Ini Chapter 12

130 1 0
                                    

"Cokelat atau strawberry?"

"Vanilla!" Ajeng menyahut dengan penuh semangat kepada Alan yang baru saja bertanya.

Saat itu mereka sedang berada di pinggir jalan di mana seorang penjual es krim keliling singgah dan melayani beberapa pembeli yang kebanyakan merupakan anak kecil. Mereka antri dan Alan mengajukan diri untuk memesan es krim tersebut sedang Ajeng ia minta untuk duduk di tempat mereka semula yaitu pada sebuah pos ronda yang kosong.

"Vanilla memang lebih enak," Alan setuju, karena kebetulan dia juga lebih suka vanila daripada es krim rasa cokelat atau strawberry.

Setelah itu, Alan pun berdiri ketika anak-anak yang mengantri sudah berhamburan pergi karena telah mendapatkan es krim pesanan mereka masing-masing. Alan memesan dua buah es krim rasa vanilla lalu membawa keduanya kembali pada Ajeng. Awalnya ia berdiri di hadapan Ajeng, barulah ia duduk kembali ketika Ajeng telah meraih es krim miliknya.

"Emm, enak... dan lebih enak lagi karena ternyata kamu juga suka rasa yang sama," kata Ajeng sumringah.

Sebagai tanggapan dari ucapan Ajeng yang sangat manis, Alan mengelus rambut Ajeng dengan senyum di bibirnya. Sedikitpun, Ajeng tidak merasa risih mendapat sentuhan tersebut. Tubuhnya sudah terbiasa merasakan hal tersebut karena Alan telah seting melakukannya sejak tiga minggu belakangan ini. Pada satu sama lain, mereka kian berani berbicara dan bisa mengatakan apa yang mereka ingin katakan seperti apa yang Ajeng katakan barusan.

Keberanian itu, agaknya muncul bersama dengan rasa nyaman yang Alan berikan pada Ajeng. Alan tidak pernah mengomentari tentang apa yang Ajeng katakan, tidak seperti kebanyakan orang yang Ajeng kenal lainnya yang sedikit-sedikit berkomentar. Hal itu adalah satu dari banyaknya hal yang Ajeng sukai dari Alan.

Walaupun hingga hari mereka belum memiliki kejelasan hubungan apapun, tetapi, Ajeng sudah merasa cukup dan tidak pernah meminta kejelasan terkait hubungan mereka pada Alan. Ajeng bukan orang yang serakah, dengan Alan selalu mendengarkan segala ceritanya dan ada ketika Ajeng membutuhkan, itu sudah lebih dari cukup bagi Ajeng.

Ajeng tahu suatu saat nanti Alan atau mungkin dirinya sendiri akan membicarakan tentang hubungan mereka akan dibawa kemana, tapi untuk sekarang mereka lebih baik seperti sekarang saja. Menikmati waktu kebersamaan yang terasa berharga setiap detiknya.

"Kalau kita duduk di sini, gak papa? Maksudku... kamu gak takut seseorang ngeliat kita dan salah paham nantinya?" tanya Alan di sesi waktu mereka menikmati es krim.

Setelah tinggal cukup lama di kampung ini, Alan sudah tahu bagaimana masyarakat di kampung ini akan bereaksi terhadap setiap interaksi antara seorang perempuan dan laki-laki tanpa hubungan apa-apa di tempat umum.

"Tenang, di sekitar sini jarang ada orang, kamu lihat sendiri kan gak ada rumah di sekitar sini," kata Ajeng dengan entengnya, dia kembali menjilati es krimnya yang terasa begitu nikmat dan menyegarkan di siang hari yang sangat terik ini.

"Terus anak-anak tadi datang darimana?"

Ajeng menunjuk sebuah lapangan tak jauh dari pos ronda, tempat mereka berada. Terlihat ada banyak anak-anak kecil dengan berbagai macam kegiatan di sana. "Anak-anak itu sering main di lapangan itu dan asal mereka dari kampung sebelah. Mereka gak kenal sama aku atau... kamu pastinya. Ada juga dari kampung kita, tapi ya, namanya anak-anak mana perduli dengan orang lain kalau sudah asyik main."

"Wow... kamu tahu banyak ya?"

"Oiya dong, Ajeng..." Ajeng tersenyum bangga untuk dirinya sendiri. Nada suaranya terdengar pongah, berbeda dari biasanya. Walaupun nada bercanda dalam ucapannya juga kentara.

Alan merasa gemas melihat tingkah Ajeng yang satu itu, dengan tangannya yang bebas, dia mencubit pipi Ajeng main-main. Ajeng meringis dan berusaha menjauhkan pipinya dari Alan.

Kamu bilang, kamu cinta sama akuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang