Malam itu sekitar jam 10 malam dimana semua orang harusnya sudah tidur sangat pulas kecuali beberapa panitia yang mengurus kegiatan tengah malam. Amara terbangun dari tidurnya yang baru satu jam karena kehausan. Minuman di botolnya sudah habis, alhasil dia harus keluar untuk mengambil air minum di dapur sesuai dengan instruksi dari para kakak tingkat jika membutuhkan apapun terutama air minum bisa mengambil sendiri di dapur.
Setelah mengisi botol minumnya dengan air sampai penuh, Amara berjalan kembali ke kamar, namun langkahnya terhenti saat dia melihat seseorang di lorong menuju ke balkon lantai dua. Dua orang yang sangat dekat hanya disinari rembulan malam karena lorong itu lampunya sudah dimatikan.
Amara menggosok matanya memastikan kalau apa yang dia lihat itu hanya halusinasi, namun sangat jelas kalau dia Reksaga dan Anissa. Anissa terlihat mengalungkan tangannya di leher Reksaga, mereka berciuman sangat intens membuat Amara sedikit membelalakkan matanya sambil menutup mulut dan berusaha untuk tenang.
Amara buru-buru kembali ke kamarnya menghiraukan kejadian yang dia lihat sebelumnya, namun sampai jam 11 malam dia masih terjaga dengan bayangan yang sama, bayangan dimana Reksaga berciuman dengan Anissa disana.
2 jam, akhirnya Amara tidak tidur lagi, hanya diam menatap langit-langit hingga pintu kamar diketok sangat keras sembari teriakan terdengar menggema di luar.
Seakan terpanggil semua bangun dengan kesadaran masih 20%, kecuali Amara yang benar-benar sadar sepenuhnya karena tidak tidur. Semua berbaris sesuai kelompok, didepan sudah ada Sandra yang menjelaskan kegiatan pada malam ini.
Mereka akan disuruh untuk keluar mengerjakan misi, setiap pos dalam misi ini harus laporan, jika belum selesai mengerjakan tugas di pos sebelumnya, mereka tidak boleh lanjut jalan sampai akhirnya selesai di finish.
Amara melirik ke arah Reksaga yang masih berbincang seru dengan Anissa, bayangan yang dilihatnya tadi membuat Amara tidak fokus sama sekali. "Ada masalah?." Bisikan di telinga Amara membuyarkan lamunannya, gadis itu melihat ke samping dan menemukan Reksaga yang tersenyum padanya.
"Nggak ada kak." Jawab Amara singkat jelas dan padat, dia langsung mengikuti kelompoknya untuk jalan lebih dahulu mengerjakan misi.
Setengah perjalanan berlangsung, beberapa kali Amara tidak fokus pada kegiatan ini, dia sering melamun saat berjalan.
"Awas ada batu." Ucap teman satu kelompok Amara yang berada di bagian depan.
Tapi sepertinya peringatan itu tidak masuk ke telinga Amara.
"RA, AWAS!." Teriakan Vivi dibelakang Amara menyadarkan Amara, namun gadis itu udah jatuh lebih awal.
Semua panik bersamaan dengan Reksaga yang lewat akan pergi ke pos terakhir. Melihat Amara yang jatuh di sana, membuat Reksaga menghentikan motornya dan menghampiri Amara disana dengan wajah sangat khawatir.
"Ra!." Reksaga menggendong Amara dan membawanya ke pinggir, memperhatikan luka di kaki Amara yang berdarah. "Kenapa bisa gini?." Reksaga meluruskan kaki Amara, meniup luka yang mengeluarkan darah tersebut dengan pelan. "Kalian lanjutin misi nya, biar gue yang urus Amara." Ucap Reksaga pada teman satu kelompok Amara.
"Nggak usah di lanjut, lo ikut gue balik ke villa biar di obatin."
"Gue nggak papa kak, bisa lanjut kok, Cuma luka dikit."
"Bukan Cuma, lo tanggung jawab gue Ra."
Disana hanya mereka berdua, ditemani cahaya flash dari ponsel Reksaga yang di arahkan ke kaki Amara yang luka. Mereka berada di pandangan masing-masing, Amara yang sedang tidak mood melihat Reksaga dan Reksaga yang mengkhawatirkan keadaan Amara.
"Gue takut kak Anissa marah kalo liat kita disini." Ucap Amara sebelum pada akhirnya dia berusaha berdiri sendiri dengan kakinya yang masih luka dan selut berjalan.
"Ha? Kenapa Anissa?."
"Maaf kak, tadi gue liat kak Reksa ciuman sama kak Anissa."
"Lo salah liat."
"Nggak, gue nggak salah lihat!."
"Lo marah? Lo cemburu?."
"Apa? Nggak."
Reksaga menarik tubuh Amara mendekat, sangat dekat dengannya dan mencium bibir Amara lembut, masih dalam kesadaran yang tipis, Amara hanya membelalakkan matanya tidak percaya. Amara mendorong tubuh Reksaga, namun sama sekali tidak bergeming, Reksaga melepaskan ciumannya dan membuka mata menatap wajah Amara.
"Lo yang ambil ciuman pertama gue." Ucap Reksaga.
Entah benar atau tidak yang Reksaga katakan tapi Amara mempercayainya entah karena apa. dia hanya ingin percaya saja pada Reksaga, apalagi Reksaga mengatakan kalau ciuman pertamanya adalah Amara.
...
Pesta yang dihadiri beberapa orang dengan penampilan menarik itu berakhir dengan keadaan yang mengenaskan, semua teler karena mabuk, dan pada akhirnya tidak ada yang kembali ke rumah. Beruntung Reksaga menyiapkan kamar yang lumayan banyak, tidak salah dia membooking satu lantai sekaligus kamar-kamarnya di lantai itu. Terlihat Amara dengan kesadaran yang tinggal 2% masuk kedalam kamar VVIP bersama Reksaga yang membawanya. Pintu ditutup dengan sangat rapat, gadis itu hampir tak sadarkan diri dan melantur kemana-mana.
Reksaga mendudukkan Amara di ranjang, sedangkan laki-laki itu mengambil botol air mineral yang ada di meja untuk di berikan pada Amara. Sepanjang acara Amara terus meminum alkohol untuk pertama kalinya dengan kapasitas yang cukup banyak, dia tidak mengerti apa yang mengganggu pikiran Amara sekarang, tapi gadis itu terlihat kacau jika seperti ini.
"Minum dulu." Ucap Reksaga memberikan air minum pada Amara.
"Thanks." Amara mengambilnya dengan kesadaran minim dan mulai meneguknya hingga habis.
Reksaga duduk di sofa depan ranjang memperhatikan gerak gerik Amara yang sama sekali tidak membosankan untuk dilihat. Gadis itu mulai melepaskan sepatunya dengan asal, menurunkan dress nya dari atas. Tidak melakukan apapun, Reksaga terus memperhatikannya hingga dia merasakan miliknya yang mulai sesak di bawah sana.
Amara menanggalkan dress nya, gadis itu melihat ke arah Reksaga sambil tersenyum manis. Sambil sedikit sempoyongan, Amara beranjak dari duduknya dan menghampiri Reksaga yang duduk di sofa. Tiba-tiba Amara duduk di pangkuannya, memeluk tubuhnya, menyandarkan kepalanya di dada bidang Reksaga yang masih terbalut kemeja hitam.
Reksaga mendekatkan bibirnya pada telinga Amara dan membisikkan suara beratnya dengan sangat lembut "Kamu bisa membuatku hilang akal sayang..." suara Reksaga terdengar di telinga Amara, membuat gadis itu memejamkan mata menikmati hembusan nafas berat Reksaga.
"I Hate You hahaha..." Amara tertawa sendiri sambil memukul dada Reksaga.
Reksaga mengeratkan pelukannya pada Amara dan mulai berdiri membawa gadis itu menuju ke ranjang dan menidurkannya disana. Tanpa mengalihkan pandangannya pada Amara, Reksaga mulai melepaskan kemeja yang membalut tubuh atasnya. Dengan kesadaran yang bisa dibilang sangat minim Amara membuka matanya dan memperhatikan Reksaga dengan tatapan memuja.
Reksaga tidak akan menyentuh Amara jika gadis itu tidak menunjukkan tatapan itu, dia akan mengurungkan niatnya jika Amara memang menolaknya, tapi Amara bahkan sama sekali tidak menolak perlakuannya walaupun di bawah pengaruh alkohol.
Tangan Amara menarik Reksaga untuk jatuh di atasnya, memeluk leher Reksaga sembari menunjukkan wajah menggodanya.
"Ngghhh aaahhh..." Suara desahan Amara terdengar sangat indah saat gadis itu sama sekali tidak menahannya, membiarkan keluar begitu saja saat Reksaga menciumi lehernya.
Reaksi Amara membuat libido Reksaga semakin naik, miliknya sangat mengeras sesak dibawah sana. Ciuman Reksaga perlahan mulai turun menuju ke dua gundukan indah milik Amara, dada sintal gadis itu yang sangat menggodanya dari hari ke hari karena ukurannya yang semakin bertambah. Mungkin bukan karena Reksaga tapi karena dia berhasil merawat Amara dengan baik ketimbang tinggal sendiri di rumah itu sambil bekerja.
...
KAMU SEDANG MEMBACA
MILKSHAKE| Give Me More Your Life✓
Roman d'amour[END] Warning 21+ "Sayang... kamu kan tau kalau aku masih punya video kita." "Aku mohon jangan lagi." "Aku bisa sebar dan semuanya akan tahu bagaimana kamu. Bukannya lebih baik kamu mengikuti alur hidupmu. Tidak akan ada yang berubah Ra..." Amara Cr...