Bagaimana bisa Leana terobsesi menjodohkanku dengan Lawrence? Maksudku, halooooooooo! Yuhuuuuuu ada Joana yang statusnya single. Jomlo! Boleh dong dia berpartisipasi dalam ajang bergengsi yakni, senangkan-mama-agar-masuk-surga. Karena sendiri itu tidak asyik dan jelas aku tidak mau sendirian mendengar promosi Leana mengenai:
- Oh betapa mapan Lawrence.
- Semua cowok Lawrence terkenal setia dan loyal terhadap pasangannya.
- Mana ada cewek yang menolak dijodohkan dengan Lawrence?
Iya, ada! Satu cewek yaitu, AKU! Haruskan aku membacakan puisi dengan lantang. “Aku! Bila sampai waktuku! Kumau tak seorang pun merayu! Tidak juga KAU!” Tolonglah dengarkan suara hatiku!
“Kenapa kamu bebal sekali, Na!”
Tuh, ‘kan! Sepanjang perjalanan menuju kediaman Montez telingaku nyaris berdarah karena Leana masih belum menerah merekomendasikan Lawrence. Joana yang duduk di sampingku saja tidak tersentuh perintah “ayo, Nak. Cepat nikah!” Huh? Kejam!
Apa bedanya aku dengan Joana? Kami berdua muda, jomlo, dan punya tujuan. Tujuanku sih mengumpulkan uang lalu kabur. Eh, bukan begitu. Please....
“Ma, tawari Joana juga dong,” aku memohon dengan tatapan memelas.
Ups. Tidak mempan. Leana memelototiku. Itu artinya tidak oke. Jelek.
Pantang menyerah, aku pun melempar ban keselamatan kepada Martin.
“Pa,” panggilku dengan nada merengek, “aku masih ingin menikmati masa lajang. Nanti aku traktir mi instan deh.”
Rencananya akan kumasakkan mi dengan campuran potongan cabai, sayur, dan tambahkan telur. Nikmat! Manusia mana yang sanggup menolak semangkuk mi kuah? Oke, ada. Manusia yang tidak suka mi dan memiliki pantangan memakan mi instan.
“Dengarkan saran mamamu, Na.”
Gitu doang? Argh!
“Jangan samakan dirimu dengan Joana,” Leana memperingatkan. “Dia bisa menjaga dirinya sendiri. Mama ingin kamu aman. Percayalah.”
Dulu Leana tidak pernah menawarkan perjodohan apa pun kepadaku-eh, pernah deh. Namun, dulu aku dengan tegas menolak semua tawaran dengan cara memanipulasi pertemuan. Aku membayar cewek sebagai penggantiku ketika kencan....
Aha! Akan kulakukan! Hahahahaha ideku memang cemerlang. Oh otak dan kreatifitas memang keren.
***
Sudah lama sekali aku berada di keramaian pesta. Alunan musik mendayu, percakapan pebisnis, orang-orang mengenakan gaun, oh sepertinya aku melihat cewek dengan gaun yang harganya melebihi mobil.
Usai mengucapkan selamat ulang tahun kepada sesepuh Montez, aku langsung kabur menuju bagian makanan. Ini semua kulakukan demi melindungi diri sendiri dari rongrongan Leana. Dulu aku pasti akan melemparkan diri kepada Daniel dan mempermalukan siapa pun yang berani melakukan pendekatan terhadapnya. Namun, kini kegilaanku surut.
Percayalah kepadaku. Kapitalisme merupakan obat mujarab yang ampuh menyadarkan diriku dalam sekejab, terutama ketika aku berada di tangga terendah hierarki kapitalisme.
Gaun yang malam ini kukenakan modelnya unik. Dalaman mirip kaos panjang dengan kerah turttle neck hitam, lalu seperti kembem dengan rok sepanjang lutut. Tentu saja roknya mengembang seperti mawar hitam. Rambutku saja disanggul. Oh inikah rasanya....
Rasanya makan tanpa perlu memikirkan keharusan menyenangkan orangtuaku?
Entah berapa kudapan yang kugasah, sementara orang-orang sibuk berdansa dan mengeluarkan aroma feronom ke sepenjuru ruangan. Seperti cewek di sampingku yang cekikikan karena mendengar komentar cowok pasangannya mengenai ... hmm ukuran otot? Otot yang mana? Atas? Bawah? Di antara?
“Mencoba wisata kuliner?”
Bruh! Hampir saja aku tersedak!
“Halo, Nona Manis.”
Abel? Hei aku tidak ingin bertemu dengan cowok yang satu ini! Eh tunggu! Abel Lawrence! ABEL LAWRENCE! MAMA!
“Tante Leana bilang kamu ada di sini,” katanya dengan nada riang. Oh senyum profesional itu. Ingin rasanya aku kucek sampai lecek! “Dan ternyata.... Kamu sedang bertualang dengan makanan.”
Aku mengecek kanan dan kiri, memastikan tidak ada ... OH SIALAN! Mata semua cewek, yang pastinya lajang, seperti predator yang menemukan mangsa. Sumpah. Berani sumpah mereka pasti akan mengiler dan tidak keberatan menjilati Abel dari ujung kaki ke ujung kepala. Kenapa aku bisa berasumsi demikian? Ya jelas dong. Gampang. Itulah sorot mataku ketika di tengah terpaan angin musim kemarau, harus bekerja di luar ruangan, kemudian ada tukang es cendol lewat. Graw. Jiwa macan dalam diriku akan bangkit. Nah! Persis! Itulah cara mereka memandang Abel.
“Ehem, Tuan....”
“Abel,” potongnya, “panggil saja aku Abel.”
“Nah, Abel. Apa kamu nggak ingin menghabiskan waktu bersama nona-nona yang ada di sana?” tunjukku dengan kerlingan mata ke arah sederet-nona-pengincar-cendol-Abel. “Pastinya mereka akan dengan senang hati mendengar sepatah dua patah kata darimu.”
“Apa kamu ingin tambah kuenya?” Abel menawarkan, sama sekali tidak peduli dengan kode SOS dariku. “Dari tadi kamu mengincar kue cokelat dan buah.”
“Eh iya. Enak sih-eh?!”
Abel meraih piring, meletakkan beberapa kue mungil (dan semuanya cokelat), kemudian menyerahkannya kepadaku. “Senang bisa membantu.”
Tidak boleh. Hatiku tidak boleh bergetar. Bahaya!
Lawrence?
Hahahaha jangan bilang Lawrence jomlo yang ditawarkan Leana itu adalah Abel?
Idih lucu. Nggak mungkin! Begitu mudahnya Abel oke-oke saja dan menerima tawaran orangtuanya? Aku? Bukankah lebih baik mengincar Joana daripada diriku?
“Oh, terima kasih.”
“Nana, bukan? Bagaimana kalau Minggu nanti kita berkunjung ke salah satu teater? Kudengar sepupu Daniel akan mementaskan drama musikal.”
Kok Daniel? Huh? Eh? “Minggu? Kenapa?”
Iya, kenapa aku?
“Tante Leana bilang Minggu kamu tidak ada kegiatan apa pun.”
“Mama? Kamu kenal Mama?”
“Mamamu teman baik mamaku.”
Sudah kuduga. Firasat ini rasa rindu ataukah tanda-aih mak comblang satu ini. Dia tidak mau menyerah. Pasti mamaku ingin aku menikah dengan Abel dengan alasan dia mapan, tampan, dan loyal?!
“Tante juga cerita kalau kamu tertarik berinvestasi,” katanya menambahkan. “Barangkali aku bisa memberi satu dua saran.”
Tanganku menyuapiku kue, mulut mengunyah, dan entahlah dengan seluruh kemungkinan perjodohan.
Rasanya terlalu ... mustahil.
Sepertinya aku sedang bermimpi. Mimpi yang sangat indah hingga takut bila kubuka mata, maka realitas tidak seindah yang kubayangkan. Lebih mudah membayangkan seseorang membenciku daripada tertarik. Pikiran itu bisa kuterima. Namun, ini! Abel Lawrence mendekatiku?
Aduh! Lupakan rencana menyewa cewek sebagai pengganti. Mustahil! Leana pasti akan menampar bokongku! Jelas tamparan Leana tidak akan seseksi tamparan Mr. Gray. No!
“Minggu, ya?” Aku tidak berani menatap Abel. Pandangan mataku terarah ke kue yang tampak seperti barisan pemandu sorak yang memberi semangat “go! Go Power Rangers!” dan menyuruhku berani menghadapi tantangan. “Yakin?”
“Mengapa tidak?”
“Boleh ajak Joana?” Nyeheeee. Dengan begitu mereka bisa jatuh cinta dan aku kabur. Sayonara!
“Joana? Hei, Nona. Aku ingin mengajakmu kencan. Berdua.”
MAAAAAK! EMAAAAK! Sungguh lancang dia. Beraninya bicara sejujur itu kepadaku.
Oh jantungku!
Jantungku akan meledak!
***
Selesai ditulis pada 8 Juni 2023.***
Selamat membaca dan semoga kalian sukaaaaaa!I love youuuuuu, teman-teman.
P.S: Jangan lupa jaga kesehatan. Oke?
KAMU SEDANG MEMBACA
SUGAR SUGAR LOVE (TAMAT)
RomanceSeorang pendengki, pemarah, dan tidak tahu diri. Itulah diriku pada kehidupan pertama. Lantas pada kehidupan kedua aku belajar dari pengalaman: berhenti iri terhadap kehidupan orang lain, berusaha menerima segalanya dengan sudut pandang baru, bersek...