18

379 104 5
                                    

***

Lisa menyalakan lagi kamera yang ada di dalam mobil setelah memberi tanda kalau yang lainnya boleh kembali ke mobil. "Apa yang kau lakukan?" tanya Jiyong, setelah ia masuk, bergegas menyalakan mobil itu lagi. "Ganti baju?" tanyanya kemudian, sebab kaus yang sebelumnya Lisa pakai, kini berubah jadi kemeja berlengan panjang yang sedang gadis itu gulung lengannya.

"Bau apa ini?" tanya Jiwon kemudian. Setelah beberapa meter mobil melaju. "Ya! Siapa yang buang angin?!" tuduhnya kemudian, namun tidak seorang pun buang angin. "Lisa-ya?! Apa yang kau lakukan di mobil tadi? Bukan buang air kan?!" tuduhnya sekali lagi dan Lisa membulatkan mulutnya karena tidak percaya mendengar tuduhan itu.

"Enak saja!" seru Lisa kemudian, namun aroma kotorannya belum hilang, bahkan jadi semakin parah saat Jiyong membuka jendela mobilnya. "Baunya dari luar, ada banyak sapi di luar!" katanya membela diri.

Saat memotret tadi, Lisa bersandar ke mobil mereka. Tanpa tahu kalau ada kotoran sapi menempel di badan mobilnya. Kausnya kena kotoran sapi itu, namun ia enggan mengakuinya. Selepas mengganti pakaian, kaus kotornya masih ia letakan di lantai mobil, di bawah jok penumpang, di depan Jiwon.

Seingatnya, kotoran sapi itu hanya sedikit menempel pada kausnya. Tidak pernah Lisa duga sebelumnya, kalau saat AC dinyalakan, bau kotoran itu akan memenuhi mobil. Padahal, baju kotor itu sudah Lisa sembunyikan di bawah jok mobil.

Merasa kalau membuka jendela tidak banyak membantu, Jiyong menutup lagi jendela itu. Dan tepat di detik setelah semua jendela tertutup rapat, sesuatu menghantam mobil mereka. Cukup keras, hingga Sungkyung menjerit karenanya. Sungkyung duduk di sebelah Jiyong dan ia menjerit, mengejutkan semua orang karena secara tiba-tiba, saat mobil di belakang menyalip mereka, kubangan kotoran sapi di jalan terciprat ke jendela mobil.

Tidak hanya sekali, ketika mobil kedua menyalip mereka, sekali lagi cipratan kotoran itu mengenai jendela mereka. Kali ini jendela di sebelah Jiwon—yang duduk di belakang Sungkyung—yang terkena cipratan itu. "Whoa! Untung saja jendelanya sudah di tutup!" komentar Mino, setelah melihat dua serangan yang hanya berjarak beberapa detik itu.

"Ada banyak sekali kotoran sapi di jalan," komentar Jiyong. "Baunya pasti dari sana, tahan saja sebentar," susulnya, mengatakan kalau lima belas menit lagi mereka akan tiba di pelabuhan danau Baikal.

Dengan hati-hati, Lisa yang duduk di belakang Jiyong menghela nafasnya. Sementara yang lainnya sibuk memperhatikan dan membicarakan kotoran sapi di jalan, Lisa bersyukur karena kaus yang ia sembunyikan berhasil tersamarkan. Ia merasa, Mino akan mengejeknya habis-habisan kalau tahu bajunya bau kotoran sapi.

Kapal feri yang berhenti di pelabuhan itu akan mengangkut 10 mobil di tiap perjalanannya. Sedari awal mereka semua sudah diberitahu tentang informasi itu. Namun kejadian tidak terduga terjadi—di depan mereka ada lebih dari 100 mobil yang mengantri untuk pergi ke pulau Olkhon. Antriannya terlalu panjang, luar biasa panjang hingga rasanya mereka tidak akan tiba di penginapan tepat waktu. Bahkan staff terkejut melihat keramaian itu.

"Kita tidak akan sempat makan malam di penginapan kalau begini," kata Jiwon, yang akhirnya memilih untuk keluar dari mobil. Masih ada aroma kotoran sapi di mobil, Jiwon mengira itu dari kotoran yang terciprat tadi, sama sekali tidak ia duga kalau Lisa menyembunyikan kaus kotor di depannya.

Dari mobil lain di belakang dan di depan mobil mereka, beberapa staff keluar. Sebagian pergi ke loket tiket, sedang sebagian lainnya menghampiri Jiwon, membicarakan antrian panjang yang tidak mereka duga sebelumnya. Sungkyung ikut keluar, begitu juga dengan Mino dan Lisa. Hanya Jiyong yang tetap duduk di kursinya, meski tidak ada tanda-tanda mereka bisa bergerak maju.

Lama mereka mengobrol, sembari mengomentari mobil yang kotor karena kotoran sapi. Sampai staff yang tadi pergi ke loket akhirnya kembali. "Akan lebih cepat kalau kita pergi tanpa mobil," lapor orang itu. "Melihat antriannya, kita mungkin baru bisa menyebrang saat malam nanti. Atau besok pagi," katanya kemudian, mengatakan kalau untuk sampai tepat waktu, mereka bisa naik kapal feri tanpa mobil, lalu naik taksi untuk ke penginapan.

Tidak ada waktu untuk berdiskusi terlalu lama, akhirnya mereka setuju untuk naik kapal feri tanpa mobil. Beberapa staff dan kelima wajah perjalanan itu akan pergi ke pulau Olkhon dengan kapal feri lebih dulu, sedang sebagian staff lainnya akan menyusul setelah mengurus mobil-mobil mereka.

Helaan nafas terdengar berat sekarang. Selain ransel berat mereka, ada barang belanjaan yang juga harus mereka bawa. Untuk apa tiba di penginapan tepat waktu kalau daging untuk barbeque-nya terlambat? Mau tidak mau, barang bawaan mereka jadi semakin berat. Di tambah Mino yang saat di supermarket tadi merengek untuk membeli raket nyamuk. Raket itu tidak bisa dimasukkan ke dalam ransel, mau tidak mau, Mino harus memegangnya sendiri, sementara tangannya sudah disibukan dengan kantong belanja.

"Harusnya kita tidak belanja terlalu banyak tadi," kata Sungkyung, yang juga harus membawa kantong belanja karena mereka punya terlalu banyak bahan makanan yang harus dibawa.

"Aku pikir kita akan naik mobil sampai penginapan," Lisa yang juga membawa kantong belanja, ikut menggerutu. "Nomai, harusnya kau membeli losion anti nyamuk saja, kenapa membeli raket nyamuk?" herannya kemudian, melihat Mino yang sedang mengapit raket nyamuk itu di lengan kanannya. Tangan kanan Mino membawa belanjaan, satu kantong, sama seperti lainnya. Sedang tangan kirinya memegangi kameranya, yang belum ia rapikan sejak berfoto tadi.

Tiba di dekat kapal feri, mereka belum bisa naik ke kapal. Mobil-mobil akan dimasukan lebih dulu, baru penumpang tanpa mobil bisa menyusul setelahnya. Setidaknya lima menit mereka menunggu sembari membawa semua barang mereka, begitu diizinkan naik ke kapal feri, mereka bergegas melangkah, mencari tempat untuk meletakan barang-barang.

Alih-alih masuk ke dalam kapal feri, mereka memilih untuk berdiri di dek, tepat di sebelah pagar pembatas. Perjalanan dengan kapal feri itu tidak akan lama, hanya beberapa menit, karenanya mereka merasa tidak perlu duduk. Dari tempat mereka berdiri sekarang, mereka bisa melihat banyak orang tengah menunggu di mobil. Sebagian calon penumpang tetap ada di dalam mobil, dan sebagian lainnya keluar, melihat mereka yang sudah berlayar.

"Halo!!!" Lisa berteriak, menyapa orang-orang yang sedang menunggu giliran naik ke kapal itu. "Aku duluan!!! Bye!!!" serunya, melambai pada orang-orang yang bahkan belum tentu memahami bahasanya.

Mendengar gadis itu berteriak, teman-temannya terkejut, lalu pelan-pelan bergerak menjauh dari gadis itu. "Memalukan, memalukan sekali," gerutu Mino, yang lebih dulu menggeser kakinya menjauhi Lisa. Menyeret tasnya beberapa meter dari gadis itu. Tiga lainnya pun mengikuti Mino, sembari memalingkan wajah, berlaga tidak mengenal Lisa.

Kapal feri itu berangkat dan Lisa masih tidak menyadari keanehannya. Gadis itu melambai semakin senang saat kapalnya mulai bergerak. Rasa senangnya bertambah berkali-kali lipat saat ia melihat beberapa anak kecil membalas lambaian tangannya. Sedang beberapa meter di sebelahnya, empat tetua menatap heran pada gadis itu. Dahi mereka berkerut, heran dengan tingkah kekanakan si bungsu.

"Oppa! Eonni! Mereka membalasku!" pamer gadis itu, menoleh pada mereka yang kini mengulas senyum canggung.

"Hm... Ya, mereka sudah membalas lambaianmu, sekarang berhentilah, aku malu," angguk Jiyong, sembari menggerakkan tangannya, memberi tanda agar Lisa berhenti melambai.

***

Trans Siberian Pathfinders (YG's Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang