16. A promise to Death

29.7K 4.3K 173
                                    

Info : cerita ini bakal terbit ulang sekitar akhir maret atau April 2024 (kemungkinan april) jadi ini chapter terakhir yg aku publish di wattpad sisanya bisa kalian baca di versi buku. Untuk po dll akan aku infokan lagi disini atau pantengin instagram aku @kindlykei , makasiiii





I became Grand Duke's Sister
~

"Hachi!" Cael bersin untuk kesekian kalinya malam ini. Wajahnya memerah terutama dibagian hidung, Cael berjalan gontai mencapai Ruha yang tidur di sofa ruang tamu.

"Ru..." Tenggorokannya terasa sakit untuk bicara bahkan setiap kali bersin, Cael harus menahan sakit luar biasa seolah tenggorokan dan seperangkat isi di dalamnya ingin keluar.

Cael meneguk ludah mencoba memanggil Ruha dengan suara kecil. "R-R-Ru-ha..." bisiknya pelan tak ingin mengejutkan gadis itu dalam tidurnya.

"Hngh" Lenguhan kecil meluncur dari bibir Ruha, saat merasakan sentuhan tangan kecil di pipinya dengan gerakan menusuk lembut sebanyak dua kali disertai suara pelan yang memanggil namanya.

"Ruha..." Suara itu terdengar tak asing, Ruha sedang mimpi mukbang ayam goreng akhirnya kehilangan kendali atas mimpinya sendiri lalu mengerjapkan matanya pelan.

"Pizza ya?" gumam Ruha masih dalam kondisi mengumpulkan nyawa. "Aku tak pesan pizza kok, aku--"

"Ruha."

"Tukang pizza tahu namaku?" lanjut Ruha mulai mengucek matanya lalu membuka kelopaknya yang lengket hingga akhirnya menangkap siluet tak asing.

Rambut hitam legam berantakkan, mata hitam segelap langit malam, bibir merah alami, hidung mancungnya yang bak perosotan itu, Ruha terkekeh pelan seraya mengulurkan tangannya menangkup sebelah pipi Cael tanpa dia sadari.

Wajah Cael yang memerah karena demam bertambah lebih merah saat Ruha menyentuh pipinya. Cael meneguk ludah seraya menggigit bibirnya pelan sesaat sebelum membuka bibirnya dan berkata, "Ruha, jangan sekarang. Aku bukannya menolak tapi aku sedang dalam kondisi sangat lemah dan... ini memalukan."

Plak!

"Hah!?" Ruha terlonjak kaget dan refleks menampar pipi Cael. "K-kau disini!?"

"Aww," ringis lelaki itu memegangi pipinya sambil cemberut. "Ruha brutal sekali, rasanya sakit tapi karena Ruha yang lakukan maka tidak apa-apa. Aku tidak marah." Ujarnya tersenyum tipis.

"Tapi, Ruha... aku sakit." Cael kembali berkata lalu Ruha menyadari betapa pucat bibirnya yang semula merah dan seberapa tinggi panasnya usai menyentuh dahi Cael menggunakan punggung tangan.

Ruha terlonjak bangkit mengubah posisinya menjadi duduk. "Kau demam!" Serunya pada Cael yang sedang dalam posisi berlutut di lantai lalu lekas lelaki itu menyandarkan dagunya ke paha Ruha saat gadis itu pindah posisi.

Dengan sigap Ruha memindahkan Cael duduk ke atas sofa, ke sebelahnya lalu melihat ke sekeliling mencari-cari sesuatu yang sekiranya bisa dia gunakan untuk membantu meredakan demam Cael.

"Berbaringlah disini." Ujar Ruha memerintah seraya menempatkan bantal ke sandaran sofa. "Aku segera kembali dengan air hangat dan kompres!" Tukasnya berdiri namun Cael menahan tangannya.

Tangan laki-laki itu meremas pergelangan Ruha lalu menggeleng pelan. "Jangan pergi, Ruha. Aku baik-baik saja, aku hanya ingin ditemani olehmu sebentar."

"Cael, kau sakit." Ruha kembali memeriksa suhu tubuh Cael yang semakin meningkat dratis. "Dahimu panas seperti air mendidih, kita harus... aku harus..."

I became Grand Duke's Sister Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang