Dengan penuh kehati-hatian, Ajeng membuka pintu kamar yang katanya di tempati oleh Alan, dan dengan penuh kehati-hatian juga, Ajeng menghampiri ranjang di mana Alan tengah berbaring. Tidak ada lampu, tapi berkat cahaya terang bulan yang masuk ke kamar lewat jendela membuat Ajeng dapat melihat dengan jelas kondisi Alan yang ternyata, sangat mengenaskan.
Alan tidur tengkurap, rambutnya acak-acakan, dengkuran terdengar mengisi kesunyian yang ada. Alan kelihatan sangat lelah dan Ajeng jatuh kasihan padanya, tapi apa yang lebih memprihatinkan menurut Ajeng adalah keberadaan dua buah botol miras di meja samping tempat tidurnya. Sebegitu marahkah Alan sehingga dia melampiaskannya dengan meminum minuman keras tersebut?
Tanpa sadar tangan Ajeng menggapai wajah Alan dan jari-jarinya mengelus lembut pipi Alan. "Ini semua salahku... maafin aku Alan."
Rasa bersalah itu kian pekat terasa kala Ajeng mengingat seharusnya dia sejak awal tidak perlu memaksa atau meminta Alan untuk menemui ayahnya. Padahal ketika awal berpacaran, Alan sudah memberitahu Ajeng bahwa dirinya tidak memiliki sesiapapun di sisinya yang dapat mendukungnya sampai ia bertemu Ajeng dan saat itu juga Ajeng berjanji akan selalu mendukung Alan di masa depan. Namun, dengan Ajeng memaksanya untuk menemui Rama yang kemungkinan besar akan mengatur jalannya hubungan mereka seperti kata Alan, itu sama saja dengan Ajeng melawan Alan dan tidak mendukungnya. Alan pasti merasa sangat sedih karena orang yang berjanji akan selalu mendukungnya telah ingkar janji.
Tanpa sadar Ajeng telah terisak dan hal itu mengakibatkan Alan terbangun dari tidurnya.
"Ajeng?!" Suara Alan terdengar serak dan kebingungan di saat yang sama. Dia memaksakan diri untuk bangun dan memeriksa apakah benar yang kini ada di sampingnya adalah Ajeng atau bukan, tapi gagal, karena Alan keburu merasakan sakit teramat sangat di bagian kepalanya yang membuatnya mengaduh.
"Lan, kamu gak papa kan?" tanya Ajeng buru-buru saking khawatir.
"Aku gak papa. Pusing... dikit doang." Ini karena Alan minum alkohol terlalu banyak dan lagi, sudah sangat lama sejak terakhir kali dia minum alkohol, Alan merasa seperti pemula dalam hal ini, dan dia cukup kesal karena hal tersebut. "Kamu... kok bisa ada di sini?"
"Aku khawatir sama kamu, makanya aku telepon Dodit dan dia ngasih tahu kalau kamu lagi begini keadaannya," kata Ajeng jujur. Alan mengangguk, tidak terlalu peduli dengan ucapan Ajeng, matanya masih belum terbuka sepenuhnya, tapi begitu Ajeng memeluknya, Alan terbelalak. "Aku minta maaf ya, gara-gara aku kamu jadi begini."
Belum pernah Ajeng seagresif ini, belum pernah Ajeng mendekati Alan lebih dulu sebelum ini, dan belum pernah mereka berpelukan atas inisiatif Ajeng lebih dulu sebelum ini, dan dia seperti ini karena merasa bersalah pada Alan? Alan sangat tidak menyangka.
"Maksud kamu apa?"
Ajeng berhenti memeluk Alan untuk menjelaskan maksud dari ucapannya. "Kamu marah karena aku maksa kamu ketemu ayahku kan? Terus kamu mabuk-mabuk begini."
"Oh itu..." Alan terlihat kebingungan harus menjawab apa. Sekitar sepuluh detik Alan terdiam sebelum akhirnya dia berkata, "Ah, iya. Ini karena tadi."
"Nah kan. Makanya itu maafin aku ya Alan."
Sisi jahil Alan muncul ke permukaan. Tiba-tiba saja dirinya ingin melihat Ajeng memohon-mohon padanya dan lebih agresif mengingat selama ini dalam hubungan mereka, Alan lah yang lebih sering melakukan hal tersebut. Jika dikatakan ini pembalasan maka tidak ada waktu yang lebih tepat lagi untuk melakukannya jika bukan sekarang.
"Gak semudah itu, sayang."
Ajeng keliatan khawatir mendengar ucapan Alan, dan Alan sendiri, merasa sangat senang melihat reaksi Ajeng. Ajeng bertanya kemudian, bagaimana caranya agar Alan mau memaafkannya.
"Kamu sudah membuktikan kalau kamu itu sangat patuh sama orangtuamu terutama ayahmu dengan memaksa aku buat ketemu dia, dan itu karena kamu cinta pada ayahmu ya kan?"
Jawabannya sudah jelas, Ajeng mengangguk mengiyakan.
"Nah, sekarang aku mau kamu membuktikan cintamu ke aku."
"Kamu kayaknya masih mabuk deh Lan, jadi kamu sebaiknya istirahat aja," kata Ajeng yang mengira Alan sedang melantur.
"Gak... gak, aku gak mau istirahat, dan aku mabuk atau enggak itu gak penting sekarang, yang terpenting itu kamu buktikan ke aku kalau kamu memang benar-benar cinta sama aku dan barulah aku bisa yakin terus maafin kamu."
Ajeng mendesah, merasa berat hati untuk mengiyakan permintaan Alan karena ia pikir bahwa selama ini dirinya telah cukup banyak membuktikan cintanya yang tulus kepada Alan. Namun, jika tidak seperti itu maka mungkin Alan tidak akan mau memaafkannya dan mereka akan terus bertengkar. Ajeng tidak mau hal ini berlanjut. Ajeng ingin hubungannya kembali baik seperti semula dengan Alan.
"Ya Alan, aku cinta sama kamu, gimana caranya untuk membuktikan hal itu?" tanya Ajeng dengan berat hati pada akhirnya.
"Seks."
Mata Ajeng membelalak, dan secara spontan dia mundur menjauhi Alan, tapi tidak terlalu jauh karena kedua lengan Alan menahannya. Ucapan Alan membuatnya terkejut sekaligus takut. Ajeng menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Ayolah, Ajeng. Kamu bilang kamu cinta sama aku. Kok gak mau sih?"
"Kita gak boleh kayak gitu. Gak baik."
"Kalau cinta ... buktiin dong. Kalau cinta tuh, kamu bakal ngelakuin apapun buat pasanganmu supaya dia seneng."
"Ya tapi gak kayak gitu juga caranya."
"Ya aku maunya gituan. Kalau kamu gak mau, kita mending putus aja karena itu artinya kamu gak benar-benar cinta sama aku."
Sekali lagi Alan mengejutkan Ajeng. Tangan Alan yang semula mengungkung Ajeng kini tak lagi seperti itu dan raut wajah Alan juga jadi lebih datar seperti tadi sewaktu di gudang sekolah.
"Alan, kita gak boleh putus, aku cinta sama kamu, tapi untuk membuktikannya bukan begini caranya." Alan tak menjawab, dan Ajeng takut dibuatnya. "Ayolah Lan, jangan diem aja. Minta aku melakukan hal lain karena untuk yang satu itu aku terlaku takut ngelakuinnya."
"Takut apa?" Akhirnya, Alan menyahut.
"Aku takut ... hamil."
Dalam sekejap, ekspresi wajah Alan berubah. Sebuah seringai tercipta di bibirnya. Tangannya meraih Ajeng untuk lebih dekat padanya. Lalu dengan punggung jari-jarinya, Alan mengelus pipi kiri Ajeng, kemudian ia berkata, "Tenang aja, aku bakal pakai pengaman kok."
^^^
GOSH, ADEGAN INI ADEGAN PALING SHIBAL YANG PERNAH KUBUAT PLEASE JANGAN DITIRU GUYS😶😵🤯
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu bilang, kamu cinta sama aku
Teen FictionTW // 18+ physical violence, bullying, harsh word, drugs. "Ya Alan, aku cinta sama kamu, gimana caranya untuk membuktikan hal itu?" tanya Ajeng dengan berat hati pada akhirnya. "Seks." Ajeng tidak tahu apakah seharusnya ia menuruti keinginan Alan ma...