Bab 13. Bad Day

8.4K 150 1
                                    

Amara berdiri di depan halte bus sembari menggoyang-goyangkan kaki nya, bosan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Amara berdiri di depan halte bus sembari menggoyang-goyangkan kaki nya, bosan. Setiap hari yang Amara lakukan hanyalah pergi pagi pulang malam di halte bus yang sama bahkan bus yang sama juga, setidaknya dia bersyukur karena di dunia ini ada kendaraan umum yaitu bus, kalau tidak bagaimana cara Amara bisa sampai di tujuannya dengan cepat. Ada banyak hal yang sebenarnya perlu Amara syukuri mengenai hidupnya, tapi sayang semua tertutup karena kerja keras Amara yang berlebihan dan membuatnya hanya tau kalau hidup itu harus sekeras itu. Tapi sesungguhnya jika dia menikmati proses yang dia lakukan, Amara tidak semenderita itu, dia hanya perlu menikmatinya dengan baik.

Sekitar lima belas menit berjalan, lima menit lagi busnya akan datang tapi sebuah mobil berhenti di depannya. Seorang laki-laki yang sangat dia kenali keluar dari dalam mobil tersebut dan berjalan menghampiri Amara.

"Mau pulang?." Tanya Reksaga sambil tersenyum pada Amara.

Sangat tinggi, bahkan tubuh Reksaga sendiri memberikan penjelasan sangat detail kalau posisinya begitu tinggi untuk Amara gapai. Tapi kenapa Reksaga begitu bersusah payah untuk membuat Amara jatuh hati, Reksaga seharusnya tidak sejauh itu jika hanya ingin membuat Amara jatuh cinta, karena Amara selemah itu untuk tidak menyukai sosoknya yang sempurna. Lucu, Amara menertawakan dirinya sendiri yang kadang berkhayal bisa bersama laki-laki seperti Reksaga, hanya sebuah khayalan yang harus Amara kubur sedalam mungkin agar hatinya tidak jatuh terlalu dalam di lubang yang salah.

"Amara." Panggil Reksaga yang berhasil membuyarkan lamunan Amara.

"Eh iya kak?."

"Mau balik sama gue?."

"Nggak usah kak, bentar lagi bus nya juga dateng."

"Waktu itu lo pernah bilang mau gantian traktir gue kan? Gue free hari ini, gimana kalo hari ini? Lo juga libur kerja kan."

"Iya kak, kalo gitu hari ini aja." Bagi Amara semakin cepat dia menyelesaikan urusannya dengan Reksaga, semakin cepat pula dia tidak menemui Reksaga lagi sebelum hatinya benar-benar tidak bisa di ajak kompromi.

Reksaga tersenyum dan membukakan pintu mobilnya untuk Amara masuk kedalam.

Seharusnya Reksaga tidak semanis ini, karena berbahaya untuk jantung Amara yang hampir meledak karena debarannya.

...

Kedua orang tua Reksaga mengantarkan Amara bersama putranya keluar dari rumah setelah menikmati makan malam hari ini, Amara terus mengulas senyuman, mereka memiliki hati yang sangat baik membuat Amara merasa beruntung walau hanya sebentar. Tangan Reksaga terus berada di pinggangnya, seakan mengatakan kepada seluruh dunia bahwa dia adalah miliknya.

"Sering-sering main kesini ya Ra, tante kan nggak punya anak cewek, Reksaga pasti juga ngga mau nemenin buat kue."

"Iya tante."

"Hati-hati dijalan."

Setelah berpamitan, Amara dan Reksaga masuk kedalam mobil untuk pulang ke apartemen. Keputusan Reksaga untuk mereka berdua pulang ke apartemen karena sudah larut malam, dan semua juga tahu bagaimana orang sekitar rumah Amara kalau melihat mobil yang datang di jam segini apalagi kerumah cewek.

Reksaga beberapa kali melihat ke arah Amara sambil fokus membawa mobilnya membelah jalanan, sedangkan Amara memainkan jari-jari lentiknya di atas paha seperti sedang gugup.

"Aku mau mampir ke tempat Willy dulu." Ucap Reksaga.

"Iya."

"Kenapa? Ada masalah?."

"Nggak ada kak."

Setelah berhubungan dengan Reksaga, lebih tepatnya setelah pindah ke apartemen Reksaga, Amara berhenti kerja part time atas suruhan Reksaga tentunya. Jadwal padat Amara, dia tidak ingin jika Amara juga ikut sibuk sepertinya, Reksaga mau saat dia pulang, ada Amara di rumahnya, dan awalnya itu adalah hal yang sangat manis, tapi semakin kesini Amara mulai bosan karena tidak melakukan apapun selain kuliah.

Mobil Reksaga sampai di depan cafe VoU, jam sudah menunjukkan pukul 10 malam dan cafe itu masih banyak pengunjung. Baru tiba, pria itu seakan sudah disambut semua orang yang duduk disana, siapa lagi memang yang datang kesana kalau bukan teman-teman Reksaga sendiri. Satu orang yang tidak begitu Amara kenal, tapi dia satu kelas dengannya.

"Ra!." Panggilnya sambil melambaikan tangan pada Amara.

Bukan hanya Amara yang menoleh ke sumber suara tapi juga Reksaga, melihatnya yang nampak antusias memanggil Amara membuat wanita itu langsung mengalihkan pandangannya pada Reksaga. Wajah tampan itu berubah saat melihatnya, dingin dan menakutkan. Amara meneguk ludahnya takut, bukan takut kalau Reksaga memukulnya atau apapun itu yang membuat keributan, karena Reksaga tidak pernah melakukan itu. Tapi Amara takut Reksaga akan marah padanya lagi seperti biasanya.

Tangan Amara memeluk lengan Reksaga "Aku nggak kenal baik, dia satu kelas denganku, cuma aku lupa kelas apa." Jelas Amara pada Reksaga.

"Bukannya tidak baik mengabaikan teman?."

"Kamu marah?."

"Tidak, kita bahas ini di apartemen nanti, aku mau bahas sesuatu dengan Willy." Reksaga melepaskan tangan Amara dan berjalan masuk kedalam cafe VoU.

Sedangkan Amara menghampiri meja mereka, teman satu kelasnya, tidak dekat tapi hanya saling mengenal saja, apalagi Amara berpacaran dengan Reksaga. Setidaknya nama Reksaga sudah sangat cukup membuatnya dikenal semua orang yang ingin jual muka pada Reksaga lewat Amara.

Meja itu juga ada beberapa teman cewek yang juga satu kelas dengannya.

"Dari Mana lo? Rapi banget ra. Duduk-duduk."

"Habis dari rumah kak Reksa, gue nggak lama, bentar lagi kak Reksa keluar. Kalian ngapain disini?."

"Bahas soal tugas Bu Dewi, lo udah dapet bukunya."

"Udah lah ya pastinya, kak Reksa punya segalanya, lo pasti di bantuin juga kan ngerjainnya, kata Bu Dewi kak Reksa juga dapat nilai sempurna terus di mata kuliahnya."

"Nggak juga, gue ngerjain sendiri kok." Amara tersenyum tidak nyaman, berbeda dengan Fitria, saat bersama mereka, Amara merasa tengah di tekan dan udara di sekitarnya minim.

Sepertinya Reksaga tidak selama itu, karena dia sudah keluar dan berjalan menghampiri Amara yang berdiri di depan meja teman-temannya sambil mengobrol tidak seru. Reksaga tersenyum pada semua teman-teman Amara sambil merangkul pundak Amara.

"Udah lama disini?." tanya Reksaga sok akrab dan basa basi.

"Nggak kok kak, duduk dulu kak."

"Nggak usah, gue masih ada urusan sama Amara. Ayo ra." Reksaga menggandeng tangan Amara meninggalkan meja mereka, bahkan sampai Amara belum sempat mengucapkan pamit pada teman-temannya.

Wajah dingin Reksaga terlihat sangat jelas, suasana di mobil yang semula hangat menjadi begitu canggung. Reksaga membawa mobilnya menuju ke apartemen, tidak ada perbincangan apapun hingga sampai di basement yang sudah sepi di jam segini, walaupun masih ada orang juga sibuk dengan kegiatannya masing-masing.

"Cowok itu siapa? Kenapa dia yang manggil kamu? Ada hubungan spesial?."

"Nggak ada kak. Aku juga nggak tau kenapa dia nggak manggil aku."

"Siapa namanya?."

"Itu-."

"Jawab Amara..."

"Ganes."

"Udah tau namanya tuh."

"Kak Reksaga tanya."

"Kamu kenal kan? Sejauh mana?."

"Cuma teman satu kelas kak, aku pernah bacain semua absen."

Reksaga melepaskan seat belt nya dan mencondongkan tubuh ke arah Amara, pria itu melepaskan seat belt milik Amara dan kembali duduk di dengan nyaman di kursi kemudinya "Naik." Perintah Reksaga.

"Apa kak?."

"Naik sini." Reksaga menepuk paha nya.

...

MILKSHAKE| Give Me More Your Life✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang