekarang kamu kerjain tugasmu itu. Sebelum pulang sudah harus dikumpulkan."

"Ah, masa sih? Aku kok gak pede ya?"

Ajeng menggeram marah dan ingin sekali menjambak rambut Milka guna menyadarkannya bahwa apa yang dia rasakan itu hanya khayalannya saja. Namun sebelum Ajeng melakukan kekerasan tersebut, tiba-tiba saja meja tempat mereka belajar di ketuk oleh seseorang dan bersamaan Ajeng juga Milka menoleh.

"Hai."

Orang itu melambai pada Ajeng dan Milka dan dengan begitu, perdebatan dua sahabat itu pun berakhir digantikan perasaan tidak enak hati karena mereka merasa tidak seharusnya mereka beradu argumentasi di depan oranglain. Terutama Ajeng yang jelas-jelas sudah menunjukkan wajah beringasnya untuk Milka. Ajeng dan Milka saling menatap sebelum membalas sapaan tersebut.

"Ada apa ya?" tanya Milka yang merasa tidak memiliki urusan apapun dengan cowo diseberang meja tersebut.

"Nama gue Alan. Kalau gue gabung belajar sama kalian boleh?"

Tertegun, Milka kemudian menatap sahabatnya yang ternyata juga tengah menatapnya.

"Ajeng, boleh kan?" Alan kembali bertanya dan Milka terkejut bukan main karena Alan mengetahui nama sahabatnya.

"Kalian udah saling kenal?"

Jantung Ajeng berdentum lebih kencang, dia meneguk ludahnya seolah takut padahal dirinya tidak sedang melakukan kesalahan apapun. Sebenarnya ini tidak berlebihan, Ajeng jarang berinteraksi dengan cowo lain di sekolah dan apabila dia berinteraksi dengan salah satu di antara mereka, maka Milka langsung berpikir bahwa Ajeng memiliki hubungan dengan cowo itu, dan Ajeng tidak mau Milka berpikir macam-macam tentang dirinya dan Alan, teman barunya.

"Iya, baru semalam. Alan minta tolong bilangin Mika supaya gak jutek amat kalau di kelas," jelas Ajeng cepat-cepat agar Milka salah paham.

"Demi apa?" Milka masih sedikit tidak percaya pada pernyataan Ajeng, jadi dia melirik Alan dan menemui cowo itu mengangkat kedua bahunya dan Milka pun percaya. "Ya, abang aku emang jutek sih. Maaf ya Alan."

"It's okay. Gue juga kadang-kadang suka jutek." Setelah permisi, Alan duduk di bangku seberang Ajeng dan Milka. "Ngomong-ngomong kamu lagi belajar apa, Ajeng?"

Kamu bilang, kamu cinta sama akuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang