l

3.4K 504 21
                                    

"Si brengsek-!"

Entah kekuatan dari mana, tapi Jisoo berhasil berlari sepanjang trotoar dan menyamai jarak dengan si penculik.

Meski emosi, kepalanya masih bisa berpikir jernih. Itulah kenapa Jisoo lebih memilih untuk meraih kerah belakang pria misterius yang memegang Mei, menjatuhkannya ke belakang dan dengan paksa merebut sang anak di tangan sambil memijakkan kaki di atas leher penculik.

Cukup untuk membuatnya teriak kesakitan sambil memohon ampun kuat-kuat.

Masa bodo.

Jisoo tidak peduli kalau dirinya bisa kapan saja menjadi pembunuh lantaran telapak kakinya hampir memutus leher seseorang, yang penting kini dirinya mendekap Mei erat. Berusaha membiarkannya tetap terlelap di tengah kekacauan yang ada.

"Yah! Lepas- akkh!"

"Berisik, sialan!
Jangan bicara kecuali kau minta maaf!"

"Ma-af!"

"Huh?"
Kenapa langsung menyerah??

Bukan begini seharusnya kan?

"Lepas!"

Apa boleh buat. Jisoo sudah terima kata maaf, jadi ia angkat kakinya dari sana. Membiarkan pria dengan tanda luka di mata terbatuk sebentar sebelum duduk.
Menghela nafas panjang, kemudian mendongak menatap bocah di tangan Jisoo.

Ada yang salah.

Matanya menunjukkan kesedihan, tapi dia penculik. Menipu orang adalah hobinya. Jisoo tetap harus hati-hati makanya ia mundurkan langkah sekali.

"Maaf.
Aku.. hanya berusaha agar tetap hidup."

"???
Aku tidak tanya alasan mu.
Kau salah, kau harus tanggung jawab.
Angkat tangan ke atas, kawan ku akan ke sini dan meringkus mu dengan segera."

"Percuma.
Aku gagal membawa anak itu, ku rasa riwayatku tamat di sini."

"Apa-"

"Dia anaknya Natasha, kan?"

"...."

"Aku tau.
Aku yang membunuhnya."

Oh, lihat bagaimana aliran darah langsung kabur dari wajah Jisoo.

Pucat pasi ketakutan. Sebab yang dihadapinya bukan sekedar penculik, melainkan pembunuh.

Maniknya bergerak menolak saling bertatapan, namun naas yang ia lihat justru senjata tajam di saku celana sang kriminal.

Pikirannya seketika kalut tidak tau harus ambil kuda-kuda menyerang atau bertahan lantaran ada anak yang harus dilindungi.

Tidak, tidak ada pilihan kabur.

Karena jauh dalam lubuk hatinya, ia ingin mendengarkan semua yang si penculik ingin sampaikan.

"Kau tau, aku hanya pembunuh amatir.
Satu-satunya makhluk yang pernah ku bunuh adalah rusa liar, tapi 'Tuan' malah menawarkan ku ratusan juta untuk menghabisi nyawa dua orang."

"..dua?"

"Dia. Harusnya ikut jadi korban."

"Biadab-!"

"Ya. Aku tau.
Aku pun tidak sampai hati melakukannya karena.. kau tau, aku juga punya anak."

Pria tersebut berdiri, tangannya terulur hendak mengelus rambut Mei namun terhalang oleh sikap Jisoo yang penuh kehati-hatian.

Ia pun tersenyum maklum.

"Seharusnya minggu lalu aku pergi ke luar negeri untuk kabur. Tapi tidak bisa. Anak istri ku di sini. Jadi.. jadi ku rasa lebih baik selesaikan pekerjaan ku yang sempat tertunda.

13 Papa [Seventeen MxM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang