23

470 47 2
                                    

Asahi kini berada di ruang kepala sekolah bersama mama Hamada, berdiri berhadapan dengan Lee Eunsang. Jam pelajaran terakhir masih berlangsung, tapi Asahi diberikan izin karena dipanggil ke ruang kepala sekolah. Dia sebagai korban fitnah Eunbin secara langsung tentu juga akan dipanggil orang tuanya untuk dijelaskan tentang permasalahan yang terjadi.

Mama Hamada dari awal datang tidak berhenti mengamuk pada Eunbin yang dari tadi hanya menangis ketakutan. Orang tuanya sendiri berdiri di pojok ruangan dan hanya membiarkan mama Hamada terus mengomel. Bahkan saat mama Hamada menampar wajah Eunbin, tuan dan nyonya Kwon hanya bisa diam membiarkan. Mereka sendiri tidak menyangka anak yang selama ini mereka kira merupakan anak yang manis dan baik ternyata licik dan bisa melakukan fitnah seperti itu. Makanya mereka pun tidak menghentikan amukan mama Hamada. Hanya saja memang nyonya Kwon beberapa kali memohon maaf pada mama Hamada.

"Saya minta maaf, kak!"

Asahi menatap Eunsang yang dari tadi terus membungkuk ke arahnya. Tubuhnya tidak berhenti gemetar. Dia benar-benar ketakutan, tapi berusaha memberanikan diri datang ke kantor kepala sekolah dan mengakui kalau dialah sosok di video yang ditempeli stiker. Dia hanya ingin jujur dan mengakui kesalahannya. Dia berterima kasih sebelumnya pada Olivia dan teman-temannya yang berusaha melindungi identitasnya dari satu sekolah. Tapi untuk memberatkan hukuman Eunbin, Eunsang memutuskan untuk diam-diam datang ke ruang kepala sekolah. Dia juga memberikan amplop berisi uang yang kemarin dia terima dari Eunbin sebagai bukti 'transaksi' kemarin.

"Berhenti minta maaf. Lo korban juga di sini..."

Asahi menggenggam tangan Eunsang, berusaha menenangkannya. Dia juga meminta izin pada kepala sekolah agar Eunsang dibolehkan kembali ke kelasnya lebih dulu agar tidak ada kecurigaan. Sama seperti Olivia, Asahi juga ingin identitas Eunsang dirahasiakan dari publik sekolah.

Nyonya Kwon menghampiri mama Hamada begitu beliau berhenti mengamuk. "Bu Hamada, tolong beri anak saya keringanan hukuman. Kita semua kan tau kalau sebentar lagi kelas tiga ujian akhir..."

"Dikata saya peduli?! Keputusan dari kepsek itu anak kalian ini dikeluarin, ya udah dikeluarin! Kalau anak sekelas anak saya nggak kompak, gimana coba kalau mereka kemakan fitnahan itu?!"

Asahi memegang tangan mama, berusaha menahan sang ibu emosi lebih lanjut. "Udah, ma..."

"Adek diem dulu."

Asahi diam. Mamanya kalau sudah emosi memang sangat sulit dihentikan. Jadilah dia memilih mundur dan membiarkan mama marah sejadi-jadinya.

"Saya nggak mau tau! Pokoknya tetep di hukuman awal!" mama terus berbicara dengan nada tinggi. "Kejahatan kayak yang anak kalian lakuin hukumannya cuma mau skorsing seminggu, gitu? Ga bakal ada efek jera!"

Tuan Kwon menarik mundur istrinya. Pria itu dari tadi sama sekali tidak memberikan pembelaan apapun terkait kesalahan anaknya. Tidak seperti nyonya Kwon yang sempat berulang kali memohon hingga berlutut memelas di hadapan mama Hamada.

"Saya sebagai ayah Eunbin menerima hukuman yang diputuskan pihak sekolah. Bagaimanapun juga kesalahan anak saya tidak bisa dianggap sebagai kenakalan remaja. Saya akan pastikan Eunbin merenungi kesalahannya, bu."

Tuan Kwon membungkuk hingga 90 derajat ke depan mama Hamada. Dia abaikan tatapan tidak terima anak dan istrinya.

"Pa-papah..."

Tuan Kwon menatap tajam sang anak. "Kamu ga punya hak untuk ngerasa keberatan sama hukuman yang diputuskan, Eunbin! Di rumah berlaku manis, nyatanya otak kamu kriminal. Dan itu cuma gara-gara cowok?! Sekolah itu fokus sama kegiatan belajar kamu, Kwon Eunbin!"

Eunbin menunduk takut dimarahi ayahnya sendiri. Mama Hamada nampak puas melihat Eunbin dibentak ayahnya sendiri. Dia menghargai tuan Kwon yang mengakui kesalahan Eunbin, bukannya seperti orang tua Minju kemarin yang berulang kali berusaha playing victim dan membela anak mereka yang jelas-jelas salah.

JaeSahi - UnspokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang