m

3.5K 473 29
                                    

"Ne, Papa. Bagaimana kalau misalnya Mei tidak mengerti pelajaran di sekolah?"

"Kamu takut pelajarannya terlalu sulit?"

"Um. Waktu menghafal angka bersama Papa Hao saja rasanya agak sulit. Bagaimana kalau-"

"Tidak masalah.
Papa tidak memaksa Mei untuk bisa segalanya."

"..benarkah?"

"Ya.
Nikmati saja main dan belajar bersama teman-teman, okay?"

Anggukan antusias menjadi alasan Seungcheol tersenyum lebar sembari mengusak kepala putrinya yang kini sudah rapih dengan celana jogger ungu dan kaos putih bertuliskan 'Mei' di dada kiri.

Semuanya sudah siap. Tinggal menunggu satu orang yang masih sibuk mondar mandir seperti setrikaan. Pintu demi pintu disambangi, kali ini yang menghela nafas buka bibi saja melainkan seorang Choi Seungcheol juga turut lelah melihatnya.

"Han-"

"Tunggu, okay?!
Sabar!"

"Kamu cari apa sih lagian?"

"Kamera.
Kita harus poto hari pertama!"

"..sini kamu-nya.
Bibi, tolong ambil polaroid di lemari samping tv."

"Kenapa polaroid?! Kenapa bukan-"

"Kemari, kata aku."

Bisa apa seorang Jeonghan kalau pasangannya sudah memerintah dengan suara rendah? Tentu saja manut karena satu, takut. Dua, hei.. rupanya Seungcheol belum disentuh hari ini karena mereka sibuk dengan si kecil.
Jadilah satu kecupan dicurinya sambil merangkul pinggang yang lebih sempit.

Sayang ia menyadari satu hal yang ganjal.

"Kenapa kau bawa lagi?"

"Jaga-jaga."

"Kau tidak sedang pergi sendiri."

"Aku rasa aku lebih butuh ini dari pada dirimu untuk jaga diri."

"Sayang, kita sudah bicarakan-"

"Papa, Papa! Ayo senyum!!"

Bisik-bisik mereka kini terganti dengan senyum paksaan yang mana Mei tidak ketahui sebab hasil foto mereka memang terlihat sempurna.

Tidak, tidak ada yang cerita pada Mei tentang kemarin.

Semua sepakat untuk merahasiakannya supaya anak itu tetap merasa aman.

Meskipun dampaknya tidak seperti yang mereka harapkan.

Sebagai contoh, Jeonghan yang sekarang.

Glock Meyer di saku celana belakang yang tertutup kemeja merupakan bukti bahwa traumanya kini kembali ke permukaan berkat kejadian kemarin.

Meskipun sepulang dari TKP, Seungcheol sudah berusaha menenangkannya. Jeonghan sendiri juga sudah yakin kalau dirinya benar tidak apa-apa.
Tapi melihat Mei kembali keluar rumah untuk waktu yang lama seperti hari ini.. entah kenapa ia lebih merasa aman dengan membawa senjata bersamanya.

"Han. Aku bukan meragukan keahlian mu, okay? Tapi aku tau, kau selalu mudah terbawa emosi. Jadi ku mohon letakkan kembali pistolnya-"

"Apa kau bisa menjamin keselamatan Mei?"

"Aku bisa."

"..kau juga bilang begitu dulu. Tapi anakku berakhir meninggal, Cheol."

"..."

"Sudah ku bilang ini hanya jaga-jaga.
Kalau pun sesuatu yang buruk terjadi, kau pasti akan ada kalau aku panggil kan? Hehe~"

Bohong. Pun iya segitu percayanya dirimu pada Seungcheol, maka seharusnya kau letakkan senjata api tersebut, Yoon Jeonghan.

13 Papa [Seventeen MxM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang