NOTE: EPISODE EKSTRA SUGAR SUGAR LOVE SUDAH TERBIT DI KARYAKARSA. SILAKAN MAMPIR. HEHEHEHE. Tenang saja, POV Nana akan tetap saya tulis sampai tamat di sini kok. Oke? (0///0) Silakan mampir dan tengok episode ekstra Sugar Sugar Love.
***
Tidak cukup menghadapi keingintahuan dari Leana, datanglah ujian baru. Kupikir Abel itu tipe cowok yang masa bodoh dengan segala perkakas romantisme. Tahu, ‘kan? Jarang ada cowok bersedia melakukan hal remeh. Maksud dari hal remeh ialah, segala yang berhubungan dengan pernik imajinasi cewek. Namun, Abel lain. Beda, saudara-saudara.
Di suatu sore yang cerah, tiba-tiba aku menerima sebuket mawar kuning. Tidak ada selipan puisi dalam secarik kertas. Hanya bunga dan pesan yang menyatakan bahwa buket tersebut dialamatkan kepadaku. Terus terang jantungku berdebar juga sih. Kan jarang ada cowok yang mau menghadiahiku bunga. Eh bukannya jarang, melainkan memang TIDAK ada cowok yang pernah memberiku bunga, bahkan bunga plastik sekalipun.
Kemudian di hari berikutnya aku mendapat setangkai dahlia merah. Kalin ini disertai dengan sekotak permen stroberi. Joana sampai tersipu ketika melihat bentuk permen yang berupa hati. Menurut pendapat Joana, si pengirim sangat manis. Hari berikutnya ada lima tangkai lili merah. Berikutnya melati musim gugur. Kadang boneka beruang lucu.
“Pasti Abel kena demam deh.”
“Kamu pesimis banget sih, Na.”
Berhubung aku tidak bisa memercayai keluargaku, maka kuputuskan bertukar pikiran dengan Lily. Sudah sekian bulan rencana bisnisnya akhirnya terealisasikan. Berbeda dengan bayanganku mengenai kafe lucu, ternyata bisnis yang dijalankan oleh Lily mendapat revisi di sana-sini. Atas saran dari beberapa kawan yang juga pernah bersentuhan dengan bisnis serupa, mereka menyarankan hal berbeda.
Rumah makan terlalu biasa, maka Lily memilih kafe dengan nuansa seni. Pada hari-hari tertentu kafe akan mengundang seniman dan memperkenalkan penulis maupun sekelompok anak muda yang ingin masuk ke industri hiburan. Penyanyi, penyair, bahkan pelukis pasir sekalipun menyempatkan diri mengapresiasikan bakat mereka di kafe milik Lily.
Tidak heran ada jejeran rak yang entah berisi buku, toples kaca berisi patung mungil, ataupun lukisan dan foto. Di salah satu dinding terpasang kaligrafi. Hmm aku tidak peduli dengan cara Lily menjalankan bisnisnya. Profit saja yang kuinginkan. Keuntungan! Uang!
“Jangan terlalu berburuk sangka,” Lily menyarankan.
Kami berdua duduk di dekat sekumpulan buku yang ditumpuk di meja. Meja tersebut tidak difungsikan sebagai meja makan, melainkan bagian dari hiasan; menempel pada dinding, diapit rak-rak yang berisi keramik berhias lukisan (asli lukisan tangan), dan bila diamati dengan saksama ada ukiran bunga di kaki-kaki meja. Pasti harga meja itu melebihi jatah uang makanku ketika bekerja sebagai wartawan gosip.
Di meja kami terhidang dua piring spageti. Satu spageti saus tomat, sementara milikku dicampur saus gurih dan udang. Ada segelas es lemon tea dan segelas jus melon. Kami menikmati santapan ditemani dentingan piano. Seorang cowok sibuk memainkan jemarinya di atas tuts. Dia terlihat keren dan lihat saja barisan cewek yang menduduki meja di dekat piano.
Ide cemerlang! Memanfaatkan kegantengan dan bakat! Sempurna.
“Namanya juga jaga-jaga,” kataku setelah berhasil menandaskan spageti. “Aku, kan, nggak yakin ada cowok sekelas Abel Lawrence bersedia mendekatiku.”
“Lalu, menurutmu Abel harusnya mendekati cewek yang seperti apa?”
Aku mengedikkan bahu dan mulai mengaduk jus dengan sedotan. “Joana. Kamu. Ratu kecantikan. Yang begitulah.”
“Boleh saja rendah hati, tapi jangan sampai rendah diri dong.” Lily meminum es lemon tea. Setelah beberapa kali tegukan, dia kembali mengamatiku. “Selama ini aku belum pernah mendengar gosip buruk mengenai Lawrence. Skandal? Yah ada sih. Biasanya mereka dikabarkan tengah dekat dengan selebriti ini atau itu. Tapi, itu cuma pernyataan sepihak. Sepihak saja, ya. Sepihak dari si artis. Padahal baru satu dua kali tertangkap kamera sedang menghadiri pagelaran sama. Itu saja mereka, para selebriti, langsung besar kepala.”

KAMU SEDANG MEMBACA
SUGAR SUGAR LOVE (TAMAT)
RomanceSeorang pendengki, pemarah, dan tidak tahu diri. Itulah diriku pada kehidupan pertama. Lantas pada kehidupan kedua aku belajar dari pengalaman: berhenti iri terhadap kehidupan orang lain, berusaha menerima segalanya dengan sudut pandang baru, bersek...