p

3.1K 418 20
                                    

"Dia tidur?"

"Ya. Hari ini olahraga di sekolahnya. Mungkin terlalu lelah makanya ditawari makan siang tidak mau, lebih pilih tidur."

"Okay, Chan.
Terima kasih sudah jemput. Kalau mau kerja tinggal saja, aku tidak masalah sendirian."

Ada hening sejenak dimana Chan terlihat ragu dengan ucapan kakak iparnya.

Sepersekian detik kemudian anak muda itu menggeleng. Melirik sekilas jam di dinding sebelum merespon ucapan Jisoo, "aku tidak masalah telat 30 menit. Tunggu Seok hyung pulang dulu, baru-"

"Hei, aku bisa jaga diri sendiri. Lagian ini di rumah, pasti aman tenang saja."

"Aku tau. Tapi tetap saja.."
Iya, Chan tidak bisa beri tahu Jisoo kalau kemarin ia menemukan sosok mencurigakan di area sekitar sini. Tertangkap jelas di kameranya, persis seperti wajah yang selama ini mereka incar.

Ia juga masih menjaga rahasia Jun hyung yang mana 12 orang sewaan bersenjata api berada di atap juga bawah gedung. Belum lagi Seungcheol hyung yang sudah dua hari tidak di rumah.. alias tanda bahwa suasana semakin runyam makanya ia hanya bisa percaya pada kakaknya.

Tidak boleh ada yang terluka lagi. Itu prinsipnya yang bahkan tak bisa dilawan oleh seorang Hong Jisoo, makanya cuma memutar bola mata malas kala sang adik lebih memilih duduk bermain handphone.

"Aku boxing sebentar di ruangan sebelah kalau begitu."

"Hmm."

"Ah. Kalau satpam ke sini antar paket protein ku, jangan lupa beri uang tip ya."

"Iyaa~"

Bosan, memang. Hanya ada samar suara dari ruang kecil di seberang juga video yang sedang Chan tonton.
Hal ini membuatnya tidak tertarik lagi dengan handphone.

Ia pun memilih bangkit, berbalik hanya untuk berdiri di pintu kamarnya yang kini ditempati perempuan kecil nan cantik.

Teringat bagaimana perjalanan pulang sekolah nan singkat tadi begitu membuatnya tersenyum lebar bahkan sampai sekarang.

"Cokelat? Buat Papa Chan?"

"Iyah. Hadiah ulang tahun dari Mei."

"Eh?"

"Besok Papa Chan ulang tahun, kan?
Tapi besok Mei sama Papa Gyu tinggalnya. Jadi hadiah untuk Papa Chan dari sekarang saja ya!"

"Astagaa bocah ini siapa yang mengajari mu hal romantis heeey! Papa Chan sangat terharuuuu~"

"Hihi. Tidak romantis, kan cuma cokelat. Itu juga bekal dari Papa Soo sih, cuma Mei sengaja tidak makan buat Papa Chan-

Eh. Jangan bilang Papa Soo, please.."

Lalu apa yang Chan lakukan dengan hadiahnya?
Yap, tentu saja. Masih terbungkus rapi di saku celana yang kini menenggelamkan tangan kanannya.

Ia akan membuka dan memakannya nanti saat Mei bangun.

"Kalau nanti kamu ulang tahun, Papa Chan mau beri semua cokelat yang ada di dunia pokoknya."

Acara asik memandang Mei dari luar harus terpaksa berhenti kala bel rumah berbunyi.

Chan menyahut sekali sebelum pergi membuka pintu. Satpam, tentu saja. Bersama dengan box paket yang terlihat berat. Baru saja tangannya hendak merogoh saku, namun tatapannya terpaku pada lantai.

Seketika tubuhnya membeku di tempat. Tangan satunya ia gunakan untuk menutup pintu di belakang, hingga tinggallah mereka berdua di lorong ini.

"Hei.
Aku memang kurang mengenal satpam di sini karena tidak peduli juga bagaimana nama atau rupanya. Tapi..

13 Papa [Seventeen MxM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang