"Sekarang aku tahu bagaimana wajah orang idiot yang sesungguhnya."
Seharusnya Tzuyu marah oleh kalimat yang Jihyo katakan, tapi kali ini, ia tidak marah sama sekali.
"Sudah kuduga, kamu benar-benar terlihat seperti seorang idiot."
"Apa masalahmu sebenarnya?" Tzuyu mengangkat wajah dan menatap sepupunya.
"Tidak ada. Hanya menikmati melihat senyum bodohmu itu." Jihyo duduk di atas meja kerja Tzuyu.
"Jadi bagaimana? Sudah enam bulan berlalu. Semuanya baik-baik saja?"
"Ya." Tzuyu kembali tersenyum.
"Semuanya berjalan lancar."
"Bagaimana kabar Sana?"
"Baik."
"Kamu tidak ingin membawanya ke pertemuan keluarga kita minggu depan?"
Tzuyu diam beberapa saat, lalu mendesah.
"Entahlah, aku tidak tahu. Dia memang tidak terlalu menjaga jarak lagi denganku, tapi aku tidak bisa berada terlalu dekat dengannya, jika ia merasa tertekan, ia akan mundur begitu saja." Tzuyu menarik napas dan menghembuskannya secara perlahan.
"Kupikir, aku belum berani membawanya ke pertemuan keluarga. Ada saatnya aku masih melihat ketakutan dimatanya."
"Tapi ayah dan ibumu sudah semakin cemas karena sejak kalian menikah, tidak pernah sekalipun kamu membawanya ke pertemuan keluarga."
"Aku tidak bisa mengambil resiko, Jihyo. Kamu tahu bagaimana usahaku selama enam bulan ini mendekatinya? Aku yakin dia bahkan belum bisa memaafkan aku, memaksanya hanya akan membuat semua usaha yang sudah kulakukan menjadi sia-sia."
"Aku mengerti" Jihyo bergumam pelan.
"Butuh tiga tahun untuk memaafkan Daniel atas semua yang dia lakukan padaku, bahkan sampai detik ini, sering kali aku bermimpi tentang Luda." Jihyo tersenyum sedih.
"Aku tidak tahu berapa lama waktu yang Sana butuhkan untuk memaafkanmu, tapi tetaplah berjuang, aku ingin kalian bahagia." Jihyo turun dari meja, merangkul bahu Tzuyu dan memeluk lehernya.
"Terima kasih." Tzuyu membalas pelukan itu tidak kalah eratnya.
"Terus doakan aku."
"Tentu saja, Idiot!" Jihyo memukul kepala Tzuyu lalu tertawa sambil berlari saat Tzuyu hendak membalasnya.
*****
Tzuyu menjemput Sana sore harinya, saat Sana duduk di sampingnya, wajah wanita itu terlihat masam.
"Ada masalah?" Tzuyu bertanya sambil menjalankan kendaraannya meninggalkan lobi.
"Aku sedang kesal."
Tzuyu menoleh, menatap lekat istrinya.
"Kenapa?" Ia bertanya dengan suara lembut.
"Tidak ada apa-apa." Ujar Sana setelah terdiam beberapa saat, menatap ke arah jendela dengan tatapan sendu
"Sana, katakan padaku ada apa?" Tzuyu menyentuh punggung tangan Sana.
"Aku baik-baik saja." Sana menarik tangannya menjauh lalu memejamkan mata.
"Aku hanya lelah. Kakak tidak perlu cemas."
Tapi Tzuyu saat ini sudah cemas setengah mati. Hanya saja ia tidak mampu memaksa, jadi yang bisa ia lakukan hanyalah diam dan menunggu Sana menceritakan apa yang telah terjadi padanya.
Ketika mobil Tzuyu melewati jalan yang juga menuju toko bunga Jennie, pria itu dengan segera menghentikan mobilnya disana.
"Kenapa kita berhenti?" Sana bertanya sambil membuka matanya.