Reksaga benar-benar pulang menjelang gelap, setelah kedatangan Reksaga, Bibi meninggalkan apartemen karena pekerjaannya sudah selesai. Makan malam sudah siap di meja makan, beberapa makanan enak di siapkan disana. Reksaga masuk kedalam kamarnya, membersihkan tubuhnya yang sudah lengket karena seharian di luar, mengganti pakaiannya dengan kaos polos dan celana pendek saja.
Amara berada di ruang makan, menunggu Reksaga datang untuk makan malam bersamanya. Reksaga tersenyum melihat Amara yang sudah menunggunya disana, Pria itu menarik kursi didepan meja makan dan duduk didepan Amara.
"Gimana Bibi?." Tanya Reksaga mencairkan suasana di meja makan.
"Baik."
"Bibi kesini kalau kamu sendirian, jadi besok nggak akan kesini."
"Aku besok masuk kuliah."
"Kamu yakin? Kalau kamu mau cuti, nggak masalah."
"Nggak, kamu aja nggak papa. Aku juga nggak papa."
"Kita nggak sama, kalau ada apa-apa, bilang."
"Iyaa makasih."
Setelah itu benar-benar hening, hanya alat makan beradu yang terdengar. Beberapa kali Reksaga memperhatikan wajah Amara, wajah cantiknya yang masih terlihat pucat dan kosong. Seperti yang disarankan oleh dokter, mulai minggu depan Amara akan rutin ke psikolog, termasuk Reksaga juga. Tapi masalah Reksaga hanya kedua orang tuanya yang tau, sejak dulu orang tuanya sudah berharap Reksaga akan pergi ke psikolog atau apapun itu, walaupun turunan dari ayahnya, mereka masih yakin kalau Reksaga masih bisa seperti orang normal dalam mencintai sesuatu.
Selesai makan, Reksaga membawa semua bekas alat makan ke wastafel. Amara membantunya juga, walaupun Reksaga sudah menolaknya dan menyuruh wanita itu duduk saja, tapi Amara memaksakan diri untuk membantu Reksaga mencuci semua piring-piring kotor tersebut.
"Ra, malam ini aku mau ngobrol sama kamu." Ucap Reksaga yang membuat Amara menoleh ke arah pria itu.
"Iya boleh."
Hanya dengan dua cangkir teh hangat dan biskuit yang ada di piring, mereka berdua duduk menghadap ke arah jendela di luar, duduk bersebelahan. Reksaga memang sengaja memilih duduk di sana, karena dia tidak perlu berhadapan dengan Amara. Reksaga ingin mengatakan semua yang ingin dia katakan tanpa harus tau bagaimana reaksi wajah Amara, dia ingin mendengar suara Amara menjawabnya.
Reksaga meneguk teh nya sedikit kemudian meletakkan kembali diatas meja, tanpa melepaskan rasa hangatnya dari kedua tangan. Sambil melihat di luar yang mulai gelap hanya ada cahaya lampu bangunan lain dan kendaraan yang saling bersahutan.
"Rasanya kita jauh Ra." Reksaga menghentikan kalimat singkatnya, menarik nafas dalam-dalam sebelum melanjutkannya "Aku nggak tau gimana perasaanmu saat ini, kamu bersikap sangat dingin, sedangkan aku tidak bisa melakukan apapun selain menyesuaikan diri. Mungkin aku tidak akan berubah pikiran untuk mencintaimu, tapi bagaimana perasaanmu?."
KAMU SEDANG MEMBACA
MILKSHAKE| Give Me More Your Life✓
Romansa[END] Warning 21+ "Sayang... kamu kan tau kalau aku masih punya video kita." "Aku mohon jangan lagi." "Aku bisa sebar dan semuanya akan tahu bagaimana kamu. Bukannya lebih baik kamu mengikuti alur hidupmu. Tidak akan ada yang berubah Ra..." Amara Cr...