03. Allergic reaction

45.2K 5.4K 129
                                    

Claude : males bgt dah.

I became Grand Duke's Sister
~

Mereka sedang dalam perjalanan setelah puas mengisi perut di restoran tadi. Tepatnya, Ruha berhenti makan begitu diberitahu kalau ia memiliki alergi makanan laut. Seketika selera makannya hilang, wajahnya berubah pucat, dan perutnya ikut-ikutan bergejolak.

"T-tunggu!" Ruha memaksa kedua kaki lemasnya berjalan menyusul Claude yang berada jauh di depan sana. "Alerginya sedang bereaksi, tunggu..."

Ruha memeluk perutnya dengan keduanya erat-erat. "Perutku, perut. Perutku sakit sekali. Tolong, kumohon sebentar saja." Ia berjongkok di tepi jalan saat Claude akhirnya berhenti melangkah tapi tidak menghampirinya.

Claude menunggu di tempat dia berhenti melangkah dengan tangan terlipat rapih di depan dada. Ia bukan tipikal adik yang peduli terhadap kakak sendiri. Pun kalau kenyataan Ruha adalah kakak kandung, Claude tetap tidak berniat mempedulikan hidupnya.

Di sana Ruha tidak bisa bertahan lebih lama untuk jongkok. Kedua kakinya bergetar hebat, mau tak mau Ruha meluruskannya sehingga bisa di bilang ia mirip orang gila baru dengan rambut acak-acakan dan pakaian hitam yang kotor karena duduk asal di tepi jalan.

Masih menunggu. Claude menatap arloji yang melingkar di tangan kanannya lalu menatap ke arah Ruha secara bergantian kemudian rintik hujan di langit mulai turun membasahi rambut kepalanya. Tidak banyak, masih gerimis jarang.

Mau tak mau Claude mendatangi Ruha dan bertanya. "Kenapa lagi?"

Ruha mengangkat wajah pucatnya menatap Claude. Laki-laki itu agak terkejut melihatnya, Ruha terenyak. Ia sudah tahu pasti sekarang ia persis seperti setan di film The Nun yang wajah ketebalan bedak makanya Claude sampai terlonjak begitu.

"Kau duluan saja." Ruha berujar, "aku akan menyusul nanti." Ia tak sanggup membawa tubuhnya sendiri apalagi nafasnya juga mulai terasa sesak.

Pandangan Claude jatuh pada bibir Ruha  yang membengkak persis seperti habis ciuman dengan serangga jenis lebah, beberapa bagian wajah gadis itu juga nampak membengkak karena reaksi dari alergi makanan laut yang di deritanya.

Claude meringis. "Kayaknya kau bakal mati tak lama lagi padahal baru tadi keluar biaya untuk pemakaman ayah-ibu. Hufttt..." hela nafas panjang keluar dari bibir merah alaminya.

"KALAU TIDAK MEMBANTU MENDING DIAM DAN PULANG DASAR GILA!!" pekik Ruha kesal lalu merintih pelan saat dagunya lidahnya terasa kebas dan ikut bengkak seperti bagian wajahnya yang lain.

"Huh?" Claude menatap Ruha dengan ekspresi jijik lalu berjalan meninggalkan gadis itu seperti keinginannya namun tiba-tiba saja.

"Huwek!" Ruha muntah-muntah di tepi jalan seperti orang kerasukan.

Claude bukannya tak tega, dia hanya merasa tidak bisa melihat seseorang hendak mempermalukan nama baik keluarganya—yang hanya menyisakan dirinya saja sebagai satu-satunya keturunan dari keluarga Lucane.

"Jangan muntah disitu. Tahanlah dan pulang, kau bisa muntah sepuasnya dirumah." Decak Claude kesal saat Ruha tidak berusaha menghentikan aksi muntahnya lalu tanpa pikir panjang ia menarik gadis itu, memaksanya berdiri lalu menyeretnya berjalan ke rumah secara paksa.

Ruha menolak pulang, dia tak mau berdiri karena masih ingin muntah tetapi Claude menyeretnya paksa sehingga mulut kebasnya mulai berteriak. "Mana tahannnn! mana bisa di tahannnn!"

Melihat seseorang berjalan ke arah yang berlawanan dengan mereka, Ruha merangkak ke pria itu. "Om tolong aku om! dia mau menculikku secara paksa!"

Claude melotot. "Kau gila!?" dengan cepat ditariknya Ruha menjauh dari orang asing yang mulai menatap curiga ke arahnya itu.

"Dia kakakku. Epilepsinya kambuh." Tutur Claude bohong.

"Aku... AKU TIDAK EPILEPSI!" pekik Ruha membantah tegas dan mencoba menggapai tangan orang itu namun Claude memelototi pria tersebut dari kejauhan sehingga dia memilih untuk kabur melarikan diri.

Okay, Ruha tahu ini memalukan tapi ia benar-benar tidak tahan. Kedua kakinya terasa berat tak mau diajak berjalan. Ruha berhenti, menarik balik lengan Claude yang sedang menariknya lalu melepaskannya sehingga pemuda itu tersungkur ke arah belakang.

"Waduh!" Ruha menutup mulutnya dengan kedua tangan. Cepat-cepat dia menghampiri Claude yang berada dalam posisi setengah berbaring, sedang menepuk-nepuk telapak tangannya yang kotor karena debu tanah.

Akan tetapi karena terburu-buru, Ruha justru tersandung kaki Claude dan jatuh diatas tubuh pemuda itu. Tidak, ini bukan adegan berciuman. Ruha dalam keadaan seperti merangkak persis dalam film human centipede lalu yang paling parah dorongan mual di lambungnya kembali datang dan tak dapat ditahan. Lebih tepatnya, Ruha tidak mencoba menahan.

"Ma...maaf--HUWEK!!" dimuntahinya Claude tepat di bagian dada pemuda itu, untung saja tidak di wajah---

"HUWEK!"

Wajah pun kena.

Claude kehilangan kata usai mendapat semburan muntah berbau amis di wajahnya juga. Padahal tadi dia ingin memaklumi Ruha yang muntah di dadanya tapi rupanya sekarang wajahnya pun kena.

"Maaf, duh..." Ruha menyengir lalu mengelapkan ujung gaunnya ke wajah Claude yang tak berekspresi. "Maaf adikku sayang. Tolong, maafkan kakakmu yang sedang sangat saki—HUWEK!"

Mencium bau muntahannya sendiri, Ruha merasa tak tahan dan berakhir memuntahi Claude lagi. Kali ini Ruha membungkam mulutnya dengan tangan kanan dan memilih menjauhi Claude namun dia tersandung lalu jatuh dengan posisi bokong mendarat duluan.

"Anu--"

"Jangan bergerak!" Claude menunjuk Ruha yang kembali akan menghampirinya, dia lalu berdiri sambil mengelap tangannya yang terkena muntahan ke bagian pakaiannya yang masih kering--bersih dari muntahan Ruha.

Gawat nampaknya laki-laki itu marah. Tamatlah kau Ruha, habis sudah kehidupan keduamu. Pasti sekarang Claude akan mencekokimu dengan racun tanpa pikir panjang. Bodoh Ruha!

Susah payah Ruha meneguk ludah lalu memejamkan mata. "Tamatlah aku, baru juga pindah ke sini sekarang kelihatannya aku akan mati lagi. Sungguh sialan, kenapa harus di novel yang ditulis sama penulis sinting itu!?"

Selang beberapa menit Ruha mencoba membuka kelopak matanya mau mengintip apa yang sedang Claude lakukan namun tiba-tiba tubuhnya diangkat oleh seseorang.

Ruha tersentak kaget. Tangan kiri Claude berada di bawah punggungnya sedangkan tangan kanan Claude berada di bagian bawah lutut Ruha. Tanpa mengatakan apapun pemuda itu menggendongnya sampai ke rumah.

"Terimakasih." Ucap Ruha begitu diturunkan di depan pintu rumah berlantai tiga itu.

Tak ada sahutan dari Claude. Laki-laki itu langsung masuk ke dalam dan bergegas menaiki tangga, menuju kamarnya yang berada di lantai kedua.

Claude bergegas membersihkan dirinya di kamar mandi. Menggosok seluruh tubuhnya karena merasa jijik setelah dimuntahi Ruha, dia sangat kesal sampai ingin membenamkan gadis itu ke dalam tanah tapi sebisa mungkin Claude tetap tenang.

Orang-orang akan curiga kalau mendadak mendapatkan kabar kakak angkatnya ikut mati selang beberapa hari setelah pemakaman kedua orang tuanya.

Lagipula Claude terlanjur berjanji tidak akan menghabisi Ruha selagi gadis itu tak menunjukkan tanda-tanda keanehan dan bersikap mencurigakan. Claude menghela nafas, menatap pantulan wajahnya di cermin lalu melirik ke arah pecahan kaca favoritnya yang ia simpan di dekat wastafel.

Claude meraih benda itu lalu hendak menggoreskannya ke tangan kiri namun ia melihat gambar bintang buatan Ruha yang memudar disana. Tanpa pikir panjang Claude berpindah melukai tangannya yang sebelah kanan.

***

Abis diancem kaisar rejep disuruh revisiin naskah dia dulu baru ke sini😔

I became Grand Duke's Sister Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang