4

8.9K 1.1K 23
                                    

Daniel Montez. Dia empat tahun lebih tua dariku. Teman terbaik Joana. Oh apa lagi yang perlu kujelaskan mengenai Daniel Montez selain tampan, mapan, dan tidak bisa digapai? Bukan, begitu? Terlalu tinggi, menjulang, perlu tangga khusus agar bisa menjangkau hati Daniel.

Dulu kucurahkan seluruh perhatian, waktu, tenaga, dan perasaan demi mendapatkan perhatian Daniel. Usaha tidak mengkhianati hasil. Sayangnya usahaku zong. Daniel tidak mau repot menganggabku nyata: cuek, selalu membuat jarak, dan sepertinya tidak keberatan melemparku ke laut.

Adapun yang bisa mendapat perhatian Daniel hanyalah Joana. Mereka sepantaran dan teman seperkuliahan. Jelas peluang Joana mendapatkan Daniel lebih besar daripada aku.

Apa mereka berakhir bersama?

Aku tidak tahu. Ketika aku masuk penjara dan mati, kabar apa pun mengenai status hubungan antara Daniel dan Joana tetap menjadi misteri. Bayangkan saja kalian mengikuti serial manga atau novel, tapi tidak tahu akhirnya karena kuota kehidupan kalian berkedip merah kemudian habis! Itulah nasibku. Lagi pula, baik Daniel maupun Joana tidak pernah menyatakan apa pun terkait hubungan mereka.

Ada banyak cowok yang tertarik dengan Joana. Mereka tidak malu dan tidak ragu memberikan bantuan bahkan tanpa diminta sekalipun oleh Joana. Berbeda denganku yang termehek mengemis perhatian Daniel.

Apa yang kurang dariku? Itulah yang “dulu” sering kupertanyakan. Sekarang sih aku sadar letak kesalahanku. Yups aku bukanlah tipe cewek yang Daniel butuhkan. Titik.

Sekarang aku tidak akan menghabiskan waktu demi menarik perhatian Daniel. Dia bukan yang utama. Lagi pula, aku lelah mencoba memperoleh ruang dalam hati Daniel. Orang pun bisa menyerah meskipun cinta sempat membara dalam hati. Lama-lama kobaran perasaan akan mati karena tidak mendapat bahan bakar.

Ini bukan hanya mengenai menyerah, melainkan kesadaran diri. 25 tahun. Aku butuh 25 tahun untuk bisa melepaskan Daniel. Awalnya sakit, tapi perlahan aku terbiasa dengan pedihnya. Sedikit demi sedikit bisa mengendalikan diri. Kini perasaan itu telah mendingin, beku.

Betapa kemiskinan mengajariku mengasihi diriku sendiri. Okelah andai aku jomlo. Tidak masalah. Yang penting aku jomlo makmur! Tabunganku gendut dan perutku kenyang!

***

Begitu malam menjelang, aku mendapat panggilan dari Martin Austen, suami Leana. Dia menungguku di ruang kerja. Kupikir dia berniat menguliahiku mengenai kenakalan atau laporan dari Lena terkait tingkahku. Namun, yang dia katakan tidak sesuai dengan ekspektasiku.

“Kamu mau kerja di perusahaan Papa?” Martin sedang duduk di sofa, mengamatiku yang tengah mengemil biskuit cokelat. “Papa bisa mencarikan posisi yang sesuai denganmu.”

Bekerja di perusahaan → ketemu Joana → mengundang perhatian pengagum Joana → masalah.

Hiiiiiii pahit!

Lekas aku menggeleng dan berkata, “Nggak ah. Pa, tenang saja. Aku punya rencana masa depanku sendiri kok.”

“Jangan begitu. Papa yakin bisa membantumu, Nak.”

Membantuku ke mulut harimau? Harimau-harimau pemuja Joana? Aduh! “Serius, Pa. Aku punya rencana kok. Andai butuh saran, pasti aku akan langsung tanya Papa. Oke?” Sekali lagi kumasukkan sepotong biskuit ke mulut. Mengunyah dan terus mengunyah dengan harapan sikapku bisa menurunkan kewaspadaan Martin.

“Papa boleh tahu rencanamu?”

“Nanti,” tolakku. “Ada deh.”

Aku berencana pindah sejauh mungkin dari Joana. Kerja di perusahaan? Hei aku ini tidak tahu perkara akuntansi, data, dan ekonomi. Bisnis? Jangan bercanda. Bisa-bisa aku dijadikan bahan gibah. Semua barang yang kumiliki bisa aku uangkan di pegadaian. Jumlahnya cukup untuk membuatku menjadi pengangguran produktif. Lebih baik begitu daripada mati konyol.

SUGAR SUGAR LOVE (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang