e

5.3K 666 54
                                    

Pagi-pagi sekali Jeonghan sudah kedatangan tamu kecil dengan wajah segar nan cantik. Rambut dikuncir tinggi, lengkap dengan ikatnya yang berbentuk telinga kelinci.

Bagaimana ia tidak senang menyambutnya, coba?

Masa bodo kan kalau sebenarnya ada Wonwoo yang terlihat kurang ikhlas menyerahkan sang anak begitu saja.

"Aw, look at my girl~
Kenapa kau cantik sekali hari ini hm?
Kau ingin kencan dengan Papa Han, makanya dandan seperti ini?"

"Kencan?
Apa itu kencan?"

"Tuh kan sudah cantik, menggemaskan pula.
Boleh Papa peluk?"

Sebuah anggukan menjadi sinyal untuk Jeonghan mendekap erat Mei sambil mengangkatnya ke gendongan.

Keduanya kompak menghadap Wonwoo yang menghela nafas. Tapi sedetik kemudian tersenyum paksa seraya menjulurkan tangan guna mengusak kepala sang anak.

"Baik-baik di sini, ya.
Kalau Papa Han atau Papa Cheol nakal, langsung cari Papa Won di lantai 2. Mengerti?"

"Ne~"

"Cha. Bilang bye-bye."

"Kau mengusirku, hyung?"

"Iya."

"Bye Papa Won~"

Pintu tertutup.
Jeonghan terkekeh sambil berlari kecil memasuki ruang tengah rumahnya.

Tapi sejenak berhenti. Melihat ke dapur yang super bersih, kemudian berputar menatap semua ruangan, masih dengan Mei di tangan.

"Ah.
Bibi belum datang.
Tidak ada makanan.."

"Mei punya makanan."

"Benarkah?"

"Ne.
Bekal.
Papa Gyu masak sosis, Papa Won buat nasi yang dicetak bentuk kucing. Mau lihat?"

"Mau.
Tapi pertama-tama, kita bangunkan Papa Cheol dulu."

"Jangan."

"Eh?"

"Nanti marah.."

"Dia tidak pernah marah sama aku, tau.
Ayo ayo."

Erat genggaman Mei pada leher Jeonghan, menghasilkan pemandangan luar biasa menggemaskan bagi Seungcheol meskipun awalnya mengerang kesal karena lampu kamar dinyalakan tiba-tiba.

"Papa Cheol~"
Panggil Mei pelan, lengkap bersama lambaian dari tangan kecilnya.

Jeonghan sampai terpana melihat suaminya langsung bangun dan duduk. Biasanya dia akan berguling-guling dulu di kasur sampai nyawanya terkumpul semua.

Luar biasa memang dampak si anak.

"Aku tidak pernah merasa begini bahagianya di hari Senin."

"Bibi belum datang. Aku berniat ajak kamu sarapan di luar sama Mei."

"Kamu kan tidak biasa sarapan, Han."

"Tapi Mei sudah bawa bekal dari rumah Wonwoo. Bukankah cocok sekali kalau kita pergi piknik bawa bekal masing-masing?"

"Piknik?
Kau lupa di luar jalanan sedang penuh salju?"

Hening.

Mei harus melonggarkan rangkulannya pada Jeonghan kala dirasa wajah Papanya berubah.

Menyeramkan sekali. Alisnya bertaut dan matanya menatap tajam Seungcheol sambil merunduk menahan umpatan.

Tapi bukan Seungcheol namanya kalau tidak bisa meredakan emosi seorang Yoon Jeonghan, kan?

13 Papa [Seventeen MxM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang