Hukuman Sandra membersihkan laboratorium IPA terpaksa harus dibatalkan. Sebab satpam yang memegang kunci laboratorium sedang tidak berkerja karena sakit, dan tidak ada yang mempunyai kunci cadangan.
Tanpa kunci, mereka tentu saja tidak bisa membuka pintu laboratorium yang sedang terkunci itu. Tidak mungkin Kala mendobraknya demi hukuman Sandra saja. Walaupun Kala sanggup mengganti biaya perbaikan pintu, tapi ia tetap tidak mau melakukan yang melelahkan.
Alhasil disinilah Sandra sekarang. Berlari memutar lapangan depan yang luasnya setara lapangan sepak bola. Awalnya gadis itu mengira luasnya tidak akan sebesar ini, tapi ternyata kenyataanya melebihi ekspektasinya. Bahkan luasnya lapangan ini melebihi luas lapangan yang ada di sekolah pertama saat menjadi Nessa, SMA Cakrawala.
Sandra tidak sendirian dalam menjalankan hukumannya. Tentu saja ia bersama dengan Alex, partner telatnya.
"Ale-Ale, jangan cepet-cepet larinya! Tungguin gue, woy!" Sandra memekik panik.
Alex menghela nafas lelah. Ia melambatkan laju larinya, menyamai tempo lari Sandra. Kini mereka sudah berdua berlari beriringan.
"Ck, lemot!"
Sandra mendengus kesal. Padahal ia sudah berlari sekencang mungkin, tapi karena kakinya yang pendek, jangkauan larinya pun ikut memendek. Jadi mau sekencang apapun larinya, jika berhadapan dengan orang yang berkaki panjang maka bagi mereka dirinya itu lambat.
"Kaki gue pendek, Ale-Ale. Gak kayak lo yang kakinya panjang, jadi larinya bisa cepet."
Kuping Alex mulai panas mendengar panggilan yang ditujukan untuknya dari gadis di sampingnya. Ini pertama kalinya ada orang yang berani memanggilnya seperti itu.
"Lo bisa berhenti manggil gue kayak gitu?"
"Kayak gimana? Ale-Ale?"
Alex mengangguk.
"Gak bisa. Mulai hari ini dan seterusnya, gue bakal manggil lo Ale-Ale. Anggap aja panggilan kesayangan dari gue. Kapan lagi yekan dapet panggilan kesayangan dari cewek secantik gue?" Tanya Sandra sambil menyugar rambut panjangnya yang tergerai ke belakang.
Alex mengerjabkan matanya pelan. Panggilan kesayangan? Kenapa terdengar menggelikan telinganya? Perutnya seperti digelitiki ribuan kupu-kupu yang berterbangan.
Namun, entah mengapa ia menyukai kata panggilan kesayangan itu. Dadanya berdebar kencang. Bukan karena berlari, tapi karena efek yang ditimbulkan ketika mendengar Sandra mengatakan panggilan kesayangan.
"Lo lagi nyatain perasaan?"
Sandra menatap cengo wajah datar Alex. "Ha? Enggaklah anjir."
Wajah Alex yang awalnya sudah datar, kini kian bertambah datar dan suram. Ia melengoskan pandangannya ke depan lalu melanjutkan larinya lebih kencang, meninggalkan Sandra yang diserang kepanikan secara mendadak.
"Eh...kok tambah kenceng sih larinya?!"
Dengan jangkauan kaki mungilnya, Sandra berusaha menyusul Alex yang jaraknya sudah berada jauh di depan.
"Lo kenapa dah?" Sandra bertanya ketika sudah berhasil menyamai langkah Alex.
Entah, larinya yang sudah bertambah cepat, atau Alex yang sengaja menelankan kembali kecepatan lari kakinya.
"......"
Alex tidak merespon pertanyaan Sandra. Sekedar menoleh pun sepertinya enggan.
Sandra memiringkan kepalanya, menatap lekat wajah Alex dari samping. Tak lama kemudian, ia tersenyum geli.
"Oh, gue paham-paham." Sandra menganguk-nganguk. "Pasti lo ngira gue suka sama lo gara-gara gue ngasih panggilan kesayangan ya buat lo?"
"......"
KAMU SEDANG MEMBACA
Villain Girl
Teen Fiction"Hidup gue gak jauh-jauh dari peran antagonis." Arlene Vanessa Xientania ---- Jiwa antagonis masuk ke raga antagonis juga? Itulah yang dialami Nessa setelah terbangun dari kematian. Nessa, gadis yang ditakdirkan sebagai seorang penjahat, pembunuh, d...