Cuaca Hari ini cukup cerah
Sana membaca kalimat itu berulang kali. Kertas itu terselip di novel kedua yang iya terima pada halaman pertama. Setelah memandangi kertas itu beberapa saat, Sana memasukkan kertas itu ke laci nakas dimana kertas pertama berada.
Ia memandang novel A Tale Of Two Cities karya Charles Dickens yang menceritakan tentang latar pejuang revolusi besar yang terjadi pada akhir abad 18. Perjuangan masyarakat Prancis dengan penuh keberanian untuk meruntuhkan system pemerintahan monarki yang korup. Sana tidak perna membaca buku ini sebelumnya. Dan sangat penasaran dengan ceritanya.
Ia sudah makan malam, seperti biasa, bersama Bi Yuju dan tiga asisten lainnya. Mereka berempat sangat cerewet saat berkumpul bersama Sana, terus mengeluarkan lelucon yang membuat Sana tertawa. Berada di dekat mereka membuat Sana begitu nyaman. Dapur dan kamar ini adalah tempat paling nyaman di rumah ini.
Sana bersandar dikepala ranjang dan menyelimuti kakinya hingga kepinggang dan mulai membuka halaman pertama. Ia belum selesai membaca buku yang pertama, tapi sangat penasaran dengan buku ini. Lagipula ia sudah perna membaca Wuthering Heights sekali, tapi sama sekali belum membaca A Tale Of Two Cities ini.
Sana terlarut dalam membacanya hingga tanpa sadar ia tertidur. Dalam tidurnya ia bermimpi Tzuyu dating dan meminta maaf padanya , pria itu menangis di sampingnya dan terus saja mengucapkan kata maaf, lalu pria itu mengecup keningnya.
Saat tersadar pagi harinya, Sana terkejut menatap jam. Ia terlambat bangun karena tidurnya kali ini terasa nyenyak. Ia menyibak selimut dan menatap buku A Tale Of Two Cities berada di atas bantal disebelahnya. Lagi-lagi ia tertidur saat membaca.
Ia bersiap-siap dan terburu-buru keluar dari kamar untuk membuat sarapan.
"Aku Terlambat." Ujar Sana sambil membuka kulkas.
"Saya sudah membuatkan anda sarapan."
Sana menoleh dan menatap sepering omelet sudah ada di atas meja makan.
"Bibi yang membuatnya?"
"Iya, Karena Nyonya tidak kunjung keluar, saya piker Nyonya terlambat bangun hari ini."
"Iya aku memang terlambat bangun hari ini." Sana segera menutup pintu kulkas dan duduk diatas kursi, langsung saja menyantap omelet diatas meja dan segelas susu hangat.
"Bibi yang membuat ini?" Sana menatap Bi Yuju.
"Ya, apa rasanya tidak enak?"
Sana menggeleng sambil tersenyum.
"Malah rasanya enak sekali. Lebih enak dari buatanku."
"Kalau begitu mulai besok Bibi saja yang buat, Nyonya tidak keberatan?"
"Tentu saja tidak kalau rasanya seenak ini." Sana tertawa pelan.
"Aku bebar-benar suka dengan rasanya." Wanita itu menghabiskan omeletnya hanya dalam waktu dua menit, lalu buru-buru keluar dari dapur.
"Aku berangkat."
"Hati-hati, Nyonya!" Umji yang sedang menyapu berteriak dari ruang keluarga.
"Ya." Sana balas berteriak sebelum masuk kedalam mobilnya.
Tidak lama sana pergi, Tzuyu keluar dari kamar mandi yang ada di dapur, menatap Bi Yuju dengan senyum dibibirnya. Tempatnya bersembunyi.
"Seperti yang Tuan dengar, Nyonya menyuakai omelet yang Tuan buat."
Tzuyu mengangguk puas. Menatap piring dan gelas yang kosong. Hanya hal kecil tapi mampu memberinya kebahagiaan. Bukan hanya itu, tadi malam, ia mendapati kamar Sana tidak terkunci, meski takut, Tzuyu nekat masuk kedalam kamar Sana, menatap wajah itu lama-lama. Sana tertidur dengan memeluk novel pemberiannya. Tzuyu disana selama dua jam , duduk ditepi ranjang dan menatap waja Sana tanpa merasa bosan.