26

196 28 1
                                    

Yoshi dan Mashiho saling diam bahkan hingga makanan mereka habis. Yoshi juga tidak berani memandang Mashiho. Dia tidak tahu harus memuji kenekatannya ini atau justru mengutuknya. Memang dia merasa lebih baik menyesal setelah mengutarakan perasaannya daripada tidak sama sekali, tapi tetap saja Yoshi tidak bisa berhenti merutuki kenekatannya dalam hati.

"Yoshi..."

"Ya?"

Yoshi yang dari tadi hanya menatap piring jajanannya akhirnya mengangkat wajahnya. Dia dapati Mashiho yang lurus menatap ke arahnya. Dalam hatinya, Yoshi sudah sangat yakin dirinya akan langsung ditolak seperti Junkyu. Mungkin setelah ini dia akan minta tips move on dari pemuda tukang tidur itu. Itupun kalau Junkyu sudah move on dari Mashiho juga.

"Gue ga tau harus jawab apa sekarang. Gue ga pernah suka-sukaan sama seseorang sebelumnya, jadi gue ga ngerti. Tapi jujur aja gue sempet baper sama lo waktu di lift pas study tour itu..."

Yoshi memiringkan kepalanya. "Waktu...di lift?"

Mashiho mengangguk. "Waktu lo nyingkirin bulu mata gue yang rontok."

"O-oh..."

"Makanya gue bilang begini, maksudnya biar lo ngerti dulu situasi gue. Bukannya gue bermaksud ngasih lo harapan palsu atau ngegantungin gitu aja. Gue cuma...duh gimana ya kata-katanya yang bener?"

Mashiho menggaruk kepalanya, bingung mencari maksud dari kata-katanya yang tepat. Yoshi tersenyum melihatnya.

"Iya, santai, Cio. Gue ngerti kok maksud lo..."

Mashiho menatap Yoshi lagi. "Gue...ga bisa langsung nerima atau nolak lo karna gue juga masih bingung. Bisa... lo kasih gue waktu dulu? Biar gue tau dan yakin perasaan gue ke lo itu sebenernya gimana..."

Yoshi mengangguk. "It's okay. Gue ga bakal kasih waktu apapun itu. Sebebas lo aja gimana. Yang bisa ngukur dan tau pasti soal perasaan lo ya diri lo sendiri. Gue ga mau ngasih timer segala. Dan maaf kalo pernyataan gue tadi dadakan banget dan bikin lo kaget. Gue cuma...ga mau ada penyesalan akibat milih buat mendem semuanya sendiri."

Mashiho tersenyum manis. Kebingungan di raut wajahnya hilang. "Tengkyu, Yosh..."

Yoshi balas tersenyum. Beban yang mengganjal di hatinya kini sudah tidak ada. Dan melihat reaksi Mashiho yang seperti itu, Yoshi berpikir kalau dia hanya perlu berusaha sedikit lagi dengan menunjukkan perasaannya pada Mashiho agar pemuda manis itu tahu kalau dirinya benar-benar serius.

"Balik, yuk? Makin dingin ni malem..."

"Hayuk. Gue tadi juga pamitnya ga pergi lama ke mama."

Mereka menghampiri bibi penjual dan Yoshi langsung membayar semuanya sebelum Mashiho sempat mengeluarkan dompetnya.

"Eh? Ga usah, Yosh." ucap Mashiho ingin mencegak namun telat.

"Gapapa. Kan gue yang ngajakin lo ke sini tadi. Traktir kecil-kecilan lah..."

"Kalo gitu besok-besok gantian gue yang bayarin lo makan, ya?"

Yoshi mengangguk mengiyakan. Biar cepat saja jadinya. Setelah itu mereka kembali ke arah toko buku karena Yoshi memarkirkan motornya di sana.

"Oh, lo bawa motor ternyata?"

Yoshi mengangguk lagi. Ia lihat Mashiho yang mengambil ponselnya dari saku celana. "Gausah pesen taksi, Ci. Sini gue anter aja biar cepet."

"Arah rumah kita kan berlawanan."

"Gapapa. Kalo naik motor kan cepet sampe kemana aja. Muter dikit cincai lah~"

Yoshi lantas memakaikan helmnya ke Mashiho yang terpaku kaget.

"Yosh...helm lo..."

"Gue cuma bawa satu. Jadi lo aja yang pake biar lebih safe. Ayo naik."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 01 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

JaeSahi - UnspokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang