Ujian praktek kemarin itu adalah rangkaian pelajaran terakhir sebelum ujian akhir dilaksanakan. Masih ada beberapa hari lagi sebelum ujian akhir tiba, dan menjelang hari tersebut para siswa kelas dua belas tidak lagi perlu belajar di kelas karena semua pelajaran mereka telah rampung. Tidak heran mengapa beberapa siswa kelas dua belas tidak lagi datang ke sekolah. Bisa dibilang, ini waktu bersantai sebelum siswa siswi berhadapan dengan ujian yang berat.
Namun bagi Ajeng yang sedang stres, tidak ada namanya hari bersantai. Mata panda yang Ajeng miliki semakin lama semakin jelas terlihat akibat dari kurangnya waktu tidur yang ia miliki. Semenjak mengetahui dirinya tengah mengandung, satu-satunya hal yang bisa dia pikirkan adalah bagaimana cara memberitahu Alan tentang masalah ini dan bagaimana sekiranya mereka akan mengatasinya.
Sebenarnya, sudah beberapa kali Ajeng hendak mencoba untuk memberitahukan Alan tentang kehamilannya, tapi selalu gagal di saat-saat terakhir, Ajeng diserang rasa panik berlebih karena dia berpikir begitu mengetahuinya Alan akan langsung meninggalkannya.
Ujian semakin dekat dan berarti hari kelulusan pun semakin dekat, jika Ajeng tidak bertindak sekarang maka bisa saja Alan kembali ke Jakarta tanpa Ajeng bisa memberitahunya tentang kehamilannya.
"Aku harus ketemu Alan, sekarang." Ajeng meyakinkan dirinya, tapi tanpa sadar telah mengucapkan keinginannya tersebut keras keras sehingga Milka dapat mendengarnya.
"Mau ngapain ketemu dia?"
Ajeng salah tingkah jadinya, namun dengan cepat mengatasinya. "Memangnya mau ngapain lagi kalau bukan kangen-kangenan, kita berdua kan pacaran," kata Ajeng sambil cengengesan.
"Iya tahu kalian pacaran, tapi emangnya Alan ke sekolah hari ini? Daritadi aku soalnya gak liat deh."
Benar juga, Ajeng pun belum berinteraksi secara langsung dengan Alan hari ini, bisa saja Alan memang tidak ke sekolah hari ini. Tapi tidak apa-apa, begitu Ajeng menghubunginya dan mengatakan bahwa dia ingin bertemu, maka Alan pasti akan menemuinya.
"Nanti aku telepon dia deh."
"Kalau gitu… sebelum kamu ketemu Alan, gimana kalau kita makan dulu di kantin. Kita nikmati semua makanan yang ada di kantin sebelum kita lulus dan kangen makanan di kantin. Gimana, mau gak?"
"Ide bagus." Memanglah saat itu Ajeng sedang lapar dan dia butuh asupan. Menikmati segala macam makanan di kantin terdengar begitu menggiurkan.
Dua sahabat itupun lalu berlari ke kantin bersama-sama dan begitu sampai, mereka langsung membeli berbagai macam makanan dan minuman tanpa perduli apakah makanan atau minuman itu terlalu manis atau terlalu pedas, dan tidak terlalu baik bagi kesehatan terutama bagi ibu hamil.
><
"Ya ampun kenyangnya…" Milka merentangkan tangannya puas tepat setelah dia menghabiskan sepiring nasi goreng yang menjadi penutup dari tur kuliner di kantin bersama Ajeng hari itu. "Kamu gimana Jeng? Kenyang juga, tidak?"
"Iya, kenyang." Ajeng mengangguk sedikit dan tersenyum sedikit juga, hal ini membuat Milka memicingkan mata. Dalam waktu singkat, dia langsung tahu ada yang tidak beres dengan sahabatnya itu.
"Kenapa? Kok mukamu jadi pucat gitu sih?"
"Gak papa kok, aku cuma ngerasa mual aja sedikit."
"Wah ini pasti karena kamu kebanyakan makan deh…."
"Mungkin juga, karena aku baru makan sekarang, setelah terakhir makan kemarin siang, dan sekalinya makan kebanyakan."
"Ya ampun… Ajeng…." Milka tidak habis pikir dengan kelakuan Ajeng yang dapat merugikan dirinya sendiri itu. "Makan aja kok susah sih? Tante Retno emangnya gak masak makanan enak ya sampai kamu malas makan?"
Tentu saja tidak, seingat Ajeng, ibunya itu selalu memasak makanan yang enak bahkan apabila kondisi tubuhnya sedang tidak terlalu baik, Retno akan tetap memasak dan membuat anak juga suaminya merasa sangat bahagia karena selalu bisa memakan makanan enak. Tapi ya, makanan enak sebenarnya percuma saja apabila nafsu makan sedang turun drastis dan itulah yang dialami oleh Ajeng. Bahkan hari ini, dia mau makan di kantin karena Ajeng tidak ingin melewatkan kesempatan makan di kantin sekolahnya yang sebentar lagi akan dia tinggalkan dan sepertinya Ajeng makan terlalu banyak makanya perutnya sampai sakit.
"Aku emang lagi malas makan aja."
"Kenapa gitu? Lagi ada masalah kah?"
Ajeng berharap dia bisa bercerita, tapi lubuk hatinya yang terdalam merasa begitu malu apabila harus menceritakan masalah yang tengah menghimpitnya kepada Milka karena menceritakan masalahnya kini sama artinya dengan menceritakan kelakuan bodohnya sendiri.
Menyembunyikan masalah, itulah yang Ajeng harus lakukan untuk melindungi harga dirinya. "Gak kok, nafsu makan ku memang sering turun gara-gara ujian semakin dekat. Itu aja."
Tanpa curiga sedikitpun, Milka menepuk pundak Ajeng menenangkannya. "Tenang… aku yakin kita pasti lulus, dan bisa masuk universitas yang kita pengenin juga jurusan impian kita. Aku yakin."
Ajeng hanya bisa tersenyum seolah membenarkan, padahal dalam otaknya, dia sedang bertanya-tanya, apakah bisa dirinya berkuliah mengingat keadaannya saat ini? Dan Bisakah dia meraih cita-citanya? Bisakah?
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu bilang, kamu cinta sama aku
Teen FictionTW // 18+ physical violence, bullying, harsh word, drugs. "Ya Alan, aku cinta sama kamu, gimana caranya untuk membuktikan hal itu?" tanya Ajeng dengan berat hati pada akhirnya. "Seks." Ajeng tidak tahu apakah seharusnya ia menuruti keinginan Alan ma...