Pertahanan Chakra sebagai pria berprinsip yang tak akan merusak kehormatan seorang gadis, runtuh. Karena besarnya kenyamanan dan rasa takut kehilangan sosok yang memberi rumah paling indah, gadis itu rusak. Trauma masa lalu yang ikut menjaga singgasana Anjani sebagai gadis suci pun hancur, tergantikan dengan dosa-dosa.
Ini dunia mereka, insan-insan yang dekat dengan kedukaan.
Mereka lupa bahwa setan akan selalu menjerumuskan sehingga kita jatuh dalam kesesatan. Apakah dunia sekejam ini bagi manusia-manusia yang selalu mendapatkan kedukaan? Bagi Anjani, jika Tuhan tak mampu memberinya bahagia, biarkan ia mencari sendiri. Namun, tak satu pun tahu bahwa gadis itu akan berbuat sejauh ini.
Anjani melirik ke arah kamar mandi dengan ekspresi agak kesal. Jujur, sebenarnya ia sangat bosan jika harus menghabiskan waktu di kamar ini lagi dan lagi. "Mas, aku bosan di kamar terus." Keluhannya terulang setelah menemukan Chakra yang baru selesai mandi.
Pria itu menyisir rambut basahnya ke belakang. "Kemarin saya ajak liburan ke luar negeri, kamu belum bisa karena UAS." Ia mengembuskan napas, kemudian mendarat di tepi ranjang. "Sabar, ya, Sayang. Soalnya kita enggak bisa pacaran terang-terangan kalau enggak ke luar negeri." Ia mengacak rambut sang kekasih. "Dan untuk ke luar negeri, saya harus cari cuti."
Dengan terpaksa, Anjani mengangguk. Namun, ia tak mampu menyembunyikan lesu.
"Sekarang, kamu mau saya kasih apa, Cantik?" Chakra mengusap wajah lembut Anjani yang tampak kusut karena baru bangun tidur. Ketika wanita itu memeluk lengan berototnya, ia terkekeh geram.
"Aku enggak mau kamu pulang ke rumah." Seumur hidup, Anjani tidak tahu mengapa ia menjadi seperti ini.
Pria itu terkekeh geram lagi dan lagi. "Posesif. Lucu, ya?" Ia ikut mendarat di sisi kanan Anjani, menyelisik wajah lembut dan cantik itu tanpa bosan meskipun nyaris setiap hari Chakra melakukannya. "Kamu cantik, mata kamu bulat, bibir kamu juga manis. Saya enggak pernah bosan sama kamu." Telunjuk Chakra mendarat pada hidung mancung Anjani, kemudian menjepitnya geram sehingga wanita itu tak mampu bernapas.
"Mbak Sisil membosankan?" Anjani menyamankan posisi tidurnya, agak menghadap ke Chakra. "Mas, aku kangen," ucapnya dengan nada manja. Entah mengapa, ia selalu merindukan pria itu akhir-akhir ini. Namun, jangan tanyakan seberapa jauh hubungan mereka karena hanya berisi dosa.
Chakra mendekap Anjani erat, kemudian memaku sebelum menggeleng pelan sembari menatap langit-langit kamar.
"Kamu enggak jawab pertanyaan aku." Anjani menusuk-nusuk lengan berotot pria itu dengan telunjuknya.
Pria itu tertawa geram. "Sebenarnya enggak juga, tapi Sisil terlalu sibuk sama karir." Ia mengembuskan napas. "Saya butuh istri yang gampang diatur seperti," pria itu menyentuh hidung mancung Anjani lagi dengan rasa lebih geram, menyebabkan sang empunya terkekeh geli, "kamu."
"Kalau aku yang jadi istri kamu, apa kamu akan cari wanita lain?" Netra Anjani berusaha mencari kejujuran di kedalaman mata Chakra.
"Mana mungkin." Pria itu mengembuskan napas, kemudian mengecup wajah Anjani berkali-kali. "Kamu itu definisi dari apa yang saya butuhkan selama ini. Untuk apa wanita lain kalau sama kamu saya udah bahagia?"
Seharusnya, ia bahagia. Namun, entah mengapa Anjani lebih memilih mendorong dada pria itu kasar daripada tersenyum.
"Saya serius." Chakra meraih tangan Anjani, kemudian mengecupnya lembut sebelum terkekeh lucu. "Kamu punya banyak waktu untuk memanjakan dan dimanjakan oleh saya kayak gini."
"Tapi aku mulai bosan kalau kita selalu di kamar." Anjani mengembuskan napas. "Aku iri sama Mbak Sisil yang bisa pergi sama kamu ke mana-mana."
Dulu, Anjani tak pernah berpikir sejauh ini. Namun, faktanya, ia hanya manusia biasa yang selalu menginginkan lebih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari Tanpa Rumah
Romance⚠ Bijaklah Memilih Bacaan! Senja menjijikan itu telah mengukir sejarah kelam di mana Anjani kehilangan sang ibu untuk selamanya. Bukan karena kematian, melainkan pengkhianatan yang menjadi sumber penderitaan dan trauma. Sanggupkah Anjani melanjutka...