***
"Whoa!" kelimanya berseru takjub setelah diantar sampai ke taksi yang staff siapkan. Taksi itu, juga semua taksi di sana berupa van cokelat sisa-sisa kendaraan militer. Taksinya kelihatan kokoh, terlihat terlalu tangguh meski harus mengemudi di jalanan tanpa aspal. Ya, sebagian jalan di pulau itu, belum di aspal. Jalanannya masih berupa tanah yang kering dan berdebu.
"Rasanya seperti masuk akan ke kawasan militer," komentar Jiyong, satu-satunya yang pernah bertugas sebagai tentara aktif penjaga perbatasan di sana.
Taksi itu ternyata cukup luas setelah mereka masuk. Seperti di dalam limosin, mereka berlima duduk berhadapan di dalam taksinya. Semua ransel dan barang bawaan di letakkan di tengah, sementara mereka duduk di kursi masing-masing. Jiyong, Sungkyung dan Lisa duduk menghadap ke depan, sedang Jiwon dan Mino duduk menghadap pada mereka—membelakangi pengemudi taksi itu.
Penginapan mereka berada di tengah-tengah pulau. Sebuah pondok kayu di tengah-tengah pepohonan pinus. Pondoknya terdiri dari dua lantai dan punya belasan kamar di dalamnya. Pondok itu juga lapangan parkir yang luas, lalu ada beberapa gazebo kecil dan dapur terbuka di belakang gedung utamanya.
Perjalanan mereka penuh dengan guncangan. Jalan-jalan bergelombang, yang kering dan berdebu. Lewat perjalanan itu, kelimanya sadar. Mereka tidak akan bisa mengemudi di sana, meski berhasil membawa mobil tadi naik ke kapal feri. Perjalanannya terlaku ekstrim, bagi Jiyong juga Sungkyung untuk mengemudi. Medan yang mereka lalui pun tidak cocok untuk mobil sewaannya. Jiyong yakin mobilnya akan rusak setelah berhasil melewati jalanan itu.
Tiba di penginapan, mereka bergegas turun. Buru-buru melompat keluar dari taksi tanpa mengatakan apapun. Begitu berhasil keluar dari kotak kokoh itu, helaan nafas dan keluhan nyeri terdengar begitu jelas. Semuanya mengeluh karena perjalanan ekstrim tadi membuat pinggang dan punggung mereka kesakitan. Bahkan Lisa yang beberapa jam lalu makan hot dog, sekarang ingin mengeluarkan lagi hot dognya.
Di temani Sungkyung, gadis itu menunduk, hampir muntah meski tidak berhasil mengeluarkan apapun. Sungkyung sudah menepuk-nepuk punggungnya, namun tidak ada makanan yang keluar lewat muntahan Lisa. Hanya beberapa ludah yang bisa gadis itu paksa untuk keluar.
"Augh! Harusnya aku tidak makan tadi!" keluh Lisa, sembari memegangi perutnya yang mual.
Begitu taksinya pergi setelah dibayar, Jiyong melangkah masuk ke dalam penginapan itu. Ia yang akan mengurus penginapannya, sedang Mino dan Jiwon membawa barang-barang mereka masuk. "Bawa saja dia masuk, kami yang akan mengurus barang-barangnya," kata Jiwon, menyuruh Sungkyung untuk membawa pasien tidak terduga mereka.
"Kamarnya di lantai dua, 208 dan 209, di sebelah kiri tangga," kata Jiyong, sembari menunjuk tangga, memberitahu Sungkyung untuk memapah Lisa naik ke lantai dua.
Setelah mendapatkan kunci kamarnya, Jiyong akan lebih dulu membantu dua pria lainnya membawa barang-barang sebelum naik ke kamar mereka. Saat itu sudah pukul empat sore, di lantai dua, ada dua belas kamar yang berjajar di satu sisi, pintunya menghadap pada hutan pinus dan sedikit warna kebiruan danau Baikal. Di depan kamar itu juga, ada balkon luas yang punya banyak set kursi. Begitu tiba di depan kamar 208, Sungkyung menyuruh Lisa untuk duduk di salah satu kursinya, menikmati angin sore yang mulai sejuk. Tidak lagi terlalu berdebu setelah mereka masuk semakin dalam ke hutan pinus. Udara di penginapan itu cukup segar sekarang.
"Tempat ini nyaman sekali," komentar Lisa, menunggu Jiyong datang dengan kunci kamar mereka. "Kalau perjalanannya tidak seperti tadi, aku mau tinggal di sini," katanya kemudian.
"Saat kembali nanti, kita masih harus melewati jalan yang tadi," ingat Sungkyung kemudian. "Augh! Pinggangku rasanya seperti mau lepas," keluhnya.
"Besok, saat kembali dari sini, aku tidak akan makan sebelum berhasil melewati jalan tadi," yakin Lisa. "Aku akan makan di pelabuhan saja," susulnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trans Siberian Pathfinders (YG's Version)
FanficK-Ocean Pathfinder YG's Version Season 2.