Taman komplek, tempat Sandra berpijak sekarang. Setelah dari ruang kerja David, Sandra langsung tancap gas menuju kemari.
Suasana di taman sangatlah sepi. Wajar saja karena sekarang jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Lagipula siapa manusia yang mau duduk sendirian di taman malam-malam begini kalau bukan Sandra?
"Lama-lama nih taman jadi tempat terfavorit gue," gumam Sandra pelan.
Sandra mendongakan kepalanya. Sepasang mata amber yang sangat indah, seolah-olah tengah bersinar dalam kegelapan itu memandang langit malam. Yang kebetulan sekali malam ini tidak ada satupun bintang yang bersinar di atas sana. Hanya terlihat bulan sabit saja yang menampakkan diri menemani gelap dan sepinya malam.
Udara dingin menyelimuti tubuh Sandra yang terbalut jaket tebal. Hidungnya menghirup udara sejuk yang dibawa oleh hembusan angin malam, diiringi dengan suara jangkrik yang beradu merdu dengan suara kodok.
Saat asik menikmati sunyinya malam dengan mata terpejam, tiba-tiba Sandra dikejutkan dengan derum motor yang terdengar tidak jauh dari tempatnya duduk, dan tak lama kemudian, suara derum mesin motor itu berhenti.
Sandra menolehkan kepalanya ke arah sumber suara. Dari arah sumber suara, ia mendapati sosok berpakaian full hitam dari kepala hingga kaki duduk di atas motornya yang terparkir pinggir taman.
"Tumben ada orang yang kesini malem-malem selain gue," ungkap Sandra penuh heran.
Sosok itu perlahan turun dari motor, lalu berjalan ke arah Sandra tanpa melepaskan helm hitamnya dari kepala. Bola mata Sandra bergerak mengikuti setiap pergerakan dari sosok itu, dan berhenti ketika sosok itu sampai di depan Sandra.
Sontak Sandra langsung memasang sikap waspadanya terhadap sosok asing di depannya. Ia mengeluarkan pisau lipat dari dalam jaketnya yang selalu dibawanya kemana-mana, dan mengacungkannya di depan wajah sosok itu yang masih tertutup helm.
"Siapa lo?"
Dari dalam helm, sosok itu terlihat seperti sedang menatap Sandra walaupun hanya sekilas, karena setelah itu tatapannya beralih ke arah pisau yang di depannya. Dengan santainya, jari telunjuknya menggeser pisau itu ke samping, kemudian tangannya bergerak membuka helm yang menutupi wajahnya.
Sandra membelakan matanya, terkejut melihat siapa sosok yang berdiri di hadapannya. "ALE-ALE?!" Suara teriakan Sandra yang menggelegar memecah kesunyian malam.
"Anjing! Lo beneran ngikutin gue kemana-mana?!" Sandra beranjak berdiri dari posisi duduknya dengan tangan berkacak pinggang dan mata menatap tajam Alex.
"Enggak," jawab Alex datar.
"Terus ngapain lo ada disini?"
"Gue gak sengaja lewat, jadi sekalian mampir."
Mendengar alasan Alex, sontak kedua alis Sandra terangkat ke atas. Raut wajahnya tampak sedang meremehkan Alex. "Gak sengaja lewat, heh? Bukannya rumah lo bukan di komplek ini, Ale-Ale?"
"Dulu iya, tapi sekarang udah pindah."
Kepala Sandra mengangguk-angguk ringan, seolah-olah paham dengan arah pembicaraannya.
"Oh... jadi ceritanya lo kesini karena lagi kangen sama rumah lo yang dulu?"
"Ya, singkatnya gitu."
'Karena rumah gue itu lo, San,' sambung Alex di hati.
Sandra mendengus, lalu kembali duduk. Tak berselang lama, Alex ikut duduk di sampingnya. Namun, kali ini Sandra tidak memprotes ataupun melarangnya, karena hari ini gadis itu cukup lelah, jadi lebih baik diam daripada berdebat hal yang sia-sia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Villain Girl
Teen Fiction"Hidup gue gak jauh-jauh dari peran antagonis." Arlene Vanessa Xientania ---- Jiwa antagonis masuk ke raga antagonis juga? Itulah yang dialami Nessa setelah terbangun dari kematian. Nessa, gadis yang ditakdirkan sebagai seorang penjahat, pembunuh, d...