15. To Be

26.4K 4K 155
                                    


Cerita ini proses terbit ulang otomatis ga akan ada update lagi setelah ini, thanks💗






I became Grand Duke's Sister
~


"Ruha?" Cael masih dalam upaya mencoba menghentikan Ruha untuk pergi, mendadak ia jadi tidak berdaya bahkan tidak mengunakan ancamkan kekerasan lagi untuk menahan gadis itu agar tetap menetap.

"Ruha akan pergi?" tanyanya sekali lagi pada gadis yang sedang menenteng koper ke arah pintu itu. "Ruha akan meninggalkanku seperti yang lainnya?"

Deg!

Ruha tertegun. Dia lantas menoleh pada Cael yang memberi tatapan sedih. "Cael, maaf tapi aku..." Kepalanya menggeleng pelan menandakan kalau ia tidak bisa tinggal lebih lama lagi. "Bibi Mauren menungguku dibawah."

"Kalau Ruha pergi aku akan terjun dari jendela." Ancam Cael kekanakan. "Aku serius, Ruha." Perasaan tak ingin ditinggalkanlah yang membuat Cael mengambil jalan untuk kembali mengancam Ruha dengan menargetkan diri sendiri sebagai korban.

"Aku akan melakukan cara paling menjijikan sekalipun supaya kau tetap tinggal bersamaku." Ujarnya menyakinkan.

Ruha tidak mungkin jika tidak percaya pada Cael. Sudah banyak buktinya, bahkan waktu itu ia sempat terkena goresan pisau Cael juga waktu mengancamnya tetapi ancaman sekarang jauh lebih mengerikan. Cael berniat menghabisi dirinya sendiri, Cael berniat bunuh diri yang artinya mungkin saja Claude akan ikut terbunuh jika sampai Cael melakukannya.

"Usiamu sudah delapan belas tahun, mengapa sikapmu masih kekanakan?" Entah mencibir atau apa, kalimat itu keluar begitu saja dari bibir Ruha. "Memangnya kenapa harus aku? Cari saja yang lain, ada banyak manusia di muka bumi ini."

"Karena aku hanya menginginkan Ruha."

"Itu basi! Basi! Basi kau tahu basi!?"

Cael menggeleng. "Apa itu?" ia sungguh tidak tahu arti dari kata yang Ruha ucapkan. "Aku baru pertama kali mendengarnya dari Ruha."

"Kau tahu apa rasanya nasi yang disimpan berhari-hari tapi tidak di makan?"

Cael menggeleng lagi untuk kali kedua. "Aku tidak tahu karena belum makan nasi juga dari kemarin." Jawabnya jujur, "semalam juga  makan bersama Ruha, disuapi." Pipinya memerah ketika mengingat momen itu.

Walau hanya sekedar makan bersama, momen itu menjadi lebih istimewa karena Ruha memberinya makan dengan menyuapinya. Cael benar-benar merasa bahagia seolah dirinya telah mencapai bagian terdalam dari surga dan jujur saja Cael tidak mau kehilangan itu.

"Cael, tidurlah maka semua akan kembali seperti semula." Ujar Ruha.

Cael terkekeh sinis. "Aku tidak akan pernah mau tidur jika pada akhirnya Ruha pergi meninggalkanku sama seperti yang lainnya."

"Aku tidak meninggalkanmu," balas Ruha meralat tudingan Cael terhadapnya. "Hanya saja bukan aku orangnya." Lanjutnya dalam hati menimbulkan mimik sedih sesaat di wajahnya.

Cael menangkap kesedihan itu. "Ruha tidak percaya padaku?" Dia mengambil langkah lebih dekat lalu meraih kedua tangan Ruha dan digenggam lembut. "Ruha mungkin merasa ini mustahil tapi aku tidak bohong pada Ruha tentang perasaanku,"

"Aku menyukai Ruha." Akunya lalu membawa tangan kanan Ruha menempel di dada kirinya, memperdengarkan betapa kencang degub jantungnya saat ini. "Ruha bisa merasakannya sendiri, betapa berdebarnya jantungku setiap kali berbicara dengan Ruha."

"Setiap kali Ruha menatapku, ini tidak bisa berhenti. Ini semakin berdebar kencang tapi aku sama sekali tidak terganggu, aku menyukainya. Aku sangat suka pada perasaan yang muncul setiap kali bersama Ruha." Ujar Cael.

Bibir Ruha terkatup rapat, ia bingung akan situasinya saat ini. Apakah Cael barusan melakukan pernyataan cinta terhadapnya atau bagaimana? Ruha mencoba berpikir jernih dalam situasi keruh ini.

"Aku mencintai Ruha." Cael berucap lagi, tatapannya melembut ketika jatuh pada Ruha. "Tolong jangan tinggalkan aku, Ruha."

Bahkan kalimat itu seharusnya tidak diberikan kepada Ruha atau kepada siapapun. Seharusnya kalimat itu Cael katakan kepada Nevada bukan pada dirinya dan itu masih dua tahun lagi dari sekarang.

"Ruha," Cael meremas lembut pergelangan tangan Ruha berharap bisa membuat gadis itu mengambil keputusan sesuai dengan keinginannya. "Aku cinta Ruha."

"Cael, perasaan ini tidak nyata. Itu hanya karena kau baru bertemu denganku saja saat ini, kau belum bertemu--"

"Aku tidak ingin bertemu siapapun lagi, aku hanya ingin Ruha." Potong Cael cepat.

"Aku tidak ingin siapapun." Tambahnya menggelengkan kepala, "aku mohon pada Ruha, jangan tinggalkan aku ya?"

Ruha mengatupkan bibirnya rapat, ia tidak bisa mengambil keputusan ditengah. "Cael, kau harus mendengarku. Kita--"

"Aku akan merobek mulut Ruha kalau Ruha bicara lagi." Cael tersenyum tipis lalu meletakkan satu kakinya turun diikuti kakinya yang lain, dia berlutut di depan Ruha.

"Haruskah aku menangis di kaki Ruha supaya Ruha tersentuh dan tidak pergi?"

Cael meletakan kedua tangannya Ruha di pipinya, mengecupinya sesekali. "Aku tidak bisa hidup tanpa Ruha, aku akan melakukan segalanya untuk Ruha. Aku akan mematuhi Ruha."

"Cael--"

"Ruha, aku mohon!"

Tak ada jawaban pasti dari bibir Ruha, gadis itu melepaskan tangan-tangan Cael dari tangannya lalu menggeleng pelan kemudian lanjut menyeret kopernya ke lantai bawah.

Bibi Mauren menanti di depan pintu, wanita itu tersenyum menatap Ruha dari kejauhan dan bergegas menghampirinya hendak membantunya membawa koper.

"Ini semua barang-barangmu?" tanya bibi Mauren pada Ruha yang memberi anggukan sebagai jawaban.

"Baiklah, ayo pergi." Ajak bibi Mauren meraih tangan Ruha namun gadis itu tak bergeming sedikitpun.

"Aku tidak bisa pergi meninggalkan Claude sendiri disini, bibi." Ruha menggeleng pelan dan perlahan melepaskan tangannya dari genggaman bibi Mauren. "Dia pernah menggoreng tangannya, bagaimana kalau dia menggoreng kepalanya saat aku tidak ada?"

"Tapi kalian--"

"Kami tidak memiliki hubungan apapun." Tukas Ruha tegas, "tidak akan pernah." Lanjutnya dalam hati.

"Aku hanya menunggu sampai mental Claude kembali stabil." Ujar Ruha lagi, "sekarang sedang tidak jadi, aku minta maaf karena tidak bisa pergi bersama bibi."

Ekspresi rumit terpasang di wajah bibi Mauren, dari tatapannya jelas kalau wanita itu kecewa atas keputusan yang diambil Ruha padahal dia memiliki peran sebagai orang tua pengganti bagi kakak-beradik itu namun baik Ruha maupun Claude, keduanya seolah menentang maksud baiknya.

"Kau yakin dengan itu?" Tanya bibi Mauren sekali lagi.

Ruha menatap bibi Mauren cukup lama sebelum akhirnya mengangguk dan dalam hatinya ia bicara. "Aku harus menunggu Claude kembali."

***

I became Grand Duke's Sister Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang