Epilog

399 27 2
                                    

Empat tahun yang lalu ....

Tepatnya di mana Keira meminta Ethan untuk membiarkan dirinya meminum darah suami tampannya itu untuk terakhir kalinya, dengan dalih karena ia ingin tersadar sedikit lebih lama, hal itu membuat Ethan benar-benar putus asa.

Ethan sudah berpikir, bahwa saat itu adalah waktunya, ketika semuanya harus berakhir begitu saja. Hidup Keira. Impiannya untuk tetap memiliki Keira. Impiannya untuk membuat Keira menjadi wanita terbahagia di dunia, akan benar-benar sirna.

Ia saat itu sempat tertegun. Rasa ragu dan takut, kalut menjadi satu. Mengungkungi relungnya yang sudah tidak menentu. Rasa ragu, apakah kekuatannya masih akan berpengaruh pada Keira dan rasa takut, dari bagaimana jika ternyata saat itu merupakan hari terakhir dirinya dan Keira bisa bersama-sama, semakin mencekik Ethan.

"Ugh, pria bodoh ini," erang Keira kesal. Kesadarannya saat itu hampir benar-benar hebis, diambil alih oleh rasa sakit di sekujur tubuhnya yang semakin membuncah.

"Ethan, kau ingin aku membantumu?" Calvin saat itu menginterupsi, tiba-tiba muncul di balik pintu kamar Gerald dari arah luar.

Dengan sangat cepat Ethan menoleh, membiarkan manik matanya dan mata Calvin saling bertukar pandang, meskipun buram. "M-membantu apa?"

"Merubah Keira menjadi seorang Vampir."

Ethan menoleh ke arah Keira sesaat. "Tapi Cal-" "Pa-Pak Dokter, m-mungkin Ethan ingin m-membiarkanku dan anaknya mati," tukas Keira, tidak membiarkan Ethan merampungkan perkataan.

Wanita cantik yang sudah sangat tidak berdaya itu mengerahkan seluruh tenaganya yang tersisa, sebelum akhirnya ia memejamkan pelupuk mata.

Ethan terkejut bukan main. Otaknya buntu, tidak tahu apa yang sebenarnya saat ini terjadi. Sementara Calvin menatap horor sosok Keira yang saat itu sudah seutuhnya tidak sadarkan diri.

Calvin beringsut. Ia berjalan cepat ke arah Keira, lalu memeriksa denyut nadi dan deru napasnya.

Vampir tampan itu membuang napas kasar dari sebuah rasa lega. "Keira masih hidup." Ia menoleh ke arah Ethan, menatap setengah dongkol sahabatnya yang terpekuk di hadapan. "Sialan!" Ia memukul geram lengan bagian atas sebelah kiri Ethan. "Apa yang kau tunggu? Apa yang kau ragukan, Vampir bodoh? Kenapa tidak meminumkan darahmu pada Keira saat dia memintanya?"

"Calvin. A-apa Ke-Keira?" "Ya. Keira saat ini sedang mengandung anakmu. Usia kandungannya sudah berjalan satu bulan. Sekarang keputusan ada padamu. Kau ingin membiarkan Keira dan bayimu pergi, atau menyelamatkannya?"

Ethan menatap Yura dengan tatapan panik. Air matanya semakin deras berderai. "A-apa yang harus aku l-lakukan?"

"Berikan darahmu pada Keira."

"T-tapi Keira sudah tidak sadarkan diri."

Calvin membuang napas kasar. Ia geram. Benar-benar geram, karena melihat Ethan yang begitu putus asa, bahkan sebelum mencoba hal apa pun untuk menyelamatkan Keira.

"Keira masih bisa diselamatkan Ethan!"

Dan pada akhirnya ... Ethan pun memilih untuk menyelamatkan Keira di detik-detik terakhir kehidupan wanitanya itu hampir menghilang. Meskipun Keira sempat tidak sadarkan diri selama dua hari, tapi pada hasilnya ... dengan membiarkan darah Vampirnya mengalir melalui pembuluh darah Keira, mereka kini bisa hidup dengan bahagia, bersama buah hati mereka yang mereka beri nama ...,

"Mikayla Eleanor Stewart." Ethan menyerukan nama putri cantiknya dengan pelan, ayalnya sebuah bisikan yang nyaris tidak terdengar, kala ia menghentikan langkah, berdiri tepat di samping tubuh Keira.

Keira yang tengah berdiri tepat di hadapan tempat tidur sang putri, menatap wajah damai buah hatinya, melirik Ethan sambil tersenyum. "Dia sudah tidur."

"Aku tahu." Menelusupkan lengan sebelah kirinya di area pinggang Keira, Ethan membawa tubuh istri cantiknya itu untuk mendekat.

Membiarkan manik mata jelaga indahnya menatap penuh kasih ke arah wajah mungil sang putri, Ethan tersenyum manis, penuh haru, lantas mengecup penuh kasih pelipis Keira. "Terima kasih, karena memilih untuk tetap bertahan bersamaku."

Terkekeh kecil, Keira menyandarkan kepalanya di permukaan dada bidang sang suami. "Kau sadar tidak, jika kau sudah mengatakan hal yang sama padaku, mungkin lebih dari seribu kali dalam empat tahun terakhir ini?"

Menoleh, Ethan agak menunduk, mengalihkan pandangan dan atensi yang semula ia fokuskan ke arah Kayla, jadi pada sang istri. "Kau menghitungnya?"

Keira terkekeh lagi. Menengadah, mempertemukan pandangannya dengan Ethan meski hanya sesaat, wanita cantik itu tersenyum hangat, kemudian. "Tidak. Maka dari itu, aku bilang mungkin. Aku hanya menerkanya saja, karena memang sudah sangat sering kau mengatakan hal itu padaku."

"Kau bosan mendengarnya?"

Kepala Keira refleks menggeleng gamang. "Tidak. Hanya saja ... setiap aku mendengarmu mengatakan kata terima kasih seperti itu, aku merasa amat sangat bahagia, tapi dalam satu waktu, merasa bersalah juga padamu."

Ethan agak membuat jarak antara tubuhnya dan Keira. Menengkup kedua lengan istri cantiknya itu, lalu sedikit memutar tubuhnya agar saling bertatap muka, Ethan mengernyitkan kening. "Kenapa kau harus merasa bersalah paraku?"

Bingkai birai Keira perlahan merenggang, hingga sukses memetakan senyum lirih penuh makna. "Karena merasa sangat yakin, jika aku sudah membuatmu merasa begitu ketakutan, saat mengira, jika empat tahun yang lalu, mungkin saja aku dan anak kita, tidak bisa kau selamatkan."

Membuang napas kasar, Ethan merengkuh tubuh Keira ke dalam pelukan. Berulang kali ia labuhkan kecupan sayang di puncak kepala sang istri. "Kalau begitu, aku akah merubah susunan kalimat yang harusnya lebih sering aku katakan padamu mulai sekarang."

"Apa itu?" Tanpa membiarkan pelukan sang suami terlepas dari tubuhnya, Keira mengadah, membiarkan manik matanya bersitatap dengan mata Ethan.

Ethan tersenyum. Kemudian mengecup manis permukaan bibir sang istri. "I love you, for enternity, Love."

Keira balas tersenyum. "I love you more, Husband."

Meskipun cinta keduanya sempat sama-sama terbutakan. Keira dengan kepercayaannya yang terlukai. Ethan dengan ketakutannya karena merasa tidak bisa melindungi Keira, pada akhirnya ... cinta mereka pula yang membuat mereka bisa berakhir bahagia dalam sebuah kehidupan abadi.

Melalui cara yang sama, pembuktian cinta mereka begitu nyata. Melalui pembulu darah, tidak perduli apa pun resiko yang menanti, atas nama cinta ... mereka mampu menyelamatkan kehidupan satu sama lain yang sudah hampir di ambang, menuju pengakhiran.

🍃~ Through Your Veins Officially Signing Off ~ 🍃

Through Your Veins | CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang