Matahari bersinar terik. Semilir angin yang berhembus menerpa wajah Sandra. Helai-helai rambutnya yang tergerai bebas menari mengikuti arah angin. Kicauan burung yang bertengger di dahan pohon mengisi kesunyian di rooftop sekolah.
Walaupun wajahnya sudah memerah karena tersengat panasnya sinar matahari yang menyorot, Sandra masih tetap betah berdiam diri disana.
Kepulan asap tipis terlihat keluar begitu Sandra membuka mulutnya. Ya, asap rokok. Gadis itu saat ini tengah menyesap sebatang nikotin dengan santainya.
Sandra kembali menghisap dalam-dalam rokok yang diapit oleh dua jarinya. Sesaat kemudian kepulan asap mengepul di udara dan akhirnya lama-lama menghilang.
Helaan nafas panjang terdengar setelah Sandra menjatuhkan dan menginjak batang rokok yang masih tersisa setengah di atas lantai semen rooftop.
"Gue harus ngabarin mereka atau enggak, ya?"
Mereka yang Sandra maksud adalah orang-orang dikenalnya saat masih menjadi Nessa. Sahabatnya, orang kepercayaannya, dan kakeknya sebagai satu-satunya keluarganya.
"Tapi....kalo gue ngomong gue ini Nessa, apa mereka bakal percaya? Jangan-jangan nanti gue malah dibilang gila lagi," gerutu Sandra sambil memijat keningnya merasa pusing dengan apa yang terjadi pada jalan dihidupnya.
Sandra mendongakan kepalanya menatap langit biru. Kelopak matanya menyipit begitu netra ambernya bertatapan langsung dengan matahari.
Helaan nafas panjang kembali keluar dari mulut Sandra. "Hah, sial! Andai aja waktu itu gue lebih waspada, mungkin gue gak akan pernah ada disini. Pasti gue masih hidup sebagai Nessa," ucapnya berandai-andai.
Sandra berdecih. "Cih, kaparat licik emang Rio! Dia main curang, sengaja bawa pistol buat ngabisin gue. Tau gitu gue duluan aja yang bunuh dia. Gue tusuk aja tuh jantungnya pake belati kesayangan gue," ujarnya, sesaat kemudian ia menggelengkan kepalanya.
"Eh, gak-gak! Harus disiksa dulu sebelum dibunuh. Matanya harus dicongkel dulu terus kasihin ke Aksa biar jadi koleksi barunya. Jarinya diapain ya?" Sandra mengetuk-ngetuk dagunya dengan gaya berpikir.
Tak lama kemudian, senyum miring terbit di bibirnya ketika ia berhasil menemukan jawaban atas pertanyaannya sendiri. Jawaban yang benar-benar di luar nalar akal manusia biasa.
"Diawetin aja buat pajangan tembok di ruang kerja Kakek. Terus yang terakhir jantungnya itu bakal jadi menu makan malam Leon, my baby," lanjutnya riang.
Senyum smirk di bibir Sandra nampak begitu mengerikan. Ia mengucapkan beberapa adegan gore dengan entengnya tanpa beban, bahkan ia menganggap ucapannya sebagai sebuah hiburan tersendiri.
Jika ada yang mendengarkan ucapannya, mungkin mereka akan menganggap Sandra seorang psikopat.
Namun, kenyataan memang begitu bukan? Karena faktanya jiwa yang menempati raga Sandra adalah jiwa gadis psikopat. Gadis yang tiap hari tidak lepas dari pemandangan pembunuhan atau penyiksaan manusia licik dan pengkhianat.
Itu baru satu fakta yang terungkap. Tidak ada yang tau pasti seperti apa Nessa. Bahkan tidak semua anggota gengnya mengetahui bahwa dia adalah psikopat berdarah dingin.
Oh, ya yang perlu kalian tau, Leon itu singa liar yang Nessa pelihara. Singa liar itu akan berubah jinak bak seekor kucing rumahan jika berhadapan dengan Nessa.
"Sebenernya gue udah mati atau belum ya?"
"Kalo gue udah mati, berarti tubuh gue udah dikubur. Tapi kalo cuma koma doang sih kayaknya masih ada kesempatan buat balik," imbuh Sandra berharap.
Gadis itu merebahkan tubuhnya pada sofa usang yang memang sudah ada sejak dirinya datang kesana. Matanya terpejam. Angin yang berhembus bak melodi lagu di telinganya itu menjadi pengantar tidurnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Villain Girl
Teen Fiction"Hidup gue gak jauh-jauh dari peran antagonis." Arlene Vanessa Xientania ---- Jiwa antagonis masuk ke raga antagonis juga? Itulah yang dialami Nessa setelah terbangun dari kematian. Nessa, gadis yang ditakdirkan sebagai seorang penjahat, pembunuh, d...