Ini Chapter 17

134 2 7
                                    

Alan marah pada Ajeng, dan Ajeng tidak tahu bagaimana cara meredam kemarahan pacarnya itu. Tidak lain dan tidak bukan karena kurangnya pengalaman yang Ajeng miliki. Ajeng tidak pernah berpacaran sebelumnya sehingga tidak tahu menahu trik untuk meluluhkan hati kekasih yang sedang membara oleh amarah.

Ketika mereka bertemu kembali di sekolah keesokan harinya, Ajeng pikir Alan tidak lagi merajuk padanya hanya karena Alan tetap mau ia ajak makan siang bersama. Padahal wajah Alan yang sangat datar dan dari caranya menanggapi setiap ucapan Ajeng yang terkesan enggan, Ajeng harusnya sadar Alan masih marah, tapi Ajeng itu selain tidak berpengalaman juga kurang peka terhadap perasaan oranglain. Dia terus mengoceh tanpa memperdulikan Alan yang muram.

"Nanti, kalau aku pindah ke Jakarta, aku bakal ngekos sendiri. Aku bakal belajar jadi mandiri dan jaga diri aku baik-baik."

"Hm."

"Lagi, aku juga mungkin akan ikut organisasi di kampus nanti supaya gak jadi mahasiswa kupu-kupu. Kuliah pulang, kuliah pulang, gitu. Menurutmu aku bisa kan?"

"Kenapa enggak?"

Senang sekali Ajeng mendengarnya, Alan itu selalu mendengar dan mendukung segala macam impiannya. Ajeng sudah membayangkan kehidupan bahagianya saat di masa kuliah nanti di Jakarta yang akan sangat indah dengan adanya Alan di masa-masa itu. Ajeng juga membayangkan begitu banyak hal romantis yang ia dan Alan bisa lakukan saat kuliah nanti tanpa perlu takut kena marah orang tua atau digunjingkan tetangga.

Namun, mimpi-mimpinya ini langsung buyar ketika Alan menggeser kursinya untuk mundur sedikit lalu berdiri dan berniat pergi.

"Lho, Lan, mau kemana? Kamu kan belum makan," kata Ajeng bingung. Biasanya Alan makan mie ayam atau bakso sebelum kembali ke kelas, tapi hari ini dia belum makan apapun. Camilan juga belum.

Tanpa berbalik badan, Alan menanggapi dengan nada dingin, "Gak lapar. Kamu makan aja sendiri." Lalu Alan pergi dan Ajeng termangu.

Apa-apaan itu? Ada apa dengannya? Kenapa Alan tiba-tiba… tidak tiba-tiba, Ajeng langsung ingat ia mendengar nada suara yang sama dari Alan semalam tepat sebelum dia mematikan telepon. Akhirnya Ajeng pun menyadari bahwa Alan masih marah pasal yang semalam dan mungkin sekarang lebih parah karena Ajeng tidak membujuknya tadi.

><

"Aku salah Lan, dan aku minta maaf untuk itu."

"Kamu memangnya salah apa? Kenapa baru minta maaf sekarang?"

Ajeng meringis mendengar kalimat bernada sindiran itu. Terlebih, terlontar dari mulut Alan yang selama ini jarang sekali berbicara ketus pada Ajeng. Betapa sedihnya Ajeng, namun ini adalah konsekuensi dari kesalahan dirinya sendiri.

"Kamu gak suka diatur-atur dan aku malah ngatur-ngatur kamu." Alan diam mendengarkan sehingga Ajeng pun melanjutkan. "Aku juga salah karena gak minta tadi ke kamu, dan gak peka terhadap perasaanmu. Maaf Lan."

"Bagus kalau kamu sadar," kata Alan masih terdengar dingin. "Jangan ulangi lain kali."

Dengan patuh Ajeng mengangguk, dia mendekat pada Alan agar bisa berpelukan dengan cowok itu. Tak perlu merasa takut akan ketahuan oleh orang lain karena saat ini mereka tidak berada di ruang publik tapi ruangan tertutup yaitu gudang belakang sekolah yang kosong dan selalu sepi. Mereka telah menetapkan gudang belakang sekolah ini sebagai tempat pertemuan tetap baru karena rumah pohon di rasa tidak aman lagi setelah mereka ketahuan pacaran oleh Rama.

Masih sambil berpelukan, Ajeng bertanya, "Kamu gak marah lagi kan?"

"Enggak."

Ajeng mendongak pada Alan dan mengukir sedikit senyum. "Aku seneng dengernya, aku gak suka waktu kamu marah sama aku."

Jari Alan membelai rambut Ajeng yang selalu terkepang rapi dengan pelan. "Makanya jangan bikin aku marah dong. Aku juga gak suka kalau harus marahan sama cewek cantikku ini."

Tersipu-sipu Ajeng mendengarnya, namun sebagian perasaannya yang lain ingin mendengar lebih banyak pujian dari Alan dan begitu saja, Ajeng mencondongkan wajahnya semakin dekat dengan wajah Alan. "Emang iya aku cantik?"

"Iya, cantik banget. Kamu aja yang gak pernah sadar."

Ajeng senang sekali, dia menenggelamkan dirinya sekali lagi dalam pelukan Alan yang hangat dan nyaman agar dapat menyembunyikan rona merah wajahnya yang semakin kentara. Alan memang ahli dalam hal membuat Ajeng seperti ini, tidak heran mengapa Ajeng tidak pernah bisa berhenti untuk jatuh cinta padanya.

Namun kegiatan romantis itu tidak dapat bertahan lebih lama ketika Ajeng mengingat hal penting. Ajeng menjauh sedikit dari Alan namun lengannya dan lengan Alan masih saling bertautan. Ada gurat kebingungan di wajah Alan yang Ajeng dapat baca karena aksinya yang tiba-tiba.

"Aku lupa ngasih tahu kamu soal ini tadi."

"Soal apa?"

"Soal ayahku yang mau ketemu sama kamu."

Alan tidak percaya mendengarnya. "Jangan bercanda, sayang."

Kata sayang dalam ucapan Alan alih-alih terdengar manis malah terdengar mengancam di telinga Ajeng, tapi dia memang sedang tidak bercanda dan tidak ingin berbohong saat ini. "Aku serius. Ayahku bilang mau ngobrol sama kamu."

"Ngobrolin apa? Dia mau mengontrol aku juga, kayak dia mengontrol kamu?" kata Alan menuduh yang sangat tidak suka Ajeng dengar.

"Ayahku gak akan ngelakuin itu Alan. Ya, dia mungkin cuma mau kenalan sama pacar pertamaku."

Alan mendorong Ajeng menjauh, dan Ajeng sempat terpanah dengan apa yang Alan lakukan padanya itu. "Aku gak percaya."

"Ya ampun, Lan, emangnya buat apa ayahku ngontrol kamu? Gak ada gunanya tahu."

"Karena kamu anaknya dan sekarang kamu ada hubungan sama aku. Dia gak mau kamu bikin malu dan ayahmu juga pasti gak mau aku bikin malu dia. Makanya ayahmu mau ketemu sama aku buat ngontrol aku."

Terdengar masuk akal dan Ajeng hampir mempercayai teori Alan tersebut lalu ketika dia tersadar bahwa ayahnya tidak pernah sampai mengontrol hanya agar dirinya tidak menanggung rasa malu.

"Gak mungkin Lan ayahku begitu," kata Ajeng teguh. "Lagian, kita baru aja lho baikan masa udah bertengkar lagi sih?"

"Kamu pikir aku mau bertengkar sama kamu? Enggak?! Tapi kalau kamu selalu bikin aku kesel ya gimana aku gak marah dan gimana kita gak akan bertengkar?"

"Tapi kan, aku cuma ngasih tahu kamu kalau ayahku mau ketemu sama kamu. Bukannya itu hal bagus ya kalau orang tua pasangan kita mau ketemu?"

"Bagus kalau orang tuamu bakal ngasih nasehat buat hubungan kita tapi kalau yang ada mereka bakal ngelarang kita ngelakuin ini itu, yang ada malah nyebelin tahu gak Jeng?"

"Orangtuaku gak akan begitu, Alan."

"Mereka bakal begitu, dan aku gak mau ketemu sama mereka titik."

Bagai tuli, Alan tidak mengabaikan suara Ajeng yang terus memanggilnya dan menuntutnya untuk tetap tinggal dan menyelesaikan pembicaraan mereka. Alan sudah kelewat emosi dan jika bertahan lebih lama mungkin ia akan melampiaskan emosinya tersebut pada Ajeng dan itu tidak akan baik akhirnya.

><
Upsie, baru baikan udah marahan lagi wkwkwkw🤪

Kamu bilang, kamu cinta sama akuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang