"Kakak? Apa Kakak menangis?" Sana terbangun keesokan harinya. Menyadari punggungnya terasa basah dan isak tangis tertahan di belakangnya. Ia hendak membalikkan tubuh tapi tangan Tzuyu menahannya. Pria itu memeluk perutnya dan menangis di punggungnya.
"Maafkan aku." Tzuyu berbisik lirih.
"Maafkan aku, Sana." Bibir Tzuyu mengecup bekas cambukkan di punggungnya.
Sana ikut menangis dalam diam, rasanya memang masih sangat menyakitkan. Tapi ia sudah memutuskan untuk berdamai dengan dirinya dan juga memaafkan Tzuyu. Memang sangat sulit awalnya. Tapi melihat bagaimana Tzuyu berjuang diam-diam untuknya, Sana merasa bahwa pria itu berhak mendapatkan kesempatan kedua. Ia tidak ingin kehilangan Tzuyu. Ia tidak ingin kehilangan suaminya.
Sosok Tzuyu yang kejam terasa kabur di dalam pandangannya, ia telah menemukan sosok Tzuyu yang sesungguhnya. Dan pria itu benar-benar memujanya. Ia ingin bersikap egois dengan memiliki pria itu selamanya."Aku sudah memaafkan Kakak." Bisik Sana, membalikkan tubuh dan memeluk Tzuyu, meletakkan kepala pria itu di dadanya.
"Rasanya memang sakit, tapi aku ingin bersama Kakak. Aku tidak ingin kehilangan Kakak."
Tzuyu menangis kian keras di pelukannya. Pria itu terus saja mengucapkan kata maaf dengan nada permohonan. Sana sendiri ikut menangis bersamanya. Sana bisa melihat betapa menyesalnya pria itu atas apa yang pernah dilakukannya.
"Mari kita tetap bersama." Bisik Sana membelai kepala Tzuyu.
"Mulai sekarang jangan pernah tinggalkan aku."
Tzuyu mengangkat wajah dan mengusap wajah Sana yang basah.
"Apapun yang terjadi, tetaplah di sampingku." Pinta Tzuyu sungguh-sungguh.
"Tetaplah menjadi istriku."
Sana mengangguk dan mengecup kening Tzuyu.
"Aku akan selalu menjadi istri Kakak."
Setelahnya mereka kembali menghabiskan pagi untuk saling memuaskan, bercinta dengan lebih lembut dan pelan, memberikan belaian-belaian yang membuat Sana sendiri tidak sabar tapi Tzuyu tetap ingin melakukannya.
Rasanya jauh lebih nikmat dari sebelumnya, Tzuyu benar-benar memujanya secara terang-terangan.
"Karena ini sarapan sekaligus makan siang, kurasa aku bisa menghabiskan makanan dua porsi sekaligus." Ujar Sana membiarkan Tzuyu memeluk pinggangnya memasuki restoran.
Tzuyu tertawa.
"Bukankah kamu memang sering makan dua porsi sekaligus?"
Sana mendelik, berpura-pura kesal.
"Jadi sekarang Kakak mengejekku?'
"Siapa yang mengejekmu, hm?" Tzuyu menarik sebuah kursi untuk Sana.
"Aku suka melihatmu makan banyak. Karena kamu juga butuh tenaga yang lebih banyak mulai sekarang."
Kalimat itu berhasil membuat Sana merona. Ia memelotot sedangkan Tzuyu menyengir lebar.
Nyaris satu tahun menanti. Hasil yang begitu manis. Tzuyu tidak menyesal berjuang selama ini.
Setelah makan siang Tzuyu pergi mengunjungi lokasi proyeknya sedangkan Sana memilih untuk tidur siang. Sore harinya mereka berjalan-jalan, mengunjungi toko-toko yang menarik perhatian Sana lalu membeli beberapa barang yang Sana inginkan.
Setelah itu, mereka makan malam dan kembali ke hotel dan bercinta.
"Aku tidak ingin kembali ke Seoul." Ujar Sana setelah mereka bercinta ke tiga atau empat kali, Sana sendiri tidak tahu. Ia tidak menghitungnya.