P r o l o g

95.6K 7.3K 217
                                    

"CLAUDE LUCANE!" teriakan ayah menggelegar memenuhi seluruh isi rumah besar berlantai tiga itu. Ayah bukanlah sosok yang gampang berteriak marah sampai terdengar begitu mengerikan kalau bukan karena suatu hal yang sangat serius dan fatal telah dibuat oleh salah satu anggota keluarga.

Claude, putra tertua namun merupakan anak kedua dalam keluarga Lucane adalah tersangkanya pagi ini.

Benar, kalian tidak salah dengan tanda tanya diatas kepala itu. Claude merupakan anak kedua dalam keluarga Lucane. Singkatnya, dua tahun sebelum Claude lahir keluarga Lucane mengadopsi seorang anak perempuan dari panti asuhan.

"Apa yang telah kau lakukan pada Carine?" ayah bertanya lagi pada Claude yang kini hanya menundukkan kepalanya, menyembunyikan rasa bersalah sekaligus menggenggam ketakutan dibalik kepalan tangannya di belakang punggung gemetarnya.

Carine adalah anak tetangga, teman seusia Claude. Beberapa saat lalu ayah Carine datang dan mengadu kalau Claude telah mendorong anaknya ke sungai hingga tak sadarkan diri. Beruntung sang kakak melihat kejadian itu dan cepat-cepat menyelamatkan Carine dari sungai.

"Masih tidak mau menjawab, Claude?"

Remaja berumur delapan belas tahun itu memilih tetap bungkam. Menurutnya, kalaupun sekarang ia bicara untuk membela dirinya kalau bukan ia pelakunya tetap saja sang ayah akan memberikan pukulan dengan menjadikan pengecut sebagai alasan bagi Claude untuk dipukuli. Jadi, sekalipun Claude salah ataupun tidak salah sang ayah akan selalu menghadiahkan betis penuh luka dan darah padanya.

"Namira!" ayah berteriak memanggil ibu, "Namira bawakan tongkatku! Anak ini perlu diberi pelajaran! Nyaris dia menghilangkan nyawa anak seseorang! Namiraaaaa!"

Mendengar namanya disebut berkali-kali, ibu menyahut dari arah tangga. "Sebentar, aku ke sana suamiku!" lalu tergesa-gesa menuruni anak tangga itu.

Bagi Claude ibunya juga sama saja. Dia menutup mata atas tindakan kekerasan yang dilakukan sang ayah terhadapnya. Pernah suatu waktu ibunya itu datang ke kamar dan mengobati luka di betis Claude akibat pukulan tongkat ayahnya. Bukannya mengatakan supaya Claude bersabar menerima kenyataan ayahnya yang temperamental dan kasar, ibunya malah mencoba membenarkan tindakan yang ayahnya lakukan dengan embel-embel kalimat 'semua itu demi kebaikanmu nanti setelah kami tiada, Claude.' selalu menjadi andalan.

Claude mulai berpikir kenapa mereka tidak mati sekarang saja? kenapa harus nanti?

"Ini tongkatmu." Ujar ibu memberikan tongkat ke tangan ayah.

Ayah bangkit dari kursinya dan berjalan ke arah Claude dengan seringai mengerikan terpampang jelas di wajahnya. "Dasar anak tak tahu diuntung--"

"TUNGGU!!!"

Suara teriakan itu menghentikan tongkat ayah yang mengayun ke udara. Seorang gadis berumur dua puluh tahun berjalan cepat menuruni tangga dan sampai di hadapan sang ayah dengan nafas terengah-engah.

"Ruha? ada apa?"

Claude sangat mengenal perempuan itu. Tentu saja mereka tinggal di rumah yang sama namun kebencian yang Claude miliki terhadapnya juga sama besarnya seperti kebencian ke ayah dan ibunya. Claude sangat membenci kakak angkatnya yang bisa hidup bahagia tanpa melihat sedikit saja penderitaannya.

Namun pagi ini semuanya berbeda, Claude tertegun ketika mendengar kakaknya--Aruha Etoille bicara, membela dirinya untuk pertama kali setelah bertahun-tahun hidup seperti tidak menganggapnya ada di rumah ini.

"Claude tidak melakukannya." Dia berkata seperti itu, menuturkan sebuah kebohongan dari bibirnya. "Aku pelakunya."

Claude melihat dengan jelas bagaimana Ruha sangat yakin mengakui dirinya sebagai tersangka yang telah mendorong Carine ke sungai.

"Beberapa hari lalu kami sempat terlibat pertengkaran karena itu saat melihatnya di tepi sungai aku secara sadar mendorongnya karena merasa dendam." Ujar Ruha menambahkan. "Claude tidak salah, aku yang salah." Lalu mengangkat masing-masing sisi gaunnya, memperlihatkan betisnya yang siap dipukuli.

Bugh!

Bugh!

"Ayah benar-benar kecewa padamu, Aruha Etoille. Ayah sangat kecewa pada kelakuanmu."

Claude melihat itu dengan mata kepalanya sendiri. Kakak angkatnya yang menahan kesakitan dengan mata terpejam, ayahnya yang memukulkan tongkat berkali-kali pada betisnya, dan ibu yang memalingkan wajah karena tak tahan menyaksikan penderitaan puteri kesayangannya.

Apa yang terjadi? Claude tertegun. Perubahan mendadak macam apa ini?

Apa dia pikir dengan mengambil alih kejahatan yang Claude lakukan akan membuat hatinya merasa iba dan mencoret namanya dari daftar seseorang yang harus dibunuh?

Claude mengepalkan tangannya kuat-kuat hingga uratnya terlihat menonjol dengan jelas. Claude seperti sedang menggenggam dendam dan kemarahannya di dalam sana lalu menyorot tajam ke arah Ruha, perempuan yang mendadak melindunginya di detik terakhir sebelum ia melaksanakan rencana yang telah disusunnya selama bertahun-tahun.

Pembunuhan atas keluarganya sendiri.

Sementara itu Ruha nampak menggenggam erat-erat gaunnya. Kesakitan ini tidak seberapa baginya dibandingkan nyawanya yang baru saja diberi kesempatan kedua untuk hidup lagi.

"Apa aku akan selamat malam ini?" Ruha membatin sambil mengintip ke arah Claude melalui sudut matanya. "Apa cara ini akan membuat Claude iba dan menghapusku dari daftar? Sial! sialan sekali! Berangkat ke sekolah mau ujian malah berakhir dicium tayo arghh! sekarang malah masuk ke dalam novel sebagai korban pembunuhan. What the hell!?"

***

Hi welcome!

I became Grand Duke's Sister Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang