x

2.5K 341 30
                                    

"These 13 riches.. pancingan ku gagal lagi kkk~"

"Harta, tahta, cinta. Semua mereka punya."

"Bukan ancaman."

"Malah.. bagus, ku rasa?
My bitch, Natasha, kenal orang-orang ini, melibatkan mereka secara langsung pada ku.."

"Aku tidak sabar memanen apa yang wanita itu tanam."

Senyum miring memuakkan nampak jelas di wajah. Meletakkan lembaran-lembaran kertas yang tadinya membuat ia sibuk hingga tak sadar malam sudah lewat. Sedikit melihat kalender, enggan menyapa hari baru karena sadar kalau belum waktunya. Masih sisa 24 jam lebih dari hari yang dijanjikan. But..

..who cares?

"Change of plan.
Kita tidak akan merebut satu."

"We'll take them all.
All their beloved ones."
Ucapnya singkat, namun disahuti derap langkah beberapa orang yang pergi ke berbagai arah seiring dengan isyarat tangan yang menuntut mereka untuk berbalik.

Sepertinya mengulur waktu lebih dari tiga hari sudah cukup membuatnya percaya diri untuk mempertaruhkan segalanya.

Ya, situasinya memang tidak se-jaya 5 tahun lalu. Tapi itu semua akan berubah dalam beberapa jam ke depan.

Instingnya berkata bahwa ia akan mendapatkan apa yang lebih dari ia keluarkan.

"Bukankah selalu ada hadiah untuk yang menang?"

"Baik dalam taruhan yang tidak melibatkan uang, bahkan judi yang menghasilkan uang."

"Mari kita lihat apakah 500 pekerja ku dapat ditukar dengan 13 pria kaya raya dan 1 anak berharga."

Anggap saja ini langkah terhebatnya dalam berkarir.

Ya, dia bertaruh dan juga berjudi di saat yang sama.

Dengan nyawa sebagai hadiahnya.

--

"Semuanya sudah siap?"

"Um. Ini Mei baru keluar dari rumah mu setelah diurus bibi."

"Okay, good."

"Jeonghan hyung?"

"??"

"Kau.. yakin?"

"Boo Seungkwan, bukankah harusnya aku yang tanya begitu pada mu?"

"Aku- tentunya aku yakin! Aku akan lakukan apapun untuk Mei!"

"Bagus, kalau begitu waktunya turun ke lobby."

"..baiklah."

Seungkwan menatap bocah yang sedari tadi menggenggam tangannya dengan kepala mendongak penasaran.

Cantik sekali.

Binar manik tanpa dosa yang membulat sempurna, bibir merah merona dan pipi putih berbalut plester luka dengan helaian rambut sebagai pigura wajah sang anak..

..entah kenapa takdir terasa begitu kejam hanya padanya.

"Mei."

"Ung?"

"Kamu percaya sama Papa semuanya kan?"

"Tentu."

"Meskipun kita semua bukan Papa asli Mei?"

"Ya."

"Bagaimana kalau Papa asli Mei sendiri?"

"..."

"Apa Mei mempercayainya?"

Tidak ada jawaban.

Anak mana yang bisa menjawab pertanyaan tersebut?

13 Papa [Seventeen MxM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang