Setelah sekian lama, salah satu keinginan Ajeng akhirnya tercapai yaitu menemui nenek Alan. Tepat ketika ujian kelulusan berakhir, Alan mengajaknya ke rumah yang Alan tempati selama beberapa bulan belakangan. Ajeng senang sekali karena bisa bertemu salah satu anggota keluarga Alan. Ini bisa menjadi sebuah pendekatan awal untuknya terhadap keluarga Alan. Alan juga bilang kalau ini suatu langkah yang baik bagi mereka sebelum nantinya memberitahu keluarga besar mereka terkait dengan kehamilan Ajeng.
Ajeng tahu hal itu tidak akan mudah, tapi tidak terlalu sulit juga mengingat sikap Alan yang baik padanya ketika awal bertemu. Ajeng berharap sikap nenek Alan seperti itu juga, tapi ternyata oh ternyata sikapnya jauh dari kata ramah. Hanya dalam sekejap senyuman ramah Ajeng luntur karena seolah senyumannya tersebut tidak tidak hargai sedikitpun. Sejak awal bertemu, nenek Alan telah menunjukkan raut wajah datarnya membuat Ajeng takut setengah mati padanya.
"Kalian ini sudah berapa lama pacaran?" tanya nenek Alan, kasar, seolah tengah menginterogasi seorang pelaku kejahatan.
"Mungkin dari bulan oktober nek."
"Lama juga," nenek Alan yang rambutnya dia sanggul itu mengangguk-angguk. "Gak capek apa pacaran sama Alan?"
"Eh?" Pertanyaan tiba-tiba itu membuat Ajeng gelagapan. Dia balik bertanya takut-takut. "Maksudnya apa ya nek?"
"Iya kan Alan ini ngeselin soalnya nakal banget. Kamu gak capek apa pacaran sama cowo modelan Alan?"
"Oh itu… enggak kok nek. Walaupun Alan kata orang nakal, dia baik kok ke saya," kata Ajeng. Dia senang bisa sedikit menjelaskan tentang pandangannya terhadap Alan kepada nenek.
Anehnya, nenek Alan tertawa kecil mendengar ucapan Ajeng, seolah hal itu lucu. Padahal Ajeng sangat serius saat mengatakannya. Tak jauh berbeda dengan Ajeng, Alan ikut-ikutan memasang wajah bingung gara-gara reaksi neneknya.
"Kamu harus mikir berkali-kali sebelum mengatakan hal seperti itu tentang Alan. Dia tidak sebaik yang kamu pikirkan. Kenakalannya sudah di luar bat…."
"Ajeng sudah tahu nek, ya kan Jeng?"
Dengan bibir yang terlipat karena gugup, Ajeng mengangguk dan nenek Alan kali ini tersenyum sinis.
"Dan kamu masih mau bertahan? Gadis bodoh."
"Nek, mulutnya dijaga dong," Alan memeringati. Ekspresi tubuh Alan terlihat tegang. Ajeng yang berada di sebelahnya langsung menenangkannya dengan berbisik bahwa dia tidak apa-apa mendengar ucapan nenek Alan.
Walaupun sebenarnya Ajeng sangat tersinggung karena dikatai 'Gadis bodoh' tapi Ajeng tetap berusaha bersikap sopan dan menunjukkan senyumannya. "Alan gak seburuk itu kok nek. Saya yakin suatu hari nanti dia bakal berubah jadi lebih baik."
"Gitu ya? Seberapa yakin kamu Alan akan berubah? Gimana kalau dia gak berubah jadi lebih baik?"
Sebelum ini Ajeng tidak pernah berpacaran, tapi dia tahu betul bahwa sangat aneh apabila ketika seseorang bertemu dengan anggota keluarga pacarnya lalu sang nenek mengajukan pertanyaan yang sangat sensitif seperti yang nenek Alan lakukan barusan. Biasanya nenek dari pacar oranglain berharap agar hubungan cucunya langgeng dan mereka sebagai sepasang kekasih bisa bahagia selalu bukannya ditanyai dengan pertanyaan yang sangat menganggu dan berpotensi menghancurkan hubungan cucunya tersebut.
"Saya sangat yakin nek, jadi nenek jangan khawatir kami akan putus di tengah jalan."
"Huh… saya malah berharap kalian putus. Kamu pantas mendapatkan yang lebih baik daripada cucu saya, si Alan ini."
"Nek!" Suara Alan meninggi, Ajeng tidak terlalu terkejut Alan melakukannya. "Kan udah Alan bilang, mulutnya di jaga." Alan berdiri lalu pergi dari hadapan neneknya dengan tidak lupa lupa untuk menarik Ajeng agar ikut pergi bersamanya.
Sudah cukup pertemuan hari ini dengan sang nenek, tinggal lebih lama, Ajeng bisa-bisa akan memutuskan hubungannya dengan Alan gara-gara dipengaruhi oleh nenek Alan sendiri. Padahal, niat Alan baik pada awalnya, dia ingin memperkenalkan Ajeng kepada anggota keluarganya satu persatu sebelum mereka menikah.
>>>>
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu bilang, kamu cinta sama aku
Teen FictionTW // 18+ physical violence, bullying, harsh word, drugs. "Ya Alan, aku cinta sama kamu, gimana caranya untuk membuktikan hal itu?" tanya Ajeng dengan berat hati pada akhirnya. "Seks." Ajeng tidak tahu apakah seharusnya ia menuruti keinginan Alan ma...