18 - Ingin Menikah

170 26 0
                                    

"Apa hal itu berlaku juga bagiku? Maksudku ... aku juga tidak boleh pergi ke sana?"

Emma mengangguk gamang, membuat Keira menatapnya dengan tatapan nanar.

"Di mana letaknya rumah itu?"

Mata Emma kembali membola. "Apa N-Nona akan nekad pergi ke sana?"

Melihat raut wajah Emma yang saat itu seketika terlihat panik dan terkejut kala Keira menanyakan letak rumah yang beliau sebut sebagai rumah pribadi Ethan dan Gerald, tentu berhasil membuat Keira semakin merasa penasaran.

Gadis cantik itu tersenyum. "Tidak. Jika memang aku tidak boleh pergi ke sana, aku tidak akan pergi. Aku hanya ingin tahu saja."

Emma membuang napas kasar yang berasal dari sebuah rasa lega luar biasa. "Bibi kira, Nona akan pergi ke sana. Rumah itu ada di area belakang Mansion ini. Seperti namanya, Black House ... rumah itu memiliki warna cat hitam di setiap dindingnya."

Keira mengangguk gamang, lalu kembali tersenyum. "Ah, baiklah. Bibi bisa pergi sekarang. Aku akan memakan makananku dan juga meminum obatku."

"Tapi Bibi harus me-" Keira berdesis kesal, membuat Emma seketika diam dan mengurungkan niat untuk merampungkan perkataannya.

"Bibi bisa pergi. Aku merasa tidak nyaman jika Bibi ada di sini dan hanya diam melihatku makan," tegas Keira, lalu tersenyum lagi untuk kesekian kalinya. "Kecuali jika Bibi ingin makan bersamaku," imbuhnya.

"Tidak, Nona. Bibi tidak bisa melakukannya." Emma buru-buru menolak, lalu membungkukan setengah tubuhnya sesaat ke arah Keira. "Kalau begitu ... Bibi permisi, Nona. Jika Nona membutuhkan sesuatu, panggil saja Bibi."

Keira mengangguk samar, masih mematrikan senyum ramah di bibirnya. "Baiklah."

Emma membungkukan setengah tubuhnya lagi ke arah Keira, sesaat, lalu memutuskan untuk memutar tubuh dan mulai mengambil langkah menuju pintu yang menjadi akses ke luar masuk utama kamar tersebut.

Keirabmenggeleng tak habis pikir. "Entah sudah berapa puluh kali aku memintanya untuk berhenti membungkuk padaku, tapi Bibi Em terus melakukannya. Dia hanya patuh pada Ethan. Keras kepala, seperti Sa-" Keira menjeda perkataannya cukup lama sembari menundukan pandangan. "Sarah?"

Gadis cantik itu buru-buru menoleh ke arah pintu kamarnya kala ia mendengar suara khas dari gagang pintu yang ditekan.

"Bibi Em, tunggu!" pekik Keira seraya berjalan cepat ke arah Emma yang saat itu sudah siap untuk ke luar dari kamarnya.

Emma berhenti bergerak, lalu menoleh ke arah Keira. "I-iya, Nona?"

Keira tersenyum manis. Ia kemudian berdiri tepat di hadapan Emma. "Eummm. Apa Bibi pernah melihat ponselku? Ah tidak." Ia menggelengkan kepala dengan pegerakan cukup cepat kala ia berniat untuk mengoreksi perkataannya. "Maksudku ... saat aku datang kemari ... malam itu aku membawa tasku bersamaku. Apa mungkin Bibi melihatnya? Atau Bibi melihat Ethan menyimpannya? Karena Bibi tahu'kan ... aku tidak sadarkan diri malam itu?"

Emma menatap Keira dengan tatapan nanar. "Tas?" Ia menggeleng gamang, syarat akan keraguan. "Bibi tidak tahu, Nona."

"Ah, begitu ya." Keira tersenyum kikuk sembari menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak terasa gatal. "Apa Ethan menyimpannya?" gumamnya.

"Apa Nona membutuhkan sesuatu? Kenapa Nona tiba-tiba menanyakan hal itu?"

Keira menggelengkan kepala lagi dengan pergerakan cukup cepat sambil terus menerus tersenyum. "Tidak. Aku hanya ingin mencari ponselku untuk menghubungi seseorang. Aku sudah tidak mengabarinya selama dua minggu ini, semenjak Ethan membawaku kemari. Dia pasti sangat khawatir," tuturnya dengan suara lirih, membuat senyum indah yang terpatri di bibir ranumnya perlahan memudar, tergantikan oleh sebuah lengkungan, diikuti oleh raut wajahnya yang berubah murung.

Through Your Veins | CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang