When We Weren't Apart

259 50 61
                                    

Deg degan nggak??

Saat Bastian pulang dan kembali ke kamarnya, masih ada Samudra disana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saat Bastian pulang dan kembali ke kamarnya, masih ada Samudra disana. Tertidur diatas kasur Bastian sambil memeluk gulingnya seolah itu kamarnya sendiri. Bastian mengabaikan seonggok manusia dikamarnya itu. Ia membuka kemeja lalu berjalan keluar menuju balkon rumahnya.

Dingin angin malam terasa menyapu kulitnya saat ia mendorong pintu kaca. Langit malam ini gelap gulita, tertutup awan hujan. Tidak ada Bintang yang bertebaran atau bahkan Bulan. Bastian memilih berdiri bersandar di pintu sambil melipat tangan. Enggan keluar karena sisa-sisa hujan tertinggal di balkon. Embun-embun air yang menetes dari pagar pembatas dan lantai serta bangku yang basah menambah susasan lembab malam itu.

Ia hanya berdiri disitu. Menatap pemandangan di depannya. Kamar Bulan yang lampunya sudah mati, jendela-jendela kaca pada bagian lorong yang lampunya menyala memantulkan bayangan seseorang yang tengah berjalan, dan rintik hujan yang terus turun malam itu.

"Tapi gue sukanya sama lo, Bas,"

Sekarang dia paham kenapa Bulan berkali-kali meneriakinya brengsek. Mungkin sikapnya yang terlalu ambigu, mungkin caranya memperlakukan orang-orang yang terlalu berlebihan, mungkin memang dia yang terus-terusan denial soal hatinya dan memberinya sinyal yang salah pada orang lain.

Ah, rumit.

Suara sebuah pintu terdengar digeser dan Bastian lantas tertoleh dari lamunannya. Pintu kamar Bulan yang tadi padam kini menyala beserta Bulan yang tiba-tiba sudah berada didepan pintu antar kamarnya dan balkon. Sama seperti Bastian. Gadis itu agak tersentak melihat keberadaan Bastian tapi kemudian menoleh dan pura-pura tak melihat. Ia merapatkan jaket yang ia kenakan, perlahan-lahan kembali masuk kedalam kamar dan menutup tirai jendelanya.

Dan entah sampai kapan mereka akan terus berpura-pura seperti orang asing yang enggan menyapa atau bahkan bertatap mata.

Bastian menatap sekali lagi kamar Bulan yang lampunya masih menyala. Lalu ia meraih ponselnya dalam saku celana. Dirinya stagnan berdiri disana menimang-nimang kata apa yang harus ia ketik dalam ruang pesan itu. Sekian menit, ia jengah sendiri dengan sikap bimbangnya. Ujung-ujungnya ponsel itu ia simpan kembali tanpa sempat mengirim pesan untuk gadis itu.

Kemudian perlahan ia ikut masuk kerumah dan kembali menutup pintu. Membiarkan malam itu berakhir begitu saja tanpa terjadi apa-apa. Lagipula, memangnya harus seperti apa?

 Lagipula, memangnya harus seperti apa?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sprinkles on My ShoesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang