Saat ini, Sandra sudah berada di dalam ke kelasnya, tentu bersama dengan ketiga sahabatnya, Ghea, Chelsea, dan Viona. Sesuai ucapan yang ia janjikan pada Kala beberapa menit yang lalu, bahwa hari ini ia tidak akan membolos.
Bel masuk sudah berbunyi lebih dari 15 menit yang lalu, namun sampai detik ini belum ada tanda-tanda guru yang akan masuk ke kelas mereka. Karena keterlambatan guru, suasana di dalam kelas mereka menjadi sangat berisik dengan suara murid yang saling bercanda dan mengobrol satu sama lain.
"Eh, kita udah lama gak ke club tau," celetuk Viona memulai percakapan lebih dulu diantara mereka berempat sekaligus mengalihkan perhatian Sandra, Ghea, dan Chelsea.
"Bener, terakhir kali nongkrong di club kayaknya 3 bulan lalu deh," timpal Chelsea menambahi.
"Kebetulan besok kan libur. Gimana kalo nanti malem kita main ke club?" Viona bertanya sambil menatap ketiga sahabatnya bergantian dengan menaik-turunkan kedua alisnya bermaksud membujuk.
"Gas aja gue mah," jawab Chelsea dengan penuh semangat.
"Lo gimana, Ya? Mau gak?" Viona kembali bertanya. Namun, pertanyaannya kali ini hanya tertuju pada Ghea seorang, karena gadis kaku itu sejak awal hanya diam menyimak dan belum menjawab pertanyaannya yang pertama.
Ghea bergeming sesaat sebelum akhirnya mengangguk singkat sambil berbicara, "Mau."
"Nah, cakep nih gue suka. Deal ya nih berarti nanti malem kita ke club?"
"Loh, lo gak nanyain ke Sandra mau ikut apa enggak, Na?" Bukannya menjawab pertanyaan Viona, Chelsea justru melemparkan pertanyaan lain seraya matanya menatap Viona dengan sorot heran.
"Sandra mah gak perlu ditanyain, anjir. Udah pasti dia mau, gak bakal nolak kalo soal nongkrong di club. Lo gak lupa kan kalo diantara kita berempat yang paling rajin ke club itu Sandra?"
Ya, memang bener apa yang diucapkannya Viona. Sandra memang satu-satunya orang yang paling sering pergi ke club di antara mereka berempat. Saking seringnya, Sandra yang asli dulu bahkan bisa pergi ke club malam 5 sampai 6 kali dalam seminggu.
"Oh, iya gue lupa," balas Chelsea menyengir lebar memperlihatkan gigi putihnya yang berkawat.
Sementara itu, orang yang sedang dibicarakan justru tampak memasang wajah acuh tak acuh. Saat ini, Sandra tengah asik sendiri bermain game di ponsel milik Ghea.
Kenapa Sandra tidak menggunakan ponselnya dan malah menggunakan ponsel Ghea? Ya, karena katanya game di ponsel Ghea lebih lengkap daripada ponselnya sendiri.
"Club mana?"
"Gimana kalo kali ini di clubnya Om David, bokapnya Sandra aja?" Chelsea memberikan saran atas pertanyaan yang Ghea ajukan.
Mendengar nama ayahnya disebut, barulah Sandra mengangkat kepalanya, mengalihkan pandangannya dari layar ponsel.
"Club bokap gue?" Sandra bertanya seraya meletakkan ujung jari telunjuknya di dadanya sendiri.
"Anjing, kaget gue!" Viona yang duduk di samping Sandra tersentak kaget serta memekik latah dengan suara Sandra yang tiba-tiba terdengar olehnya.
Bagaimana mungkin Viona tidak terkejut, jika Sandra yang sejak awal diam tiba-tiba berbicara, terlebih lagi Sandra bicara tepat di samping telinganya?
"Lebay!"
Viona sontak melototkan matanya galak. "Lebay mata lo jebol! Gue beneran kaget, anjing! Lagian kenapa ngomongnya di samping telinga gue, sih?! Kan bisa agak jauhan gitu, atau gak minimal kasih aba-aba kalo mau ngomong tuh!"
"Mana bisa gitu lah!"
Sandra dan Viona kini saling beradu tatapan tajam. Baik Sandra ataupun Viona saling melemparkan tatapan permusuhan yang begitu ketara. Entah, sebenernya konsep persahabatan mereka berempat itu bagaimana? Kadang kala akur, tapi kadang juga bertengkar seperti seekor kucing dan anjing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Villain Girl
Teen Fiction"Hidup gue gak jauh-jauh dari peran antagonis." Arlene Vanessa Xientania ---- Jiwa antagonis masuk ke raga antagonis juga? Itulah yang dialami Nessa setelah terbangun dari kematian. Nessa, gadis yang ditakdirkan sebagai seorang penjahat, pembunuh, d...