7

529 50 62
                                    

Sana baru saja memasuki rumah saat Tzuyu menariknya dengan kasar menuju tangga.

"Kak."

Tzuyu mengabaikan, terus menarik Sana meski wanita itu tersandung beberapa kali di rangkaian anak tangga.

"Kak, ada apa?"

Sana di seret dengan kasar, tidak peduli meski lutut wanita itu terbentur dan berdarah. Tzuyu juga seakan tuli pada teriakan Sana yang bertanya padanya.

Sana di dorong masuk ke dalam kamar. Terjatuh di lantai menatap Tzuyu yang balas memandangnya dingin. Sana berdiri takut dan berjalan mundur saat Tzuyu mendekat sambil melepaskan ikat pinggangnya. Wanita itu tersentak saat kakinya menabrak tepian tempat tidur dan jatuh terduduk.

Tzuyu berdiri di depannya, menariknya berdiri secara kasar dan mencengkeram leher Sana. Sana meronta memberikan perlawanan.

"Berhenti melawan." Ujar Tzuyu dingin.

Sana terisak dalam diam dan menatap Tzuyu takut. Mulutnya terkatup rapat dan tubuhnya gemetar.

"Patuhi perintahku." Tzuyu tiba-tiba mengacungkan belati di depan wajah Sana yang seketika terkesiap, mengatupkan mulutnya rapat-rapat untuk menahan teriakan.

"Patuhi aku dan aku akan melepaskanmu setelah ini." ujarnya sungguh-sungguh.

Sana mengangguk dengan airmata bercucuran. Sedikitpun tidak mengeluarkan suara. Ia mengigit bibirnya kuat-kuat.

"Bagus." Tzuyu mengangguk puas. Mundur beberapa langkah.

"Sekarang lepaskan semua pakaianmu."

Sana memandang Tzuyu dengan sorot putus asa.

"Lepaskan!" Bentak Tzuyu marah.

Sana terlonjak takut. Tangannya yang gemetar perlahan melepaskan satu persatu kancing kemejanya. Kepalanya tertunduk dengan isak tangis yang tertahan.

"Sekarang rok." Tzuyu berdiri dengan ikat pinggang berada di genggamannya.

Sana mengangkat kepala, melayangkan tatapan permohonan. Tapi Tzuyu hanya berdiri. diam menanti tanpa sedikitpun belas kasihan di wajahnya. Sana perlahan menurunkan roknya. Kini ia berdiri hanya dengan pakaian dalam. Kepalanya tertunduk dalam-dalam. Ia benar-benar putus asa.

"Lepaskan penutup dadamu."

Sana memejamkan mata. Tangannya yang gemetar melepaskan bra itu dengan perlahan. Bahunya bergetar. Seiring dengan bra yang jatuh di dekat kakinya, harga diri Sana pun jatuh dan hancur berkeping-keping. Ia benar-benar terlihat seperti seorang pelacur.

"Celana dalammu." Nada suara Tzuyu begitu menakutkan. Lelaki itu berdiri tenang dan itu lebih menakutkan.

Kini Sana tahu bagaimana rasanya di lecehkan. Dipaksa membuka baju di hadapan laki-laki yang sama sekali tidak menghargainya.

"Sekarang berlututlah."

Sana terduduk lemah, tidak memiliki tenaga untuk melawan. Ia berlutut dalam keadaan telanjang di lantai yang terasa begitu dingin. Ia tidak mampu mengangkat kepala saat Tzuyu melangkah mendekat, lalu tanpa aba-aba, sebuah cambukan terasa menyayat punggungnya. Sana menahan pekikan. Rasanya sangat menyakitkan. Bukan hanya perlakuan Tzuyu yang memperlakukannya seperti budak, tapi juga dengan cara Tzuyu yang memandangnya. Seolah ia bukan manusia. Seolah Sana memang pantas diperlakukan seperti ini.

Satu lagi cambukan hingga membuat Sana tersungkur ke depan sambil memejamkan mata. Napasnya sesak karena isakan yang ditahannya. Lalu rambutnya di tarik dan Sana menengadah, matanya yang berair bertemu dengan mata Tzuyu yang sama sekali tidak memiliki sedikitpun belas kasihan di sana. Pria itu menariknya berdiri lalu menghempaskannya di ranjang, membantingnya dengan kasar. Saat punggungnya yang terluka membentur ranjang, sakitnya luar biasa. Bahkan Sana tak sempat menarik napas saat Tzuyu menindihnya.

ᴊᴜꜱᴛ ᴀ ʀᴇᴘʟᴀᴄᴇᴍᴇɴᴛ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang