07

654 73 2
                                    

"Udah rapi belom, bi?"

Jaehyuk menyisir rambutnya sambil menatap salah satu babysitternya yang sedang memasangkan dasi. Bibi itu tersenyum, lalu mengangguk dan mengacungkan ibu jari.

"Udah rapi dan ganteng pokoknya aden mah~"

Jaehyuk menghela napas panjang. "Bisa ga sih Jae ga usah ikut aja?"

"Ya kudu hadir atuh, den. Ini akan acara ultah perusahaannya papinya aden. Masa aden selaku anak satu-satunya ga hadir?"

"Ya lagian buat apa coba, bi? Jaehyuk hadir di sono paling juga cuma buat dipamer-pamerin ke rekan bisnisnya papi mami. Jae kan cuma boneka mereka, bi."

"Hush! Aden ga boleh ngomong gitu ah. Papi sama mami sayang kok sama aden..."

Jaehyuk tersenyum miris. "Jae tau bibi ngomong gini buat membesarkan hati Jae aja. Lagian mereka sayang sama Jae dari sebelah mananya sih? Dari Jae kecil, semua yang urusin keperluan Jae cuma bibi berdua. Yang ambil rapor tiap tahun selalu bibi. Jae sakit juga bibi yang rawat. Jae kesusahan bikin pe er, bibi yang bantuin. Yang selalu nanyain kabar Jae di sekolah tiap harinya juga bibi berdua. Dan itu sampe sekarang lho, bi. Papi juga apa? Kerjaannya dari dulu cuma bisa ngatain Jaehyuk anak yang ga nurut terus nyabetin badan Jae pake segala hal yang bisa dia jangkau. Kayak gitu disebut sayang? Terus mana peran mereka sebagai orang tua? Sekedar ngelempar duit ke Jae? Jujur aja Jae lebih milih hidup susah atau sekalian aja ga punya orang tua kalau kayak gini, bi."

Kedua babysitter Jaehyuk terdiam melihat Jaehyuk yang mengatakan semua kalimat itu dengan nada yang sangat tenang dan datar. Perasaan Jaehyuk pada orang tuanya sendiri sudah mati. Tidak ada lagi yang namanya rasa sayang, cinta, ataupun hormat untuk kedua orang tuanya.

Jaehyuk berjalan keluar kamar dan mendapati tuan dan nyonya Yoon berdiri terpaku di depan kamarnya. Dia yakin ayah dan ibunya itu mendengar ucapannya pada babysitternya tadi. Dan Jaehyuk tidak peduli. Justru baginya bagus jika mereka mendengarnya.

"Jae jalan duluan ya, bi. Taksi yang Jae pesen udah sampe."

"Kenapa pesen taksi, den? Kan bisa bareng sama mami papi sekalian?"

Jaehyuk tersenyum jenaka ke arah dua bibi kesayangannya itu. "Ga sudi, bi. Daah~" ujarnya santai.

Jaehyuk berjalan melewati orang tuanya tanpa berniat menegur mereka sedikitpun. Begitu Jaehyuk pergi, nyonya Yoon menatap dua babysitter itu sendu. "Jaehyuk...bener-bener udah benci sama kami ya, bi?"

Para babysitter hanya diam karena mereka tidak tahu harus menjawab apa. Lagipula tanpa menjawab pun seharusnya tuan dan nyonya Yoon sudah tahu sendiri apa jawabannya.

.

Jaehyuk menatap bosan ke seisi aula hotel mewah yang menjadi lokasi pesta ulang tahun perusahaan ayahnya. Dia tadi hanya menempel pada om dan tantenya yang juga hadir ke pesta itu. Tapi saat ini mereka sedang mengobrol dengan salah seorang kenalan dan Jaehyuk tidak ingin mengganggu. Jadinya ia memilih untuk menyingkir ke salah satu sudut ruangan. Dia sempat melihat Kim Minju bersama kedua orang tuanya datang. Tadinya mereka ingin menghampiri Jaehyuk, tapi tatapan tajam tak bersahabat yang ditunjukkan pemuda itu membuat mereka mengurungkan niat.

Saat sedang memperhatikan suasana di sekitarnya, Jaehyuk menemukan sosok berambut pirang yang sangat dia kenal. Dengan langkah cepat, Jaehyuk menghampiri sosok itu. Sosok yang selama ini dia lihat selalu mengenakan jaket atau hoodie, kini memakai setelan jas formal serba hitam. Membuat rambut pirangnya terlihat jelas.

"Asahi?"

Sosok itu menoleh dan membelalakkan mata melihat Jaehyuk yang tersenyum cerah menatapnya. "Jaehyuk?"

JaeSahi - UnspokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang