Rencanaku mengumpulkan uang melalui menggadaikan koleksi barang berharga terancam gagal. Martin dan Leana bersedia membantuku perihal proyek investasi bisnis bersama Lily. Itu artinya, menurut hemat mereka, aku harus berhenti menjual koleksiku-yang-tidak-penting-dan-akan-berguna-dalam-bentuk-uang.
Kabar baik: tabunganku tetap gemuk, aku dapat suntikan dana, dan ada jaminan hukum terkait investasi bersama Lily.
Kabar buruk: aku tidak bisa menjual semua-calon-uangku ke pegadaian, rencana membeli rumah di pinggiran Kota Metro harus diundur, dan tiba-tiba saja pasangan Austen memaksaku belajar dari Joana.
Aku tahu orang baik itu di mata orang jahat, iya aku jahat, terlihat naif. Halooo, aku sama sekali tidak ada hubungan darah dengan mereka. Reputasiku di mata kalangan beruang pun tidak bagus. Apa sih yang bagus dariku selain wajahku yang cantik ini? Iya, aku anggap diriku cantik dan siapa pun yang berani mengataiku jelek akan kujejalkan sambal ke mulutnya! Lantas mengapa mereka—Martin, Leana, dan Joana—tidak keberatan dengan kehadiranku? Bukan hanya tidak keberatan, melainkan juga membantuku secara finansial.
Terutama Joana. Dia pasti tahu bahwa akulah biang kerok semua kesialan yang pernah menimpanya. Oke, akan kubeberkan kejahatanku. Aku pernah memotong gaunnya saat pesta ulang tahun orangtua Daniel. Emm ... aku juga yang mematikan jam beker hingga membut Joana telat di hari pertama kuliah. Oh aku terang-terangan bilang, “Kamu nggak bisa mendapatkan Daniel. Dia akan jadi suamiku. Suamiku!”
I’m doomed.
Dengan sederet daftar dosa besarku ... aih mengapa Joana masih mau menolongku? Apa dia terbuat dari kebaikan, kebajikan, dan kebijaksanaan?
Tidak. Aku tidak mau berurusan dengan Joana!
“Ayo, aku masih ada waktu sampai pukul sebelas nanti.” Joana tampak cantik dalam balutan pakaian kerja. Rambut hitamnya dibiarkan tergerai, tampak seperti sutra bermutu tinggi. “Tanyakan semua hal yang nggak kamu pahami. Bisnis nggak sesulit itu kok kalau paham dasarnya.”
Memahami bisnis? Cih aku suka uang, tapi tidak tertarik menghambakan diriku pada sistem kapitalis. Ada cara selain kerja keras bagai kuda. Aku punya rencana! Tinggal di pinggiran Kota Metro, mulai berkebun, bergabung di platform sejenis YouTube, dan aku akan mengikuti jejak kesuksesan Liziqi! Mendiang ibuku di kehidupan kedua jago berkebun. Dialah yang mengajariku cara menanam sayur dan buah. Andai kami, pada saat itu, tidak perlu kembali ke kota maka sudah pasti aku akan menjadi petani yang hebat!
Kursi empuk pun terasa seperti bantalan penuh duri. Sakit!
“Joana, kamu sebaiknya cepat berangkat.”
“Nggak apa-apa. Kamu nggak perlu—”
“Sudahlah,” potongku, tegas. “Kamu nggak perlu berbaik hati kepadaku. Lagi pula, selama ini hubungan kita memang nggak harmonis.” Aku memejamkan mata, mengatur napas, dan membuka mata. Siap mengakui dosa. “Joana, akulah yang merusak gaunmu saat pesta ulang tahun keluarga Daniel. Itu hanya salah satunya, belum termasuk—”
“Aku tahu kok.”
“Ka ... hah?!”
Apakah ini saatnya aku menerima pembalasan?
Oke, aku siap. Sekarang saja daripada nanti. Selesaikan dengan cepat.
“Kamu nggak perlu minta maaf,” kata Joana.
kupikir dia sedang menahan amarah atau hendak melontariku dengan makian. Namun, itu semua tidak terjadi. Senyum yang ia sunggingkan pun tampak jelas di kedua matanya. Membuatku mempertanyakan kualitas kebaikan yang terakumulasi dalam diri Joana.
“Dulu aku nggak bisa menerima perlakuanmu,” Joana mengakui. “Namun, setelah aku melihatnya dari sudut pandang milikmu ... yaaa aku bisa sedikit memahami alasanmu merasa terancam dengan keberadaanku. Kalau dilihat dengan cara berbeda, semua perbuatanmu jadi terlihat imut. Kamu cemburu dan takut aku merebut Daniel. Begitu, ‘kan?”
Ya, aku merasa tersaingi.
Tidak, sekarang aku tidak peduli dengan Daniel dan SILAKAN AMBIL SAJA. BAWA DIA PERGI BERSAMAMU! AKU SUDAH LELAH MENJALANI CINTA BERTEPUK SEBELAH TANGAN!
Joana menjulurkan tangan, membelai kepalaku. “Bagiku kamu tetaplah adikku. Aku pernah menjalani hidup sebagai orang miskin. Makanan terbatas, uang sekolah tidak cukup untuk membayar kebutuhan belajar, dan lingkungannya yang tidak kondusif untuk membesarkan anak. Daripada orang-orang yang menikungku dari belakang, perbuatanmu itu terlihat manis. Setidaknya kamu mengatakan secara langsung, di depan mataku, bahwa kamu nggak suka aku. Nggak seperti beberapa orang yang ngomong peduli, tapi di belakang berkhianat.”
Mama, ada yang salah dengan Joana!
“Aku mendengar perbincanganmu dengan Lina kok,” ucapnya dengan nada cemas. “Suaranya terdengar jelas sampai di bilik ganti. Nana, kenapa kamu membiarkan dia berkata seperti itu? Segala hal yang dia omongin itu nggak benar. Kamu tetap bagian dari keluarga ini, sama sepertiku. Oke?”
Sialan. Air mataku. Oh tidak akan kubiarkan aku menangis! Sudah cukup kuhabiskan air mata di kehidupan kedua. Cukup!
“Nana, ayo kita lupakan masa lalu dan fokus memperbaiki diri sendiri demi masa depan.”
“Hiks ta-tapi, aku tetap nggak berminat belajar bisnis,” ucapku di antara isak tangis. Hidungku terasa pengar dan sepertinya ingus akan meleleh. “Oke?”
“...”
***
Pada akhirnya aku bisa bebas dari pelajaran bisnis. Ada hal yang kuminati yakni, berkebun. Setelah meyakinkan Martin dan Leana bahwa aku tidak akan menjual koleksiku (sampai mendapat kesempatan emas), kegiatan lain pun ditambahkan ke dalam agendaku.
Berkebun!
Seperti saat ini. Aku mulai menanam tomat dalam pot. Semua bahan telah disediakan. Bahkan Martin membuatkan rumah kaca (rumah kaca mungil) di lahan yang kosong. Di sana aku mulai membesarkan cabai, sawi hijau, jambu air, mawar, dan labu. Di sana kubahabiskan sore dengan hati riang.
Leana sampai memekik tidak terima ketika aku mengenakan celana kain dan kaos. Dia memaksaku berganti baju berupa rok dan atasan berbahan kain sejuk (aku tidak tahu namanya, pokoknya sejuk). Lengkap dengan topi berkebun yang dihiasi dengan kembang plastik.
“...”
Kadang Leana perlu membiarkanku bebas seperti ibuku di kehidupan kedua. Lagi pula, apa salahnya dengan celana dan kaos? Itu nyaman!
“Bagaikan langit di sore hari,” dendangku riang sembari menyirami tomat. “Berwarna biru sebiru hatiku.”
Tomat-tomat yang kusirami tampak segar. Tetes-tetes air berjatuhan dan sesekali meluncur di permukaan daun. Aku berharap semua tanamanku lekas berbuah. Dengan begitu, aku bisa mulai melakukan eksperimen lain: menanam jeruk, semangka, atau bargamot!
Kini aku mulai menari karena senang membayangkan seluruh tanamanku tumbuh sehat!
“Oh asmara yang terindah mewarnai bumi yang kucinta! Menjanjikan aku terbang ke atas ke langit ketujuh bersamamuuuu-hah?!”
Tepat ketika aku berhenti berputar ala putri Disney, mataku menangkap sosok pendatang yang ternyata sedari tadi diam memperhatikanku. Dia berdiri di depan pintu masuk, senyum sepertinya akan mekar tapi dia menahannya.
“DANIEL, KAMU NGAPAIN ADA DI SINI HUH?!”
Oh kuburkan aku. Kuburkan aku! Reputasi, harga diri, dan semua martabatku!
Aaaaaaaaaa MAMAAAAA!
***
Selesai ditulis pada 27 Mei 2023.***
Haloooo, semoga kalian sukaaaaa.
Saya akan tulis Edna besok. Hmmm kalau saya nggak ada gangguan. Hiks.
Tolong doakan saya bisa konsisten. Sekarang saya nulis ini dulu untuk refresing. Baby Edna dan yang lain menyusul ya~ Oke? Ehehehehe.
Love youuuuuuu.
Salam cintaaaaaaa! Muah!

KAMU SEDANG MEMBACA
SUGAR SUGAR LOVE (TAMAT)
RomanceSeorang pendengki, pemarah, dan tidak tahu diri. Itulah diriku pada kehidupan pertama. Lantas pada kehidupan kedua aku belajar dari pengalaman: berhenti iri terhadap kehidupan orang lain, berusaha menerima segalanya dengan sudut pandang baru, bersek...