Arti Sebuah Kata

126 5 0
                                    

Dan sudah 2 hari ini aku mendiamkan, mengacuhkan, membiarkannya atau yang lebih jahatnya lagi, aku dan dia seperti orang asing dalam sekejap.

"Lagi berantem ya?" Tanya Daffi.

"Enggak."

"Gak apanya? Orang kelihatan gitu."

"Sok tahu..." Ucapku. "Gue boleh gak main ke kost an lo?" Dia menatapku dan mengangguk.

"Boleh boleh, dengan senang hati." Sahutnya.

"Nginep boleh?" Dia hampir tersedak mendengar ucapanku.

"Apa, nginep? Uhuk uhuk..." Aku mengangguk. "Ya boleh sih, cuma..."

"Cuma apa?"

"Gue takut khilaf Bel..." Aku mengulum senyum mendengar ucapannya.

"Hahaha khilaf? Ada-ada aja sih..." Sahutku. "Ya udah yuk, balik sekarang. Kerjaan udah selesai kan?"

"Udah sih..." Dia melihat jam dinding kantor, jam menunjukkan pukul setengah 5 sore. Kami pun segera membereskan meja.

"Balik sekarang Daf?" Tanya Andra tiba-tiba datang saat melihat kami ingin pulang, Daffi mengangguk.

"Iya Ndra, kerjaan gue juga udah selesai semua."

"Balik sama Bella?"

"Iya, katanya mau main ke kost an gue." Dia langsung membelalakkan matanya kaget.

"Apa? Ke kostan lo?" Tanya nya. "Tunggu. Lo mau ke kost an Daffi, Be?" Tanya nya menahan langkahku, tapi aku berusaha menghindarinya. "Be..."

"Gue duluan ya Ndra..." Daffi mengajakku tapi tangannya masih menahanku.

"Be..." Ucapnya. "Lo boleh marah sama gue, lo boleh ngediemin gue tapi gak gini dong ngebalesnya." Daffi melihat kearah kami. "Ayolah Be, kenapa harus kayak gini sih." Aku menatapnya sarkas.

"Kenapa gue gak boleh ke kost an Daffi?" Tanyaku sambil menatapnya. "Kenapa? Hem..."

"Gue tunggu dibawah deh Bel..."

"Gak perlu, gue udah gak ada urusan lagi." Aku dan Daffi berlalu meninggalkannya. Dia berusaha mamanggilku tapi aku mengacuhkannya. Dia berlari mengejarku, menjejari langkahku.

"Be, Be... Bella... Arabella..." Ucapnya, aku menghentikan langkahku dan menoleh kearahnya. "Lo mau kayak gini sampai kapan?" Tanyanya.

"Bukan gue yang mulai? Gue cuma ngikutin cara main lo." Jawabku.

"Iya, okey gue salah. Tapi jangan kayak gini lah, lo nyiksa gue namanya." Aku tersenyum sarkas.

"Gue, nyiksa lo? Lo gak salah ngomong." Daffi memilih menunggu di warung sebelah kantor daripada melihat perdebatan kami. "Gue lagi males berantem ya Ndra, cape." Aku berlalu tapi tangannya masih menahanku. "Apalagi sih Ndra..."

"Jangan ke kost an Daffi, please?"

"Aneh lo..."

"Be, please?" Dia memohon. "Gue mohon, ya?" Aku memilih berlalu meninggalkannya.

"Yuk Daf..."

"Udah?" Aku mengangguk. "Mau nyari makan sekalian gak?" Aku menggeleng dan akhirnya kami langsung pulang. Gak lebih dari 20 menit dan hanya berjalan kaki, akhirnya sampai juga di kost an Daffi. "Silahkan masuk..." Ucapnya sambil membuka pintu.

"Woah rapi ya..."

"Kebetulan aja sih Bel, pas lo dateng pas rapi." Sahutnya. "Lo mau minum apa? Gue pesenin di depan kost an."

"Gak usah Daf, makasi." Jawabku. "Duduk aja disini." Aku menghela nafas dan dia langsung duduk disebelahku. Aku mengulum senyum kearahnya.

"Cape banget ya Bel?" Tanya nya. "Cerita aja gak apa-apa, kalo dengan cerita bisa buat lo lega." Dan tiba-tiba air mata ku jatuh menetes, aku menangis sesenggukan. "Nangis aja, gak apa-apa kok." Akhirnya runtuh juga pertahananku, aku menangis sejadinya di depan Daffi.

Teman Rasa ... (?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang