Ini Chapter 22

137 2 0
                                    

Jangan mengira setelah melakukan hubungan seksual malam itu maka hubungan Ajeng dan Alan kian erat, kian romantis dan kian intim. Yang ada malah hubungan mereka semakin renggang namun bukan karena Ajeng atau Alan saling menjauhi satu sama lain, tapi karena proses belajar di sekolah yang semakin padat berhubungan dengan ujian kelulusan yang sudah di depan mata.

Saat itu sudah masuk bulan februari ketika Alan menyadari kekasihnya menghabiskan lebih banyak waktu untuk buku-buku pelajaran daripada untuk dirinya. Jangankan bermesraan, Ajeng bahkan jadi sering terlambat membalas pesan yang Alan kirimkan dan mereka jadi susah untuk bertemu lantaran sibuknya Ajeng belajar terus menerus.

Awalnya, Alan kesal, tapi dia tidak mau memaksa Ajeng untuk terus dengannya ketika cewek itu benar-benar tengah fokus belajar. Kemudian Alan mulai bosan dan uring-uringan. Dia tidak bisa berjauhan dengan Ajeng lebih lama lagi. Ketika dilihatnya Ajeng senggang, Alan langsung mengajaknya untuk jalan bersama.

"Gak bisa Lan, aku masih harus belajar," sayangnya Ajeng tidak pernah benar-benar senggang barang sehari namun Alan tidak mau mendengar alasan apapun, dia ingin hari ini waktu Ajeng adalah dengannya.

"Seharian ini aja Jeng, apa susahnya sih? Gak belajar sehari doang gak akan bikin kamu gagal masuk universitas."

"T-tapi…."

"Hari ini hari valentine kalau kamu lupa. Hari valentine pertama kita masa kamu tega buat ninggalin aku sendirian."

Napas Ajeng tercekat mendengarnya, bukan ini yang diinginkannya. Ajeng juga sangat ingin menghabiskan banyak waktu dengan Alan, tapi sangat sulit untuk dilakukan mengingat ujian yang kian dekat. Ajeng tidak punya otak cerdas yang langsung bisa mengerti semua pelajaran dan kemudian menjawab semua soal dengan mudah. Jika menginginkan hasil maksimal, maka Ajeng harus belajar keras, itu suatu keharusan.

"Kita jalan gak jauh kok, kita hari ini ke rumahku. Kamu udah lama kan mau ketemu nenekku."

Bertemu dengan anggota keluarga Alan, adalah yang sangat Ajeng nanti-nantikan, tapi sepertinya saat ini waktunya tidak tepat dan Ajeng sudah siap dengan penolakannya ketika Alan berbicara.

"Jeng, kalau kali ini kamu gak mau, aku bakal bener-bener kecewa sama kamu. Aku tahu pelajaranmu itu penting, tapi aku juga penting kan?"

"Iya Lan, kamu juga penting tapi kan…."

"Kalau gitu buktiin dong. Pergi sama aku sekarang atau aku bakal mikir aku gak sepenting itu dalam hidupmu."

Ini bukan memilih namanya tapi dipaksa sehingga mau tidak mau Ajeng harus menurut. "Yaudah ayo."

Akhirnya, Alan senang mendengarnya dan langsung saja merangkul bahu Ajeng menuju parkiran. Setelah ini mereka akan kembali bersenang-senang.

><

Rumah nenek Alan, masih sama sebagaimana ketika Ajeng mengunjunginya. Mungkin bedanya, terakhir kali rumah nenek Alan ini sangat riuh oleh adanya Dodit dan Roni, namun sekarang jadi sangat sunyi. Jika sebelumnya, Alan mengatakan bahwa Ajeng harus menemui neneknya, maka itu semua hanyalah bualan semata karena ternyata nenek Alan telah pergi ke Jakarta sejak seminggu yang lalu.

"Jangan marah gitu lah, Jeng. Aku begini karena pengen berduaan sama kamu."

"Ya tapi gak usah sampai bohong gitu dong!" kata Ajeng sedikit emosi.

"Kalau gak bohong, kamu gak bakal mau kuajak kemari." Alan memeluk Ajeng dari samping dan memasang raut wajah bersalah. "Udah ya cemberutnya, sekarang senyum dong, sayang."

Di peluk dengan begitu eratnya dan melihat raut wajah Alan yang menggemaskan membuat Ajeng tidak bisa berlama-lama marah pada cowo itu. Segera dia mengangguk dan membalas pelukan Alan dan jadilah mereka berpelukan mesra di sofa ruang keluarga. Sejak lama memang sepertinya Ajeng tidak bisa bahkan tidak pernah bisa marah pada Alan.

Kamu bilang, kamu cinta sama akuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang