5

9.7K 1.2K 27
                                    

Rencana mencari jins, dengan diskon (tentunya), batal. Mau tidak mau aku harus mengurungkan niat. Lagi pula, ada distro keren di kawasan lain. Di sana menjual pakaian bagus dengan harga bersahabat. Prinsipku ialah, sebisa mungkin berhemat demi kebaikan di masa depan. Jadilah aku memburu tiga celana jins dan tiga kaos lucu. Ya mau bagaimana lagi? Dulu koleksi bajuku pasti yang kesannya lembut dan anggun. Padahal karakter asliku beringas mirip saudari jahat Bawang Putih. Konyol.

Sekarang berkat pengalaman hidup keduaku, segala yang kukira penting ternyata cuma omong kosong. Mengejar Daniel, memojokkan Joana, menyerang semua cewek yang tidak kusukai—semua itu kegilaan belaka. Tidak penting.

Lihatlah diriku saat ini. Duduk di bangku taman kota, menikmati kendaraan berlalu-lalang di hadapanku, dan menyantap sosis bakar ditemani segelas es jeruk. Nikmat!

Setelah berhasil menandaskan dua sosis bakar, barulah aku mengecek ponsel. Ada beberapa pesan dari Leana.

[Nak, kamu ada di mana?]

[Cepat pulang!]

Aku bahkan belum menghabiskan es jerukku! Setidaknya biarkan aku menikmati es jeruk. Cuaca panas dan aku tidak keberatan menikmati suasana santai di taman. Apa yang bisa kulakukan di rumah selain menemani Leana bergosip mengenai masa mudanya?

Hmm sekarang Joana pasti bingung karena aku tidak ada di butik. Daniel mungkin akan menenangkan Joana dan mengajaknya makan bersama di restoran. Barangkali berusaha menyingkirkan pesaing. Anehnya pemikiran mengenai Daniel merayu Joana sama sekali tidak membuatku terusik. Rasa sesak yang dulu menekan dada tiap kali membayangkan Daniel bersama Joana telah raib. Amarah atau apa pun yang sempat bernaung dalam diriku pun membeku, digantikan perasaan lega. Tidak ada guna mengejar cowok! Uang lebih penting daripada mengemis perhatian cowok! Oke, aku wajib mengingatkan diriku sendiri bahaya memaksakan kehendak kepada orang lain.

Catat, selama bertemu Daniel tidak ada percakapan sama sekali. Dia tidak mengindahkanku! Astaga. Katakan halo atau hai ... sama sekali! Nol besar. Oh ternyata aku dulu dibutakan oleh halusinasiku hingga tidak bisa melihat sejelas itu Daniel tidak tertarik kepadaku.

Oh lupakan Daniel. Aku harus pulang dan menenangkan Leana.

[Sebentar lagi aku pulang, Ma. Mau mampir ke bazar dulu.]

Selesai. Beres. 

Di taman kota kebetulan sedang menggelar bazar. Tidak ada salahnya mengecek barang-barang yang dijual di sana. Siapa tahu aku bisa menemukan batu bertuah atau cincin giok yang mengurung jin sakti. Aku berpindah dari satu stan ke stan yang lain. Sesekali menemukan barang unik, tapi setiap kali mau kubeli pasti didahului pembeli lain. Akhirnya aku membuat kesimpulan bahwa keberuntungan sedang tidak berpihak di sisiku.

“Iiiih kok gitu?”

Aku merutuki nasib dan beralih ke bagian bazar makanan. Bermacam orang mulai berburu kuliner. Semua meja ditempati dan aku menangkap kehadiran sesosok cewek yang membuatku girang!

Lily! Aku lupa nama marganya, tapi dia bukan orang biasa. Saat aku berusia 25 tahun, kudengar bisnis Lily naik daun. Dia membuka satu kafe yang unik. Kafe khusus pembaca! Kafe buku! Ah tambang emasku!

Sungguh keberuntungan! Dia sedang sendirian dan aku akan sok kenal! Eits kami pernah satu SMA dan dia, untungnya, bukan musuhku!

“Lily,” sapaku sembari memasang senyum cemerlang khas sales. Ayo, terjeratlah.

Lily merupakan cewek termanis yang pernah kutemui seumur hidupku. Dia membalas senyumku dan berhenti dari kegiatan mencorat-coret sketsa, diletakkannya pensil dan ia berkata, “Nana?”

Aku mengangguk, antusias. Oh kepalaku tidak akan copot! “Iya, Nana. Kita pernah satu SMA!”

“Duduk deh, sebelum orang melototin kita karena ingin merebut kursi.”

SUGAR SUGAR LOVE (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang