z

2.6K 283 33
                                    

Semua yang berada di ruang komunikasi kini terfokus pada latar dimana Minghao berdiri. Terlihat santai, namun sedikit yang tau kalau dadanya tengah beradu suara dengan gema yang ada di ruangan sebesar 40 kaki tersebut. Beberapa suara terdengar berteriak meminta Jun tetap tenang menunggu perintah, beberapa lagi terdengar ketakutan karena situasi berat bukan hanya dialami Minghao seorang.

Seungkwan seperti meminta tolong di ujung sana, tapi mendadak semua arus komunikasi terputus. Minghao rasa bukan karena sinyal buruk atau gangguan jaringan, namun karena salah seorang pria di sana maju tanpa takut. Meraih alat yang terpasang pada daun telinganya dengan kasar, tak peduli kalau gerakan tersebut jelas melukai si pemakainya.

"Kau sendiri sekarang.
Tidak ada yang mendengar, jadi rileks saja jangan terlalu tegang."

"Lima lawan satu, bagaimana caranya aku rileks?"

"Well.. calon menantu Tuan Besar Wen sepertinya tau cara bermain senjata api.
Bagaimana kalau kau letakkan itu dulu sebagai tahapan pertama?"

"Aku ingin dengar sejauh mana kau mengenal ku."

"Kau berniat mengulur waktu sampai kekasih sok jagoan mu itu datang?"

"..jujur, tidak.
Tapi ide bagus. Meskipun aku percaya dia hanya 'sok' bukan jagoan betul seperti kata mu."

"...."

"......."

"Bagaimana kalau kita bicara sambil minum teh? Ku rasa akan menyenangkan ngobrol dengan orang seperti mu."

"Tentu! Aku suka teh! Tapi-"

BANG!

Well, Minghao tidak mengira akan secepat ini pelatuk senjata ditekan oleh pihak lawan.

Beruntung hanya terkena bahunya. 15 senti lebih ke bawah, mungkin jantungnya yang akan kena dan tewas seketika.

"Aku benci basa-basi."

"Kenapa tidak dari dulu, huh?
Kau benci basa-basi, tapi tidak benci mengulur waktu??"

"Aku tau dengan siapa aku berurusan.
Manusia kecil seperti mu tidak masuk ke dalam perhitungan ku."

"Ah sedihnya mengetahui kalau aku tidak penting."

"Ya. Waktunya cari pion yang lain.
Aku selesai dengan mu."

"H-huh??
Kau sengaja datang untuk melukai ku?!
Kau tidak tanya- atau mungkin penasaran dengan target sungguhan mu?!"

"Untuk apa?
Aku sudah tau dia dimana."

"..apa?"

"Aku tau semuanya dimana, Minghao-ssi.
Jadi aku akan main cepat hari ini.

Adios."

Minghao tidak bisa berkutik kala pria itu mengucap salam dan berbalik.
Lukanya semakin parah ketika salah satu tangannya dilepas untuk sekedar meraih pistol dari dalam saku. Namun sebuah tembakan terlepas lagi, kini dua lubang di buat tepat di satu tempat yang sama.

Jerit sakit tak lagi tertahan. Lututnya seketika bersimpuh sementara tangannya tak lagi meraih saku. Memilih untuk menahan darah yang keluar, fokus bertahan hidup sampai dirinya terlambat sadar kalau cahaya di hadapan semakin berpendar.

Tanda kalau pintu kontainer hendak ditutup.

Tak mungkin ia terseok sejauh 40 kaki keluar.

Semuanya sudah terlambat.

"Handphone."

"Handphone ku-"

Memang bahaya sebenarnya menyalakan gadget di situasi seperti ini. Apalagi ia berniat menghubungi seseorang. Bagaimana kalau hal itu malah merugikan orang yang dituju, seperti apa kata Jeonghan hyung tadi pagi?

13 Papa [Seventeen MxM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang